31

133 18 1
                                    

"Om! Api berhasil dibawa sama dia! Galda berhasil menghabisi semua musuh terkecuali satu orang, Langit namanya. Dia bawa kabur Api dari sini!" ucap Galda dengan napas memburuh.

"Oke. Kamu tenang. Tugasmu saya ambil alih. Terima kasih atas bantuanmu, Gald!" jawab Ard mematikan telepon.

Itu adalah percakapan mereka tempo hari. Semenjak tahu Api telah berhasil dibawa oleh Def, Ard meliburkan pekerjaannya demi berpikir secara matang untuk membebaskan keluarganya.

Namun, yang ditemuinya hanya satu cara yaitu mengorbankan dirinya. Karena selain itu, tidak ada cara lain, semua cara akan menjadi buntu dan akan berakhir di ujung yang sama, yaitu mati.

"Kalau satu nyawa akan membebaskan tiga nyawa yang berharga. Saya akan melakukannya!" mantap Ard di depan dua temannya, Deras dan Hempas.

Dua teman SMA yang sedang bertujuan untuk menemui Ard yang telah lama menghilang. Karena akan ada reuni sekolah akhir bulan. Dan hanya Ard satu-satunya alumni seangkatan yang tidak pernah bergabung dengan alumni lainnya di sosial media. Namun, hal itu dikesampingkan setelah Deras dan Hempas tahu tentang permasalahan keluarga Ard yang menceritakan semuanya.

"Tiga nyawa berharga, harus diperjuangkan sama tiga nyawa tidak berguna, Ard! Saya siap tempur lagi. Sudah lama tidak mengasah kemampuan berkelahi," ucap Deras antusias.

"Iya, Ard. Kau masih punya kita. Dua orang yang berani mati demi sesuatu yang berharga. Masalah ini nggak jauh beda kayak dulu. Kau yang dilarang berpacaran sama Hara, dan tiba-tiba Hara hilang, diculik geng Asgara. Kita selalu berani mati, meskipun dalangnya ibumu sendiri waktu itu. Dan meski sekarang dalangnya adalah istrimu yang punya perlindungan dari presiden, kita nggak akan gentar, Ard!" sambung Hempas.

"Saya tau, Pas. Cuma yang saya khawatirkan adalah, bagaimana nasib ibu sama bapak saya setelah saya mati? Mereka akan terpukul. Apalagi kalau mereka tau kematian saya adalah berjuang demi kebebasan mereka, mereka akan merasa malu dan terpental mentalnya karena menganggap diri mereka tidak berguna. Apalagi, anak saya, yang sekarang sudah dewasa. Dia belum pernah ketemu saya. Kalau dia bertemu saya dalam keadaan saya mati, dia akan menjadi lelaki yang paling tersakiti di muka bumi. Dia belum pernah saya peluk sekalipun, Pas, Der." Ard mencoba menjelaskan, membuat pikiran dua temannya menjadi lebih runyam.

"Kalau begitu caranya, sama saja saya bukan membebaskan, tapi menambahkan mereka beban hati dan pikiran. Mungkin mereka akan berpikir: lebih baik hidup di penjara selamanya asal mendengar kabar anaknya baik-baik saja, daripada harus bebas namun anaknya mati tertindas realitas," bebernya.

"Cukup, Ard. Kalau begitu. Biar saya sama Mpas yang mengatasi ini. Walaupun-" ucap Deras terpotong.

"Diam, Der. Ini bukan masalah kalian. Kalian juga punya istri, anak, keluarga. Jangan campuri urusan saya. Itu hanya akan membuat masalah menjadi lautan tangisan. Saya bisa tersenyum setelah kebebasan orang tua dan anak saya. Tapi keluarga kalian. Keluarga kalian akan terpuruk karena kehilangan orang penting dalam keluarga seperti kalian. Keluarga saya cuma tiga nyawa. Sedangkan keluargamu, Der, banyak sekali. Apalagi kau, Pas. Adikmu banyak. Pikirkan itu, kawan. Ayolah, jangan egois. Otak kita diciptakan untuk berpikir. Dan saya selalu yakin bahwa setiap ruangan punya celahnya, tanpa harus menghancurkan bagian lain untuk mencapai ruangan tersebut," kata Ard yang lagi-lagi membuat Deras dan Hempas berpikir ragu.

Ard meneguk tipis kopi hitamnya. Menyalakan rokok, mengepulkan asapnya, melihat dua temannya yang tengah kebingungan, lalu masuk ke dalam lekukan sel-sel otak, mengulik lebih dalam tentang kemampuan berpikirnya. Agar harapannya tergapai, meski perlahan-lahan.

•••

Sebenarnya Def tidak pergi ke Spanyol, ia hanya datang ke rumahnya yang lain untuk bertemu dengan kekasihnya, Mark Cardlion, sosok muda yang berhasil menjabat menjadi Presiden Amerika Serikat.

[Percakapan ini menggunakan bahasa Inggris yang diubah menjadi bahasa Indonesia]

"Apa yang kamu mau, Sayang?" tanya Mark mendekati Def sambil membuka jaketnya.

"Aku takut suamiku, Ard, akan membunuhku karena menyandera anak dan orang tuanya. Sedangkan aku mau selain orang tuanya, anaknya juga bisa menghasilkan uang buat aku. Tapi, seorang Ard adalah sosok genius yang cepat atau lambat akan menemukan cara untuk mendapatkan keinginannya," jawab Def, menaruh tasnya ke kasur, duduk, menatap langkah Mark yang mendekatinya sambil membuka kancing bajunya satu per satu.

"Tidak perlu khawatir, Sayang. Aku akan menjaga kamu meski lawannya adalah Ard si Mata Peluru. Tapi, bukan berarti aku takut menghadapi orang itu secara duel. Aku hanya takut, semua rahasia gelapku disebarluaskan olehnya. Kamu tahu sendiri, dia itu hampir bisa mengetahui semua latarbelakang kehidupan orang lain. Itulah yang ditakutkan oleh para petinggi dunia dari seorang Ard si Mata Peluru."

"Kalau aku mati sama dia, apa yang akan kamu lakukan, Sayang?" tanya Def.

"Aku sudah berjanji padamu untuk menghukum mati siapa pun yang membunuhmu."

"Benar, ya, Sayang?" tanya Def meyakinkan dirinya yang tengah ketakutan.

Mark memeluk Def, tubuhnya telah terlihat, begitu kekar. Menidurkan tubuh Def dan menatap wajah wanita cantik itu dari dekat. Membuat Def tak bisa bergerak, menatap wajah Mark, Def merasa tenang. Setelahnya adalah adegan-adegan yang tidak sepatutnya saya beri tahu. Karena kita semua pasti sudah tahu apa ending dari pertemuan mereka.

:)

•••

"Saya akan datang ke rumah Def besok. Kalian kalau mau pulang, silakan pulang. Selamatkan diri kalian sendiri. Kalau tidak mau ada masalah dalam kehidupan kalian, tidak perlu ikut campur masalah orang lain," ucap Ard kepada Deras dan Hempas.

"Tapi kau bukan orang lain bagi kami, Ard. Kau sudah seperti kakak kami sendiri. Dan pantang bagi kami pulang kalau kami tidak menggandeng tanganmu ke acara reuni. Semua orang sudah menanti kedatangan kau selama bertahun-tahun, Ard. Kita harus pulang bersama!" timpal Deras menepuk pundak Ard. Meyakinkan Ard bahwa semua akan baik-baik saja.

Meski begitu, perasaan Ard selalu dibaluti rasa tak nyaman. Ada beberapa potongan rasa yang enggan mengiyakan. Ia tahu bahwa temannya bisa membantu, tapi ia tidak mau menanggung risiko dari terjadinya hal-hal buruk. Bukan hanya keluarga Deras dan Hempas yang menangis, tapi juga dirinya. Ard, akan sangat terpukul keras karena melihat dua teman lamanya menutup mata di depan matanya yang terbuka.

Meski beberapa kali Ard menolak permintaan mereka, dua temannya itu batu sekali.

"Kami memaksa, Ard. Kalau kami berdua mati, kalau kau merasa tak nyaman karena kematian kami, bunuh dirimu sendiri dan susul kami. Tujuan kita cuma satu, yaitu menyelamatkan orang tua dan anakmu. Maka dari itu, terimalah tawaran kami. Kami berdua yakin, kita akan baik-baik saja. Itu pasti!" bantah Hempas memekik keras agar Ard mengerti.

"Apa alasan kalian berani mengorbankan nyawa demi keluarga saya?" Ard menatap kedua temannya yang tersenyum; cengengesan.

"Ada apa? Apanya yang lucu? Kenapa kalian tertawa? Saya bertanya betul, lho!" tanya Ard kebingungan.

SCRIBBLESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang