25

160 18 1
                                    

"Sena diculik!" Suara Reiga memekik hingga bergema di telinga Api.

Jantung Api berdetak seperkian detik sekali, sangat cepat. Ia belum bisa merespons Reiga. Secara tiba-tiba, benaknya ketakutan, takut Sena kenapa-kenapa. Rupa mana yang berani mati karena telah menyeretnya untuk beraksi? Api mengepalkan tangannya. Logikanya tidak memungkinkan untuk memulai malam ini juga.

"Kita beraksi besok pagi. Malam ini, kita cari informasi lain. Sambil mengumpulkan info, pinta seluruh mantan anggota geng Evolusi datang ke rumah gue malam ini juga. Bilang kalau ada peperangan besok!" tandas Api, melangkah masuk ke dalam rumah.

Api berganti pakaian. Memakai kaos polos putih, jaket denim hitam,—mempunyai bolong-bolong di bagian tertentu—memakai celana jeans robek-robek di bagian lutut dan paha, kemudian sepatu Converse berwarna hitam. Wajahnya, kini berubah menjadi sangat menyeramkan sekaligus terlihat menonjol seperti ketua-ketua geng.

"Lo mau ke mana, Poy?" tanya Nasa melihat Api yang perlahan menuruni anak tangga. Membawa kunci motor sportnya.

"Kasih tau gue, siapa yang ngasih tau lo tentang ini?" Api bertanya, sambil berjalan keluar pintu rumah.

"Yuna," jawab Nasa.

Api mendapatkan jawaban. "Lo urus anak Evolusi. Soal informasi, biar gue yang tangani. Kita begadang malam ini!"

Reiga dan Nasa menyikapi. Membiarkan Api pergi.

Angin malam mendorongnya menuju rumah Yuna. Saat itu masih sekitar pukul delapan malam. Di motor, Api tak berhenti memikirkan Sena. Ia tidak ingin psikis Sena akan terganggu lebih parah dari kehidupan sebelumnya. Ia sangat tidak berharap Sena akan lebih membenci laki-laki dari kehidupan sebelumnya. Namun, Api menghempas pikiran buruk itu. Ia tidak akan membiarkan segalanya terjadi terlalu jauh.

Api tiba di halaman rumah Yuna. Meneriaki nama Yuna sampai terdengar hingga ke kamar Yuna. Gadis itu kemudian duduk dari tidurnya, lalu berdiri dari duduknya.

"Suara siapa itu?" Yuna bertanya. Menebak. Ia takut seseorang akan menculiknya dan menyekap dirinya bersama Sena. Tapi, dengan begitu, Yuna berpikir bisa bersama dengan Sena dan berusaha membebaskan diri bersama-sama. Setidaknya, Sena tidak sendirian.

Dengan hati-hati Yuna membuka gerbang. Namun, perasaan tegangnya berkurang dan menjadi tenang ketika melihat bahwa Api yang meneriaki namanya.

"Api?"

"Di mana terakhir kali kalian main?" tanya Api tanpa berbasa-basi.

"Taman Halo," jawab Yuna langsung paham. Api telah mengetahui apa yang terjadi dari informasi yang diberikannya kepada Reiga.

"Apa tujuan kalian ke sana?"

Jantung Yuna berhenti. Seketika terdiam. Dasar situasi genting, Yuna akhirnya berkata jujur bahwa ia dan Gea ke sana hanya untuk memenuhi permintaan Ara.

"Coba lo pikir, Yun. Cuma karena dia mau minta maaf sama Sena, dia harus bayar lo satu juta. Apa itu logis?" tanya Api. Pikirannya mulai terbuka untuk membedah apa yang terjadi.

"Tapi yang menyetujui permintaan Ara bukan gue, Api. Gea. Dia yang menyetujui permintaan Ara," Yuna mencoba mengelak. Ia tidak ingin terpuruk karena rasa sangat bersalah.

"Sekarang bukan saatnya saling menyalahkan. Cukup kasih tau gue di mana rumah si Ara itu."

"Gue nggak tau di mana rumahnya."

Api mendengus sebal. "Siapa yang tau?"

"Galda. Dia mantan pacar Ara sebelum Langit. Dia pasti tau di mana rumahnya. Kalau lo butuh sekarang, gue telpon dia."

SCRIBBLESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang