Chapter Unlocked🔓
.
.
.
."Gimana rasanya diguyur di tengah lapangan?"
Moza menghampirinya dengan tangan bersidekap di depan dada. Matanya menerawang setiap inci penampilan Iva dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Bibir merah dengan polesan lipstik itu tersenyum mengejek.
"Seger 'kan? Arthur baik banget, ya sampe bawain air buat mandiin manta----
"Lo yang ngadu ke Arthur?" tanya Iva dingin.
"Keliatan banget, ya? Tapi niat gue baik kok." Moza menjawab dengan enteng. "Supaya Arthur makin benci sama lo," sambungnya sambil tertawa.
Kemarahan Iva tak dapat lagi dibendung. Begitu cepat tangannya memegang kerah seragam Moza, sampai gadis itu tertarik ke arahnya. Moza tak sempat menghindar, walaupun begitu, wajahnya masih menampakan ketenangan. Dirinya yakin, Iva tak akan berani sampai memukulnya. Dan kalau pun itu terjadi, percayalah, drop out adalah balasan yang akan diterimanya dari sekolah.
Sudah menjadi rahasia umum, kalau salah satu murid dari kelas pemasaran ini memiliki image yang buruk.
Iva mendengus sebal. Mendapati tatapan licik Moza, membuatnya ingin membenamkan kepala itu ke toilet sekolah. Dia pasti tahu, dirinya tak akan bisa melampiaskan kemarahannya dengan memukuli cewek itu. Hukuman skors mungkin membuat Iva senang, tapi dikeluarkan? Huft ... bahkan untuk hukuman karena merokok pun Iva tak tahu. Yang jelas, dia punya firasat buruk, lebih buruk dari ancaman pindah ke sekolah pedalaman.
"Pecundang! Lo yang bully dia bangsat!" maki Iva sambil melepas cengkramannya kasar.
Moza terkekeh. "Awalnya, tapi lo juga 'kan, lupa? Nyiram Zehra dari atas sampe dia pingsan, gue tahu semuanya, Iva. Ya ... emang, sih abis ini Zehra bakalan bilang kalo gue yang kunciin dia. Tenang, dia gak bakal berani bilang, karena ancaman gue kali ini, cukup buat dia tertekan. Sumpah gue puas banget ngeliat lo dipermaluin, di depan murid satu sekolah lagi."
"Dasar cewek gila!"
"Heh jaga, ya lo yang gila, Iva. Alesan lo bully Zehra lebih gila. Emang apa lagi selain ngemis-ngemis minta balikan sama Arth---"
"Ada, lo salah satunya," potong Iva. Lalu ia lanjut berbicara, "cuma modal ancaman buat caper ke orang-orang, supaya mereka takut, lalu tunduk di bawah kekuasaan lo. Jangan pikir gue gak tahu, trik murahan biar diakui gitu, bukan lagi rahasia."
"Jadi udah mulai sok tau lo sekarang? Ngerasa menang gitu? Gue yakin lo gak bakalan tenang selama di sekolah ini."
"Ck! Gak tau aja nasib lo bakalan lebih buruk dari pada gue," balas Iva.
"Maksudnya?"
"Lo udah boongin Arthur Adiyaksa, bodoh. Hati-hati aja, paling dikunciin balik," kata Iva sambil berlalu.
***
"Punya mantan serem, ya, gak, sih?" Gavin melirik teman-temannya sambil menyedot es kelapa muda dengan nikmat. Mang Cecep emang gak pernah gagal bikin dia bucin sama es buatannya. Ibaratnya itu, primadonanya menu minuman kantin. Bayangin, antriannya aja panjang banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKÈOLOVE
Teen Fiction"Mimpi apa gua, kalo sampe bisa suka sama cewek jadi-jadian bau kemenyan kayak si Ijah." "Gua nggak budeg, ya Juned. Mulutnya kok lemes banget, sih? Kek ngode minta dicium pantat kebo. Suka mah suka aja kali, bukannya malah nyari kerusuhan padahal...