Chapter Unlocked🔓
.
.
.
.Iva pikir dirinya sudah terbiasa mendapat tatapan tajam penuh kebencian milik Arthur. Ia kira dirinya tak akan goyah, tapi kalimat menusuk pemuda itu nyatanya lebih dari cukup membuat hatinya patah. Meski sesak dirasa, Iva tetap tersenyum seolah merasa baik-baik saja. Berbanding terbalik dengan tangannya yang sekarang tengah mengepal kuat.
Kenapa ... kenapa mereka selalu menilainya sebagai tokoh antagonis!
Dimasukannya ponsel berlogo apel yang dipegangnya tersebut kembali ke dalam saku. Padahal baru beberapa menit yang lalu ia tertawa puas menyaksikan ketiga perundung kelas teri itu lari terbirit-birit hanya karena rekaman seram dari handphone-nya. Membuat Zehra bisa selamat untuk sementara waktu.
"Kamu salah paham, Ar Iva nggak ngapa-ngapain aku," ucap Zehra membela.
"Enggak, pasti 'nih cewek abis nyakitin kamu 'kan? Kamu luka-luka, Zehra. Bilang sekarang gak perlu takut, aku ada di sini oke." Arthur ganti menatap tajam Iva. "Jawab gua, Iva!" bentak Arthur murka.
Sambil tertawa Iva menyahut, "jelas-jelas 'pacar' lo sendiri aja bilang kalo bukan gue pelakunya, lo buta apa tuli?" tanyanya balik.
Arthur berdecak. "Terus siapa? Cuma lo yang ada di sini dan gua tahu betul lo benci banget sama Zehra. Jujur ke gua atau lo tau akibatnya?"
"Gue gak salah!"
"Lo di sini aja udah salah! Jawab gua, lo 'kan yang udah buat Zehra kayak gini? Iya 'kan? Lo maunya apa, sih, Va? Lo udah kelewatan tau gak? Gua udah peringatin lo sebelumnya bahkan berkali-kali, BERHENTI GANGGU ZEHRA!"
"Ar aku mohon stop! Iva gak salah!" Zehra masih berusaha meyakinkan Arthur. Tapi laki-laki itu tetap tau mau mempercayainya.
"Kenapa kamu terus bela dia? Kamu diancem apa sama dia, Ra?" tanya laki-laki itu.
"Aku berani sumpah, Ar malah Iva yang udah nolongin aku dari Moza!"
"Sekarang kamu bawa-bawa Moza. Jelas-jelas cewek gila ini yang ada di depan kamu sekarang. Mustahil dia berbuat baik, Ra!"
"CUKUP!"
Masih dengan tangan terkepal, Iva menatap pemuda itu nyalang.
Dia kira dengan menolong Zehra, perlahan kepercayaan Arthur akan kembali padanya. Memperbaiki hubungan mereka yang telah renggang bahkan mungkin putus sejak lama. Kalau tahu begini hasil akhirnya, Iva akan lebih memilih membiarkan Zehra menjadi bulan-bulanan Moza. Tak ada sedikit pun rasa percaya untuk dirinya membuat hatinya semakin remuk menjadi abu. Bahkan meski perempuan itu telah mengatakannya, pandangan Arthur terhadapnya tak sedikit pun berubah.
Gadis itu melangkah maju.
Ia bisa saja memukulnya. Namun dibanding menyakiti fisik dan meluapkan segalanya dengan emosi yang membara. Iva memilih angkat bicara.
"Segitu gak percayanya lo sama gue?" tanya Iva miris.
"Dengan alasan apa gua harus percaya?"
"Lo bahkan ngatain gue cewek gila! Puas nuduh gue? Puas udah ngehina gue?"
Arthur membuang muka, enggan menatap wajah Iva.
Tatapan penuh kebencian memang Iva layangkan, tapi Arthur juga menemukan arti lain dari tatapan tersebut.
Terluka, sakit, tapi sarat akan kasih sayang.
Sementara itu Iva kembali berkata, "gue gak bakal ngejelasin apa-apa. Terserah lo mau nuduh gue kayak gimana, karena gue jelasin pun percuma, lo gak bakal percaya." Iva menggigit bibir bawahnya. "Tapi gue mau lo dengerin yang satu ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
SKÈOLOVE
Teen Fiction"Mimpi apa gua, kalo sampe bisa suka sama cewek jadi-jadian bau kemenyan kayak si Ijah." "Gua nggak budeg, ya Juned. Mulutnya kok lemes banget, sih? Kek ngode minta dicium pantat kebo. Suka mah suka aja kali, bukannya malah nyari kerusuhan padahal...