1

2K 106 8
                                    

Seorang gadis keluar dari mobil sport dengan seragam sekolah berbalut jaket merah yang membuatnya terlihat begitu manis. Beberapa mata tertuju padanya, entah para gadis yang iri atau lelaki yang berkeinginan memilikinya, semua orang melihatnya dari kejauhan.

Rambut panjangnya yang tergerai lembut pada akhirnya mendarat di pundaknya. Ketika semua orang terdistraksi, tiga motor sport hitam mengkilap melewati tubuhnya dengan cepat yang membuat rambut indahnya terhempas angin. Seketika, matanya memerah. Siapa pun mereka, Sena pasti akan menginjak telinga orang itu sampai tuli.

Jangan mengira Sena adalah perempuan yang lembut. Ia menyembunyikan jati dirinya agar tidak terlihat menyeramkan bagi siapa pun. Tapi, semua orang telah mengetahui fakta tentang seorang Sena. Jika saja ada yang berani mencolek atau bahkan mencubit pipi tembemnya, ia akan membalasnya dengan membakar seluruh tubuh orang itu sampai menjadi abu yang akan ia lemparkan ke lautan lava di atas Gunung Merapi dengan memakai helikopter pribadinya.

Yeah, sesadis itulah sosok Sena Xeenia.

Tiga lelaki itu berhenti di parkiran motor. Seorang lelaki yang tingginya 185 cm membuka helm dan menggubris kepalanya sampai rambutnya tertata (meski tidak begitu rapi). Ia adalah sosok lelaki yang ketampanannya tidak terdefinisikan. Matanya tajam, lebih tajam dari silet. Rambutnya bermodel Korean Style, dengan warnanya yang hitam pekat. Untuk menjadi tampan, ia tidak melakukan perawatan. Karena sejak lahir, wajahnya sudah membuat banyak manusia terpesona. Namanya adalah Api Gahara.

Dua temannya, Nasa Maladias dan Reiga Rhodes menyusulnya membuka helm. Mereka adalah murid baru SMA Padma yang menebarkan pesona untuk mereka yang memperhatikannya.

Tiba-tiba, saat baru saja Api hendak melangkahkan kaki, Sena berdiri tepat di depan matanya. Api masih tetap bersikap datar, ia tidak peduli dengan gadis pendek di depannya itu.

"Minggir, sekarang juga," perintah Api menatapnya tajam.

Sekeras batu menimbun tahu, Sena langsung menampar Api sekuat tenaga. Tapi ternyata, Api bukan tahu; lelaki itu tidak bergerak sama sekali, ia adalah suhu!

Api menyingkirkan tubuh Sena dan berani melangkah, meninggalkan jejak tanpa dosa. Sena yang berwajah merah, sangat marah karena perlakuan Api yang membuat suasana hatinya panas. Tetapi, Reiga Rhodes menepuk pundaknya. Sena menatapnya tajam.

Sembari tersenyum miring, Reiga berbicara: "Masih terlalu dini buat elu bisa menampar Api sampai jatuh. Seribu pukulan cuma bikin kakinya mundur satu centimeter," ucap Reiga mengetuk hidung Sena seenaknya.

Sena semakin dibuat marah. Berani-beraninya mereka mempermalukan seorang Sena Xeenia di depan orang banyak. Saat hendak menyusul para lelaki itu, dua tangan mendarat di pundak kiri dan kanan untuk merangkul dan menenangkannya. Itu adalah tangan sahabatnya, Gea Eireen dan Yuna Asteria.

"Sabar, Sen. Kita bisa balas mereka di lain waktu. Urusan sama si Galda aja belum selesai, masa kita mau tambah masalah lagi? Gue takut kita kehilangan fokus, takut kita lengah, bisa-bisa, si Galda menang taruhan," ucap Gea.

"Bukan cuma kita berdua yang kena, tapi lo juga, Sen. Emang lo rela kalah cuma karena kita gagal fokus?" tambah Yuna.

Cuma sedikit emosi Sena mereda, sisanya ia lampiaskan dengan berteriak kepada tiga lelaki brengsek yang terus saja berjalan tanpa peduli pada keberadaannya.

"SEKALI LAGI KALIAN BERTIGA BERTINGKAH LAKU SEENAKNYA SAMA GUE, GUE BAKAL JADIIN KALIAN KOTORAN PREDATOR!"

Api membalikkan badannya, menatap Sena, lalu berjalan mendekatinya. Berjalan gontai dan dingin, suasana seketika hening. Tiga gadis di depan sana hanya diam melihat Api menuju hadapannya. Kini Api telah sampai tepat di depan wajah Sena, lalu ia menempelkan tangan kanannya pada pipi mulus Sena. Sedikit Api mengelus pipinya, sambil berkata: "Cewek cantik nggak pantes jadi sarang emosi. Lo punya otak, pake itu buat balas dendam. Teriakan cuma ngabisin suara lembut dari mulut lo yang kotor," desisnya. Api kembali pada posisinya, dan pergi begitu saja.

Setelah tiga lelaki itu tidak terlihat, Sena marah-marah tak keruan. Ia mencaci-maki dua sahabatnya karena tidak membantunya berbicara.

"Lo sendiri kenapa diem aja pas dia ada di depan mata lo?" tanya Gea.

"Eh ... eumm ... anu ... Gue... Gue gak tau. Pokoknya, ini salah lo berdua!" Sena mendengus sebal, sambil meninggalkan Gea dan Yuna.

"Gile lu, Poy. Baru masuk udah ngajak ribut cewek secantik dia," ucap Reiga ketika mereka sambil berjalan ke ruang kepala sekolah.

"Sebentar lagi dia bakal jadi budak gue. Dia bakal memohon sama gue dan gue bakal bikin dia malu di depan umum," balas Api.

"Jangan gitu dong, Poy. Coba sedikit berubah. Harus berapa kali sih gue bilang sama lo? Kalau cewek itu punya hak buat dihargai," sela Nasa.

"Lo bisa begitu dari pandangan lo yang punya ibu yang baik. Tapi bagi Apoy, perempuan itu gudangnya emosi dan mereka selalu sembarang memilih tempat buat melampiaskan emosinya. Lo tau sendiri, bunda dia udah bikin anaknya jadi dingin begini. Bahkan—"

"Stop! Stupid!" ancam Api sambil mencekik leher Reiga.

Langkah mereka terhenti. Tatapan Api semakin padat menatap Reiga.

"M ... Maaf, Poy," ungkap Reiga terbata-bata karena lehernya tercekik.

Api melepaskannya, lalu kembali berjalan sampai ruangan kepala sekolah yang bersih. Mereka duduk di kursi tamu. Sedangkan Kepsek duduk di kursinya.

"Kalian murid pindahan dari SMA Harvi Jakarta?" pertanyaan pertama untuk melanjutkan obrolan mereka hingga pada akhirnya Kepsek mengantarkan mereka menuju kelasnya.

Kelas 11 IPA A, adalah ruangan yang akan menjadi tempat mereka belajar. Di sana, adalah murid-murid pintar yang terpilih. Dan satu orang yang paling pintar di SMA Padma jarang sekali muncul ke sekolah. Orang itu misterius, ia hanya belajar online dengan guru-gurunya.

"Untung kita nggak sekelas sama cewek yang tadi," lega Reiga.

"Emang masalahnya apa kalo sekelas?" tanya Nasa.

"Gue yakin gendang telinga kita bakal pecah sama ocehannya," jawab Reiga.

"Baik, anak-anak. Perhatikan ke depan. Tiga laki-laki ini akan menjadi teman baru kalian di kelas ini. Mari perkenalan nama kalian, biar semuanya saling mengenali," ucap Kepsek mempersilakan.

Tangan yang masuk ke dalam saku celana, lalu maju. "Gue, Api." Singkat padat dan tajam untuk sesi perkenalan seorang Apoy. Mungkin, itu lebih baik dibanding perkenalannya tahun lalu di sekolah lama yang bahkan tidak memberitahu namanya sama sekali.

"Saya, Reiga Rhodes. Kami pindahan dari Jakarta. Tolong kerja samanya!"

"Saya, Nasa Maladias. Sahabat Rei dan Api sejak kecil. Kami harap, teman-teman semua bisa mengerti pada sikap sahabat kami yang satu ini. Terima kasih!"

Api duduk di bagian paling depan. Kursi itu sebenarnya milik seorang juara SMA Padma. Tapi karena jarang diduduki, Kepsek memberikan kursi itu untuk Api. Rei di kursi belakang Api, dan Nasa di belakang Rei.

Catatan baru mereka akan segera dimulai hari ini!

SCRIBBLESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang