20. Pandangan Mereka

134 14 0
                                    

Chapter Unlocked🔓
.
.
.

"WOY PENCULIK LO, YA?!"

Tanpa ragu Iva berteriak, tapi orang itu terus saja berlari menjauh dari keramaian. Mau tak mau Iva harus mengejarnya, selain karena takut terjadi sesuatu dengan anak itu, dia juga udah kepalang jadi saksi. Mau bodo amat gak bisa, mana tega dia ngeliat penculikan di depan matanya sendiri.

Si pria berlari memasuki gang sempit. Tangisan bocah itu pun kian terdengar dengan posisi terus memberontak. Bodoh, sih kalau kata Iva. Kalau mau nyulik itu aturannya bawa obat bius atau lakban gitu biar korbannya gak mecahin gendang telinga orang.

Tidak sia-sia pak Saska memuji kecepatannya dalam berlari. Karena usahanya mengejar si penculik membuahkan hasil.

Iva melepas tas gendongnya, memegang erat-erat sambil berputar-putar lantas dilepaskannya. Gotcha! Lemparannya pun tepat sasaran, terbukti dengan pria yang telah jatuh tengkurap di depan sana.

Segera saja ia berlari mendekat, merebut si anak guna menjauhkannya dari pria itu.

"Ikut campur aja lu bocah!"

Pria itu bangkit. Tangannya memegangi kepala belakangnya yang terasa berdenyut. Iva juga mana tahu kalau efeknya bakal lumayan, soalnya Iva sadar diri cuma bawa buku tiga biji.

"Ya gimana gak ikut campur, Pak orang bocilnya nangis kejer, saya mah nolong, doang," sanggah Iva membela diri.

"Malah nyaut lagi, sopankah begitu?!"

"Maaf, Pak," cicit Iva.

Pria yang Iva duga memiliki umur kisaran empat puluh tahunan itu tiba-tiba berjalan mendekat ke arahnya. Otomatis, Iva langsung menyembunyikan tubuh bocah itu di belakang punggungnya.

Tampak dia menggeram kesal. "Gak usah cari gara-gara lu, kasih 'tuh anak atau gua buat lu nyesel," ancamnya.

"Silahkan." Iva tersenyum miring. "Kalau anda mampu," sambungnya.

"Kurang ajar!"

Dengan cepat Iva mendorong tubuh anak itu agar menjauh darinya. Dalam hati dirinya meminta maaf, karena mungkin saja jika dorongannya terlalu keras sampai si bocah bergerak cukup jauh. Sementara itu si pria langsung melesat ke arahnya, melayangkan pukulan. Beruntung Iva sempat menangkisnya, lalu membalas dengan menendang dadanya. Mau tak mau orang itu harus terpental beberapa meter jauhnya.

Sembari memegang dadanya yang terasa sakit, pria itu pun bangkit kembali.

"Bocah sialan!"

"Bapak yang sialan malah nyulik anak orang sembarangan!" Iva menyahut tak mau kalah.

Padahal baru tadi dia minta maaf gara-gara enggak sopan.

"Halah bacot lu!"






***



"Apa saya bilang, kena karma 'kan?" Iva tersenyum manis sambil menyentuh kedua pipi wajah pria itu yang kini telah membiru. Lebam akibat pukulan juga tendangan Iva tentu gak bisa dianggap ringan. Mantan atlet taekwondo ini sudah menghancurkan banyak papan hanya dengan tendangan cantiknya.

Pria itu hanya meringis merasakan sekujur badannya yang kesakitan. Setelah itu beberapa warga muncul dan langsung meringkusnya untuk dibawa ke kantor polisi.

Iva menghampiri anak kecil perempuan yang masih mematung di tempatnya berdiri. Dia pasti masih syok dengan apa yang terjadi.

"Udah aman, kamu bisa pulang sekarang, apa mau kakak antar?" tawarnya.

SKÈOLOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang