7

435 36 0
                                    

Suatu malam di hari ke tujuh, Api menatap foto kedua orang tuanya. Dalam foto itu ada dirinya saat masih dalam kandungan. Hanya itu satu-satunya foto yang dimiliki keluarga itu.

Api pergi ke lantai bawah dan menemui sahabatnya, Es. Sebuah motor tua yang ia pakai untuk berjalan-jalan malam. Es adalah motor tua peninggalan kakeknya, dan seperti kebanyakan orang yang mendapat warisan, Api menjaganya dan menamainya Es.

Api menaiki dan menyalakan motor itu. Setelahnya ia pergi dari rumah sendirian. Sebenarnya Api mau keluar malam-malam bersama Nasa dan Reiga, tapi keduanya adalah anak yang disayangi oleh orang tuanya. Berbeda dengan Api, mereka tidak begitu bebas menjadi seorang remaja.

Sesampainya di tujuan, Rumah Sakit, Api menempatkan Es di tempat yang hangat. Ia menitipkannya pada tukang parkir di sana.

Ia memilih menaiki anak tangga hingga sampai di ruangan Sena. Saat Api membuka pintu, ternyata Sena sedang meminum susu.

"Selamat malam," sapa Api untuk Sena yang tengah meletakkan cangkirnya.

"Gue harus bilang berapa kali, sih? Lo itu gak usah ke sini. Buat apa coba?" Ucapan Sena seakan tidak didengar karena Api tetap maju dan duduk di sofa.

"Lo harus bilang satu miliar kali. Dan kedatangan gue ke sini buat denger lo bilang: Lo itu gak usah ke sini, sampai satu miliar kali," balas Api sambil menarik tawa kecil.

"Lo kira gue gak akan bisa? Lo salah besar. Gue bakal lakuin selagi itu bisa bikin lo jauh-jauh dari gue," timpal Sena tertantang.

Kemudian, Sena mengambil napasnya untuk menuruti permintaan Api.

Sena mulai melafalkan kalimat itu terus-menerus. Api hanya mendengarnya dan tersenyum-senyum, hingga tanpa sengaja Api tertidur di sofa itu.  Sena yang melihat Api tidur merasa sedikit kesal padanya.

Sena berdiri, mengepalkan tangannya sekuat tenaga, lalu ia beranjak dari kasurnya mendekati Api. Dengan sedemikian kencang, sedetim kemudian, Sena berhasil memukul wajah Api sampai lelaki itu terlonjak kesakitan.

"Tega banget sih, lo?" bentak Api efek terkejut.

"Kalau niat lo ke sini cuma ngajak gue bercanda, mending pergi sekarang! Gue gak butuh cowok kayak lo!" balas Sena dengan wajah marahnya.

"Terus cowok kayak gimana yang lo butuhin, hah?" tanya Api yang masih menempelkan tangannya di pipinya.

"Gue gak akan pernah butuh sama cowok ... inget itu baik-baik!" jawab Sena sambil mengetuk dahi Api.

Hebatnya, lelaki itu tetap menahan emosinya yang padahal sudah membara dari sejak awal ia menemui Sena Xeenia.

Sena menarik paksa tangan Api agar keluar dari ruangannya. Saat hendak menutup pintu, Sena berkata: "Sebentar lagi gue sembuh dan gue bakal balas dendam atas perlakuan lo sama gue hari itu. Camkan itu, Neraka!" Sena pun menutup pintu dengan kasar.

Api kaget, jantungnya belum siap dengan gertakan pintu itu. Akhirnya, Api pun pergi meninggalkannya.

Sedangkan Sena masih memikirkan apa niat Api yang sebenarnya. Tidak mungkin sesosok Api yang tadinya terus melakukan dirinya, menjadi sangat perhatian padanya. Dan sesosok Sena bukanlah seorang perempuan yang mudah tertipu, bukan juga perempuan yang mudah terpikat hanya karena rasa nyaman. Ia tahu, bahwa permainan seorang pria untuk pertama kalinya adalah mendapatkan kesan pertama yang baik dengan memberi si gadis sebuah kenyamanan agar hati ikut hanyut bersama kalimat-kalimat manisnya. Trik itu sangat kuno bagi seorang Sena.

"Tapi kalau dipikir lagi, si Neraka gak pernah bikin gue nyaman. Justru dia selalu buat gue emosi. Tapi, persetan. Gue nggak akan mudah terbawa perasaan. Meski sehebat atau semenarik apa pun caranya," gumam Sena sembari menarik napas untuk melepaskan amarahnya. Kemudian, ia berusaha untuk terlelap.

•••

Paginya, seperti biasa Api berangkat menuju sekolah bersama dengan Nasa dan Reiga.

Kelas pertama itu begitu datar, pelajaran pun tidak ada yang meresapi. Sepertinya ada sesuatu yang mengganjal di hati Api, namun ia tidak menemukan solusi untuk mengobatinya.

Nasa dan Rei sepertinya menyadari hal itu. Setelah istirahat nanti, mereka akan segera menanyakannya.

Saat Api tengah lengah, Bapak Guru memberi pertanyaan, "Kamu, Api. Apa itu proton?"

Spontan ia tertabrak gelombang kejut. Api merasa sedikit gugup. Tapi sedetik kemudian, "Proton adalah partikel subatomik, simbol p atau p⁺, dengan muatan listrik positif +1e muatan elementer dan massa sedikit lebih kecil dari neutron. Proton dan neutron, masing-masing dengan massa sekitar satu satuan massa atom, secara kolektif disebut sebagai "nukleon".

"What the f*ck?" gumam beberapa orang tercengang. Pasalnya, baru kali pertama Api diberi pertanyaan dan mereka baru mendengar jawaban yang sangat cerdas dari Api.

Kecuali Nasa dan Reiga. Mereka bahkan sudah menganggap itu adalah hal biasa. Bagaimana tidak? Api adalah satu-satunya murid terpintar di setiap jenjang sekolah. Pelajaran apa pun itu Api sudah bisa menguasainya.

Alasannya karena Api ditempa oleh seseorang yang mengasuhnya sejak kecil untuk selalu dan selalu membaca semua buku tanpa terkecuali. Meski awalnya Api tidak menyukai kegiatan itu, lama-lama Api menjadi lebih senang membaca ketimbang membuka sosial media.

Setelah pelajaran selesai, dua orang gadis, Yuna dan Gea, tiba di kelas mereka. Kebetulan, di kelas itu hanya tersisa Api, Nasa dan Reiga.

Yuna langsung menunjuk Rei!

"Lo. Lo yang chat gue di WhatsApp semalem, kan?" tanya Yuna bercekak pinggang.

"Y-Yunaaa... Jangan begitu juga. Bicara baik-baik dulu. Jangan langsung ngeluarin sifat asli lo di depan cowok-cowok ganteng ini," ucap Gea di dekat Yuna dengan suara yang pelan namun masih terdengar oleh para lelaki.

"Iya. Gue orangnya. Gue suka sama foto-foto yang lo upload di Instagram dan gue berusaha nyari nomor lo. Gue bukan orang yang gak bisa basa-basi, jadi gue langsung kirim pesan buat lo," jawab Rei dengan penuh percaya diri

"Tunggu sebentar. Terus masalahnya apa sampai lo datang ke kelas ini? Apa cuma buat negur Rei supaya nggak ngechat lo lagi? Bukannya hal semacam itu bisa lo lakuin tanpa harus membalas pesannya lagi? Kalau nggak suka, hiraukan." Tampaknya Nasa Maladias sedikit bingung.

Yuna mendekati Rei. Seperti seorang Reiga yang tidak basa-basi, Yuna memukul kepala lelaki berambut pirang itu dengan keras.

"Ad-da-dahhh... Arrgghhh!!" pekik Rei kesakitan sambil memegangi kepalanya, mengusap-usapnya agar tidak benjol.

"Woi! Apa-apaan sih lo? Apa salah dia?!" tanya Nasa sambil menggebrak meja dan menatap Yuna tajam.

"Pokoknya... lo harus tanggung jawab! Pesan-pesan yang lo kirim ke gue udah berhasil bikin gue nyaman. Jadi, gue mohon jangan hilang!" ungkap Yuna Asteria di depan Reiga Rhodes.

Entah kenapa, Rei tersipu malu. Rasa sakit yang dirasanya seketika menghilang begitu saja, digantikan oleh suatu perasaan yang menabrak gerbang hatinya secara tiba-tiba; tanpa sedikitpun basa-basi.

Api hanya diam menyaksikan drama yang dibuat mereka. Padahal, dalam hatinya, ingin sekali ia memberitahu bahwa Yuna Asteria adalah gadis perempuan yang sekelas dengan mereka saat Sekolah Dasar.

"Si-Siap! Dengan senang hati, Dewi Yuna!" teriak Reiga dengan sigap.

SCRIBBLESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang