🍁 Aksi Preventif

2K 383 69
                                    

What if you see someone trying to commit suicide?

Jevando membawa langkahnya pelan. Melewati himpunan orang-orang yang berlalu-lalang di selasar gedung PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) kampus. Lalu dia berhenti di salah satu bangku umum yang terletak paling pojok. Duduk sendirian sembari menggulir layar ponsel. Mengecek pesan dari aplikasi berlogo hijau dengan simbol W itu.

Ini adalah jam enam sore. Kegiatan kampus bisa dikatakan sudah resmi berakhir dari sejam yang lalu. Jadi hanya ada beberapa manusia saja yang masih berkeliaran di sana. Kebetulan Jevando itu ikut UKM research community dan agenda mereka baru saja selesai tadi.

Niatnya Jevando memang mau langsung pulang, tapi ia punya kebiasaan mengabaikan ponsel saat sedang rapat, sehingga baru sekarang dia bisa memeriksa pesan yang masuk. Takutnya ada yang penting.

Selagi Jevando masih sibuk membaca pesan di ruang obrolan itu, tiba-tiba ada seorang gadis menempati sisi ujung dari barisan bangku yang sama. Jevando tak begitu mengindahkahkan. Hanya sekilas melirik.

Sang gadis memasang raut sedih. Sesekali ia menengadah. Menghirup napas dalam lalu menghembuskannya dengan kasar. Dan berulang terus begitu. Sampai kemudian ia mengangkat ponselnya ke sebelah daun telinga. Mungkin ada yang menelepon.

"Halo, Kak? Iya maaf aku baru bisa jawab sekarang. Tadi aku lagi ngajuin proposal magang tapi ternyata di tolak. Padahal aku udah sampai bergadang dari dua minggu yang lalu buat bikin itu tetep aja hasilnya gini," ujarnya lalu mengusap wajah dan menyugar rambut lelah, "capek banget..."

Ada jarak lumayan lebar di antara mereka. Sejujurnya Jevando tidak terlalu kepo dengan si orang asing itu dan lagi pula kala itu dia sudah selesai perkara memeriksa chat. Jevando bermaksud berdiri, hendak pergi. Namun suara gadis itu menahan gerakannya.

"Tunggu, Kak, g-gimana...?" intonasinya merendah, terdengar agak bergetar, "kok putus? Kak, aku lagi depresi gara-gara proposal loh, bisa nggak kamu jangan nambahin beban pikiran aku dulu? Hah? Capek? Kak, aku lebih capek sekarang. Kok egois sih? Kamu yang—hey, tunggu! Kak?! Astaga ya udah maaf aku yang salah. Udah ya, kita jangan putus dong—h-hallo...? Kak?!"

'Yah, putus deh tuh.' -batin Jevando.

Simpati, ditolehnya ke sebelah. Gadis itu sekarang sudah menunduk. Ponselnya terlepas dari daun telinga. Berganti dengan kedua tangan yang menumpu kepala. Menjambak rambutnya sendiri.

Jevando merogoh saku jaketnya. Mencari tissue yang mungkin ada ia selipkan di dalam sana. Untungnya, ketemu. Bermaksud hendak menyodorkan benda itu, si gadis tiba-tiba mengangkat kepalanya, ia merogoh tas. Mengobrak-abrik isi di dalamnya. Tak lama ia mengeluarkan sebotol wadah plastik.

Jevando mengernyit. Tak mengerti niat dari sang gadis, sampai kemudian perempuan itu bergumam lirih namun terdengar cukup yakin, "Fuck my life. Lebih baik gue mati aja."

Maka tepat saat dia menumpahkan isi botol—yang ternyata adalah tablet obat—di satu genggaman tangan, lalu membuat gesture seolah akan menelan semuanya, Jevando langsung bergerak refleks menghentikannya.

"Weh, stop!"

Lelaki itu menarik paksa lengan sang gadis menjauhi bibirnya. Membuat beberapa tablet di genggamannya tercecer dengan sukses ke jalanan. Setelahnya Jevando bisa dengan jelas melihat paras gadis itu. Pupil Jevando membulat begitu netra mereka bertatapan. Doi yakin ia pernah bertemu dengan lawan bicaranya itu. Tapi ingatannya samar.

Gadis itu, yang sejatinya adalah Ayumi, juga sama kagetnya mengetahui jika Jevando lagi-lagi secara tidak sengaja menjadi 'objek' kali ini. Mencoba untuk tetap profesional, Ayumi bergegas mengalihkan atensi si lelaki dengan memberontak kecil disertai seruan pula.

[✔️] NeophyteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang