62. HATCHIM!

53 4 1
                                    

🎶 Here's Your Perfect—Jamie Miller

"Semua ini terjadi, karena Allah."

Happy Reading~

_______

Faskha diam, apa yang harus ia jawab?

Bayangan Dirga tiba-tiba saja terlintas di benaknya. Sejak mendengar penjelasan Sandra beberapa hari kemarin, rasa bersalah kembali menghantuinya. Hatinya kembali mengharapkan kehadiran Dirga di hidupnya. Namun, sepertinya laki-laki itu sudah menyerah terhadapnya. Itu terbukti semenjak kejadiannya memilih Zahdan di pernikahan Alif dan Renata, Dirga tak lagi mengiriminya pesan atau memberi kabar tentangnya.

Lantas jika Dirga sudah menyerah, apakah ia harus menerima Zahdan? Dimana hatinya tak pernah memiliki perasaan padan Zahdan, kecuali perasaan sesama sahabat. Apakah ia harus menjalani kehidupan tanpa rasa cinta bersama Zahdan?

Harapan besar padanya terpancar jelas di manik hitam laki-laki berpeci tersebut, begitupun dengan Abah Kyai.

Faskha mengatupkan mulutnya, menatap satu-satu persatu keluarganya. Perlahan, tatapannya ia belokkan pada manik hitam Zahdan, kini dua netra beradu lama. Ada rasa takut di sana, dan Faskha dapat melihatnya dengan jelas. Semua orang menantikan jawabannya, termasuk keluarganya sendiri.

"Bagaimana Faskha?" Rezi membuyarkan lamunan Faskha.

Sepertinya Faskha harus mengambil keputusan saat ini juga, ia tidak mau menggantung atau memberi harapan lagi pada Zahdan.

Menghela napas, Faskha mencoba meyakinkan hatinya dengan pilihannya. "Faskha tau Kakak sangat baik dan begitu cinta dengan Faskha, tapi Faskha tidak bisa membalas perasaan Kak Zahdan, meski beberapa kali Faskha sudah mencoba," tutur Faskha, menjeda sebentar.

"Maaf, Kak. Faskha tidak bisa menerima lamaran Kak Zahdan. Faskha ingin membangun rumah tangga dengan saling mencintai, bukan dengan adanya cinta dari salah satu pihak saja. Kakak pasti tau, pura-pura bahagia dalam rumah tangga itu menimbulkan tekanan yang parah bagi jiwa. Dan pura-pura di cintai itu menyakitkan. Untuk itu, Faskha tidak mau jika itu sampai terjadi pada Kak Zahdan."

"Sekali lagi, Faskha minta maaf, Kak. Faskha tidak bisa," putusnya.

"Faskha benar, Zahdan. Maaf, jika Abah setuju dengan keputusan Faskha," timpal Pak Rahman.

Zahdan tersenyum getir, menyembunyikan rasa sedih dan kecewanya. Bagaimanapun ia tidak bisa memaksa dan ia harus mengikhlaskan Faskha dengan pilihannya nanti. Yang di katakan Faskha pun benar, dan dengan terpaksa ia menerima keputusan Faskha.

"Tapi, masih bisakah kita menjadi sahabat, Faskha?" tanya Zahdan, sudut matanya mulai memanas.

Faskha mengangguk pelan. "Masih bisa, Kak," ucap Faskha. "Semoga Kakak di pertemukan dengan perempuan yang lebih baik dari Faskha," lanjutnya.

"Aamiin. Makasih, Faskha."

"Sekali lagi, maafkan Faskha, Kak, Abah Kyai."

Abah Kyai menarik ujung bibirnya ke atas. "Tidak apa-apa, Faskha. Kamu tidak salah. Ini sudah lumrah terjadi pada saat lamaran. Tidak ada yang salah di sini, kami menerima keputusan kamu. Terima kasih sudah memberikan yang terbaik untuk Zahdan. Terima kasih sudah menyambut kami dengan baik," ucap Abah Kyai.

All About You (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang