08. Persaingan Terbuka

61 18 10
                                    

***

Keempatnya kembali menerjang kemacetan jalan tol dalam musim liburan panjang. Banyu masih menahan jengkel di dalam dada. Ia bukan Naya yang bisa memainkan ponsel dan media sosial sepanjang perjalanan. Membaca buku di dalam kotak bergerak juga tidak nyaman untuk matanya, gumam Banyu.

Tidak ada pilihan selain menatap lurus ke depan dan menikmati interaksi mantan kekasih bersama saingan dadakan Banyu, Rengga. Banyu bertanya-tanya selama setahun perpisahannya dengan Tany, berapa banyak pria yang sudah mendekati mantan kekasihnya?

Banyu tahu dari Naya bahwa Tany masih berstatus single dan belum menerima pinangan pria manapun yang ingin dekat dengannya. Tapi hati Banyu tidak bisa bohong juga kalau saat ini ia penasaran setengah mati.

"Jadi, lo berdua itu sudah sering banget jalan berdua ya?" Banyu iseng melempar pertanyaan yang ditujukan untuk Rengga dan Tany di kursi depan.

Rengga menatap Banyu dari balik kaca depan. Pria itu memproses pertanyaan yang baru ditanyakan Banyu padanya.

"Ini adalah trip kedua ya, Tan?" Rengga meminta persetujuan Tany. "Sebelumnya kita ketemu di trip Karimunjawa."

Tany terlihat tidak peduli dengan jawaban yang disampaikan Rengga pada Banyu. Tapi Banyu tahu dari gerak gerik mantan kekasihnya terlihat tidak nyaman.

Meski mobil dalam keadaan gelap, mata Banyu masih kuat untuk menangkap bayangan dompet yang sedang digenggam Tany. Tany memainkan dompet yang dibelikan Banyu untuknya saat mereka berpacaran dulu.

Sebuah pertanda lain bahwa Tany belum melupakan Banyu. Perempuan itu masih menggunakan pemberian lain dari Banyu. Kalau Tany memang sudah menghapus memori tentangnya mengapa tidak ganti dompet sekalian? Banyu mengulas senyum seraya memalingkan wajahnya ke jendela agar tidak terlalu terlihat senang dan menang.

"Dompetnya bagus. Hadiah dari seseorang yang spesial ya?" Banyu kembali iseng melempar pertanyaan pada Tany.

Tany terkejut menyadari bahwa Banyu masih memperhatikan dirinya dari kursi penumpang. Kepalang tanggung, Tany mengacungkan dompet panjang berukuran lima belas senti berwarna merah kulit jeruk ke udara.

"Ini," ujar Tany tenang tanpa mengalihkan pandangannya ke belakang. "Orangnya sudah dimakan buaya. Aku kepikiran mau buang sih ke tempat sampah cuma belum sempat beli yang baru saja."

"Kenang-kenangan dari orang terkasih jangan sampai menyentuh tong sampah dong. Ntar kualat loh," gurau Banyu belum selesai menggoda mantan kekasihnya.

Tany mendengkus kesal. Membuka dashboard yang ada di hadapannya lalu melempar seonggok barang tidak bersalah itu dengan hati panas. Dalam hati, Tany menyesal tidak mengganti dompet pemberian Banyu dari kapan tahun. Kalau ke geruduk gini kan, malunya bukan main.

"Nanti aku belikan yang baru, Tany." Rengga berkata tenang sambil menatap mantan kekasih Banyu itu.

"Nggak perlu, Rengga. Aku bisa sendiri," ujar Tany makin jengkel karena semua obrolan dengan Rengga selalu berujung pada uang. Perkara dompet saja masih harus dibahas, Tany mendelik marah pada Banyu.

"Aku kan hanya menawarkan, Tany." Rengga menangkap kekesalan dalam intonasi Tany. Mencoba memperbaiki situasi, Rengga lalu membujuknya. "Supaya kamu nggak marah lagi, gimana kalau kamu yang pilih sendiri dompetnya."

Tany menoleh pada Rengga, "Rengga, nggak semua hal itu harus berhubungan dengan uang. Kamu tuh selalu bahas uang-uang-uang. Aku bukan anak kecil yang minta dibelikan dompet detik ini juga. Jadi, kamu nggak perlu repot buat cari-cari toko yang masih buka cuma buat beliin dompet."

Tany melempar pandangannya ke balik jendela. Kesal dengan Banyu dan dirinya sendiri yang tidak bisa menahan emosi. Salah satu kelebihan Banyu adalah mampu memanipulasi keadaan, entah bagaimana lelaki itu bisa memoles rasa bersalah seseorang hanya melalui ucapannya.

Way Back to Us (ODOC THE WWG 2022)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang