8

367 41 0
                                    

Entah sudah berapa hari Sena terkurung di ruangan membosankan itu. Namun, malam ini Sena sudah sembuh dan dokter sudah mengizinkannya untuk pulang.

Hara telah menunggu anaknya keluar. Tatapan mereka pun bertemu di satu titik. Tapi, Sena memilih mengacuhkan dan berjalan sendiri menuju keluar.

"Sen... Sena... Tunggu Mama dulu, Sayang!" panggil Hara sambil berjalan cepat hingga ia bersampingan dengan Sena.

"Kenapa Mama biarin cowok itu hidup? Dia udah gak pantes jadi cowok karena nggak bisa menghargai cewek. Setidaknya minta maaf buat sedikit meredakan emosi. Tapi, bikin tenang pun enggak sama sekali," ucap Sena terus berjalan.

"Mama sudah nggak mau jadi wanita kejam lagi. Mama mau berusaha jadi wanita yang mencoba sabar, ikhlas, dan menerima kenyataan. Sudah banyak laki-laki yang kamu aniaya, penjara, bahkan sampai menjadikan mereka pijakan kakimu."

"Mama udah gak sayang sama Sena?" tanya Sena menatap Hara di belakangnya.

"Bukan begitu, Nak. Ibu mana yang tidak sayang anaknya? Mama sayang sama Sena. Tapi, tampaknya, Mama terlalu memanjakan Sena sampai kamu menjadi keterlaluan. Mama takut tidak ada lagi laki-laki yang mau hidup bersama bareng kamu. Karena satu hal yang mesti kamu tahu. Manusia selalu butuh manusia," jawab Hara menghentikan langkahnya.

Sena hanya mendengar ucapan itu sambil berjalan.

"Sena," panggil Hara.

Sena berhenti dan menghadap kepada Hara.

"Mama mau punya satu permintaan."

"Apa?" jawab Sena cuek.

"Maafkan lelaki yang kamu sebut Neraka itu. Atas nama dia, Mama mewakili... Tolong maafkan kesalahan dia. Mama mohon!" mohon Hara sambil bertekuk tubuh sembari merangkul tangan Sena.

"Ma-Mama! Mama nggak perlu begini. Buat apa? Kenapa Mama jadi begini? Apa yang dia omongin sama Mama sampai Mama memohon sama aku cuma buat dia?" tanya Sena lalu menuntut Hara untuk berdiri.

"Tujuan Mama cuma satu. Mama mau kamu menghapus semua kebencian terhadap laki-laki. Ayahmu pergi bukan karena kemauannya, bukan juga karena kemauan Mama. Ayahmu pergi karena sudah takdirnya, bukan karena seharusnya. Makanya, Mama sebagai perasaan Ayah, mau menyampaikan bahwa Ayah pun begitu mencintaimu. Ayahmu yang sebenarnya tidak pernah pergi...," kata Hara menempelkan telunjuknya ke dada Sena.

"Dia selalu ada di sini. Selalu ingat itu baik-baik anak perempuanku."

Baru pertama kali. Pertama kalinya kalimat Hara menusuk urat nadi sampai menembus hati Sena. Hingga gadis itu pun meneteskan air matanya. Entah apa yang Sena rasakan sekarang, rasanya sangat hangat. Pelukan itu benar-benar terasa hangat.

"Sekarang aku paham. Kebencian dimulai dari diri sendiri yang tidak ingin mencoba untuk memahami perkataan orang lain."

Meski sedikit ragu, Sena membalas pelukan Hara.

Mereka pun berangkat menuju rumah. Suatu rumah mewah yang dihuni oleh anak dan ibu dan pegawai-pegawai rumahnya.

Hara membuka pintu ruang makan. Sena sangat-sangat terkejut melihat ada seorang lelaki di ruangan itu sedang memasak. Lebih parahnya lagi lelaki itu adalah Api. Sena langsung mendekati Api sambil mengepalkan tangannya.

Plak!

"Berani-beraninya lo datang dan masuk ke rumah gue! Dapet izin dari siapa lo? Tau dari mana kalau ini rumah gue?" bentak Sena setelah menamparnya.

Api diam, lalu menatap Hara yang nyengir sambil mengusap pundaknya.

"Sena, kamu sabar dulu. Api ke sini suruh Mama, kok. Mama yang minta Api datang supaya masak buat kamu," ucap Hara membuat Sena menengok kepadanya.

"Mama ini keterlaluan banget, sih? Kalau cowok udah diterima sama keluarga cewek, dia bakal seenaknya datang ke rumah dan seenaknya ngajak cewek jalan dan seenaknya juga laporin apa kegiatan cewek yang semestinya orang tua nggak tau. Aku nggak mau hidup aku dirampas. Karena kita selayaknya manusia hidup selalu punya hal yang harus dirahasiakan," balas Sena.

"Heh... Pikiran kamu ini liar sekali. Mama percaya kalau Api enggak seperti lelaki lain yang pernah kamu temui dan ketahui," jawab Hara sambil duduk dan meminum teh.

"Kamu ini enak sebenarnya, Nak. Beruntung bisa didekati laki-laki setampan Api. Beruntung bisa dipedulikan laki-laki seperti Api yang sebenarnya dingin. Seharusnya kamu bersyukur karena kehadirannya, bukan malah merasa terganggu," tambah Hara yang masih memakan kacang.

Hara berdiri sembari mendekati lukisan wajahnya semasa SMA dulu.

"Waktu itu...."

Hara berlari dari gerbang sekolah saat baru saja pulang. Ia mengejar seorang lelaki berambut ikal lurus dan bergelombang yang sedang dikerumuni oleh banyak gadis yang berjalan di belakang lelaki itu. Hara mencoba untuk menerobos, setelah berhasil menerobos dan membuat banyak gadis menatapnya dengan tatapan tidak suka, Hara menghentikan langkah lelaki itu.

"Ard! Tunggu dulu. Aku mohon. Biarkan aku mengucapkan segala yang terpendam selama ini. Apa pun reaksimu, aku sudah benar-benar siap menanggapinya. Kalimat ini bukan cuma sebatas catatan yang tiba di ujung mimpi. Aku mohon. Sekali saja dengarkan perasaan aku. Aku sungguh-sungguh dengan cintaku. Aku sudah sangat ingin memberimu ketulusan yang paling serius. Oleh karena itu, terimalah aku seperti kau menerima anugerah Tuhan. Karena mungkin didatangkannya aku di sini adalah anugerah dari Tuhan supaya bisa kau jaga. Di depan semua orang, aku ingin mengungkapkan fakta, bahwa aku telah dan akan selalu mencintaimu, Kama Ardhana!" ungkap Hara lalu menundukkan kepalanya.

Semua orang tercengang. Tapi kembali berwajah biasa karena tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Ard melihat Hara. Bukan wajahnya, tetapi rasa percaya dirinya. Ard menghargai usaha Hara mengungkapkan perasaan. Tapi sayangnya Ard hanya melewati Hara tanpa jawaban sepatah kata pun.

Sejak saat itu, Hara mulai menjadi objek candaan bagi anak-anak sekolah. Ia benar-benar dibully habis-habisan oleh semua orang termasuk musuh yang paling membencinya.

"Seharusnya kamu bisa menerima ketulusan yang datang menyapamu hari ini, Sen. Bukan malah menghiraukannya, itu keterlaluan. Bersyukurlah karena ada yang mau berjuang mendapatkan hatimu. Sebelum semua orang tidak tertarik padamu karena kebencian yang tumbuh dalam dirimu itu," ucap Hara memegang tangan Sena dan menjulurkan tangan Sena ke hadapan Api. Sena hanya melihat tangannya menunggu balasan.

Api pun menerima jabatan tangan yang disodorkan oleh Hara.

"Api Gahara," kata Api menatap Sena.

Sena menatap Api. Mungkin sudah waktunya untuk Sena menerima kenyataan, mencoba perkenalan, melakukan perlawanan, memberi balasan, dan mengubah perasaan untuk sebuah perubahan.

Sambil menutup mata, Sena menarik napas berat. Kemudian ia menatap Api dengan serius.

"Sena Xeenia!"

Hara yang melihat anaknya menjawab seperti itu seketika tersenyum senang. Secercah harapan sudah muncul untuk menerangi kegelapan yang menyelimutinya selama ini. Semoga semua yang aku lakukan akan membuahkan hasil demi mengubah masa depan anakku menjadi lebih berwarna. Untukmu pria yang bernama Api, maaf dan terima kasih karena telah berhasil bernegosiasi dengan putri kesayangan saya. Senang bekerja sama dengan Anda.

SCRIBBLESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang