05. Keselek Cinta

86 21 4
                                    

***

Tany mempertanyakan perasaannya sendiri. Apa betul ia akan mampu bertahan satu mobil bersama Banyu? Bertahan sih, dunia tidak akan berhenti hanya untuk peduli dengan kegalauan yang sedang dirasakannya kini. Jalanan masih macet karena musim libur dan belum ada hujan badai menerjang di tengah Gambir karena keputusan Tany tidak berefek apapun pada semesta.

Rengga kini memperhatikan Tany lekat-lekat. Tany lalu memandang Banyu yang juga memberikan pandangan yang sama. Jika ia hanya pergi bertiga dengan Rengga, Tany tidak yakin betul dengan berangkat yang baru dikenalnya hanya melalui beberapa pertemuan. Tapi jika Tany mengiyakan usul Banyu, itu artinya ia seolah memberi angin segar pada mantan kekasihnya.

Tany harus memberi keputusan saat itu juga. Bimbang melanda kepala dan isi hatinya. Keinginan mengunjungi Baluran juga sudah di depan mata. Sebetulnya mengapa Tany begitu bersikeras untuk tetap berangkat saat ini karena setelah berpisah dari Banyu ia memiliki sumpah.

Sumpah yang dibuatnya untuk diri sendiri. Selama satu tahun terakhir, Tany berusaha mengiyakan segala kesempatan yang langit sodorkan untuknya. Pekerjaan baru oke, tempat tinggal baru oke, lingkar pertemanan baru untuk dijajaki juga oke.

Tany berpendapat setelah ia lebih terbuka terhadap kesempatan-kesempatan itu, ia juga mendapat pengalaman baru yang tidak kalah menarik. Termasuk apa yang terjadi hari ini. Berangkat menuju Taman Nasional Baluran adalah salah satu daftar dalam keinginannya harus dicoret pada tahun ini.

Sosok terakhir yang dilihat Tany adalah Naya, sahabatnya. Naya mengangkat bahu dan memberi keputusan pada dirinya. Dengan hela nafas pelan, Tany akhirnya mengangguk.

"Oke, kita berangkat. Paling bener Banyu ikut. Kita nggak bisa main-main sih soal jarak tempuh yang panjang dan medan yang kita tidak tahu seperti apa di lapangan. Aku nggak mau ambil resiko hanya dengan mengandalkan satu pria di jalan untuk perjalanan roadtrip ini," ujar Tany dengan tenang. Matanya beralih dari Tany, Rengga dan terakhir pada Banyu.

"Soal bensin dan kebutuhan mobil lain kita bagi empat rata ya," usul Tany pada forum kecil yang kini sedang menjadikannya pusat perhatian.

Ketiganya mengangguk. Rengga sedikit lega karena Banyu ikut, jujur saja dalam hatinya ia lebih memilih beli tiket dan naik pesawat dibanding menyetir lima belas jam non-stop menuju Surabaya.

"Yakin lo nggak mau naik pesawat sama gue aja, Tan?" Rengga masih mencoba peruntungan terakhirnya. Lebih baik pegal di ruang tunggu bandara dibanding di balik kemudi.

Tany menggeleng mantap. "Kalau lo mau naik pesawat silakan aja, Rengga. Gue nggak masalah. Ntar kita bertiga cari solusi lain."

Binar di manik Banyu mendadak menghangat saat namanya kembali disemat Tany dalam kalimat yang keluar dari mulutnya. Kepalan yang disembunyikan di balik punggung Banyu mendadak membuat tanda 'Yes!' untuk mendukung dirinya sendiri.

Rengga mengernyit mendengar jawaban Tany, "Oke, gue balik sebentar pake ojek online dan kesini lagi bawa mobil."

"Bukannya lebih gampang kita naik ojek mobil terus ke rumah lo?" Naya tidak sungkan menyuarakan pendapatnya.

"Rumah gue deket tuh di Daksa, tunggu saja sebentar di sini. Kelamaan lagi kalau gitu ceritanya," terang Rengga singkat. Ia lalu memberi menunjuk jam digital besar yang terpampang di stasiun. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan hampir jam tiga sore.

"Oke kalau gitu," jawab Tany. "Thank ya, Rengga. Hati-hati di jalan. Kita tunggu lo di lobby aja. Ntar biar Banyu yang bawa ransel lo."

Rengga mengangguk dan tidak lupa mengambil tangan Tany serta mencium punggung tangannya dengan manis.

Way Back to Us (ODOC THE WWG 2022)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang