Sebenarnya Windy bukanlah tipe yang berjiwa sosial. Dia justru cenderung cuek dengan sekitar. Karena itu kesan pertama Sandi untuknya adalah cewek dingin. Namun, setelah mengenal lebih jauh watak seorang Windyani, Sandi mengerti kalau pacarnya itu tidak akan diam saja jika orang yang dia respect, tersakiti. Dalam kasus ini tentu maksudnya adalah Ayumi.
Bagi Windy, Ayumi sangat berjasa di kehidupan perkuliahannya. Mereka sudah berteman dari jaman ospek. Ayumi cukup friendly untuk memberi pengaruh positif pada Windy. Dari si apatis menjadi lebih proaktif. Lantas setelah semua itu, tidak mungkin Windy akan abai menyaksikan temannya diperlakukan secara tidak adil karena sebuah kesalahpahaman.
Kalau sudah begini juga Sandi tidak bisa melarang Windy. Sekarang yang bisa lelaki itu lakukan sebagai pacar hanyalah menemani Windy menuntaskan semuanya. Sekaligus mengontrol keadaan supaya apa yang disampaikan gadisnya nanti tidak akan menimbulkan masalah lain lagi.
"Bener tuh ada. Yuk samperin," ajak Windy begitu membuka pintu Hoca sore itu.
Keduanya memang bertekat mencari Jevando dari selesai kelas terakhir tadi. Windy berasumsi Jevando mungkin masih nongkrong di sekitaran kampus. Jadi pilihannya adalah kantin atau kafe, sebagai spot favorit semua mahasiswa. Mulai dari kantin jurusan, kantin fakultas sampai akhirnya kafe yang terdekat dari kampus. Dan benar saja, Jevando ada di sini bersama dua orang temannya, Mario dan Aksa.
Dalam langkah mantap, Windy lalu menghampiri perkumpulan ketiganya. Dia menarik sebuah kursi di meja lain kemudian dengan sengaja menduduki diri tepat di sebelah Jevando.
"Misi ya, boleh join bentar?"
Basa-basi karena toh walaupun satu penghuni meja menatapnya aneh. Windy sudah lebih dulu duduk tanpa persetujuan mereka. Sementara Sandi tersenyum sungkan sebelum ikut duduk juga di samping kekasihnya.
Sandi memperkenalkan diri demi kesopanan, "Sorry ya, gue Sandi."
Mario dan Aksa menyambutnya dengan santai. Sedang tatapan Windy hanya tersorot di satu titik, Jevando. Gadis itu bersuara dalam ekspresi datar andalannya.
"Gue Windy, temennya Ayumi."
Jevando bereaksi malas, "Gue udah nggak ada urusan lagi sama Ayumi."
"Kalau gitu gue yang masih ada urusan sama lo," balas Windy. Satu meja hening, tahu kalau sesuatu yang serius tengah berlangsung di sini.
Jevando masih bersikap ogah-ogahan menanggapi. Jadi Windy memutuskan untuk straight to the point.
"Lo musti dengerin ini karena lo baru aja ngelakuin dua kesalahan besar. Pertama, Ayumi sama Hasbi nggak temenan cuma kebetulan satu komunitas aja dulu. We even refuse to be called him as our friend."
Fakta pertama dilontarkan Windy secara gamblang. Jevando hanya mendengarkan tanpa ekspresi.
Windy pun melanjutkan, "Yang kedua, gue gak tau Ayumi ngomong apa ke Maudy pas acara gatherings hari itu, tapi yang jelas, Maudy baru mau jujur tentang semuanya ke lo setelah Ayumi ngomong sama dia. So, you know what? Kalau bukan karena Ayumi, sampai sekarang lo mungkin masih dibego-begoin sama mantan tersayang lo itu."
Now all of the truth has been spoiled. Kali ini Jevando termangu. Semua yang dikatakan Windy benar-benar membuatnya terdiam.
"Apa yang gue omongin barusan adalah fakta. Kalau lo gak percaya lo bisa nanya ke semua orang yang ada di komunitas. Dan alasan kenapa gue mau repot-repot ngejelasin ke lo? Karena ini gak adil buat Ayumi. Dia nggak salah."
Windy menghela napasnya memberi jeda di tengah keheningan yang mengisi sejenak. Tak lama dia bersuara lagi, "Satu-satunya kesalahan yang udah Ayumi lakuin, cuma bisa-bisanya dia suka sama orang kayak lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Neophyte
FanfictionTidak sengaja terlibat sebagai objek sosial eksperimen beberapa kali, Ayumi jadi menyadari kalau Jevando itu orangnya baik. Written on: Feb 5, 2022 - June 13, 2022. ©RoxyRough