2. Trauma

972 112 10
                                    

Ketika terima itu perlahan mulai terhapus kini harus kembali terulang.

.
.
.
.

"Bunuh aku bersama embrio ini, Jisung,"

Jisung terdiam di tempat, begitu juga renjun yang sudah memakai sarung tangan, renjun tersenyum, baru kali ini ia menemukan pasien seperti chenle, pasien yang berusaha mempertahankan bayinya.

Sepi, jisung belum juga berbuat atau berkata apapun, chenle memejamkan matanya, mengelap semua air mata yang sudah lelah untuk ia keluarkan. Ia sudah pasrah atas apa yang akan terjadi, meski masih terbesit di hatinya bahwa Jisung akan membatalkan aborsi ini.

"Permintaan di tolak, lakukan tugasmu dengan baik Renjun," final jisung.

Chenle kembali membuka matanya yang lemah, "Untuk apa aku hidup jika aku sendirian, Jisung?,"

Jisung tersenyum, ia berjalan keluar, entah kemana jisung pergi namun beberapa menit kemudian jisung kembali dengan berkas di tangan kanannya, jisung melempar berkas itu ke arah chenle.

"Kau tidak boleh mati, kau harus membayar hutang ayahmu kepada perusahaan ku."

"A-apa?! Ayah tidak pernah mempunyai hutang, Jisung."

"Oh ya? Tentu saja ia tidak memberitahu mu, sekrang aku yang memberitahu," jisung mencondongkan badannya ke chenle, "Bayi ini tidak boleh lahir, Karena kau akan membayar semua hutang ayahmu dengan tubuhmu, aku yang mengurus penjualannya,"

Chenle terdiam kaku, apa barusan dia tidak salah dengar? Apakah sekarang chenle baru mengetahui bahwa yang ia nikahi adalah iblis?

"YAK PARK JISUNG—,"

"Jalankan tugasmu Renjun,"

"Baik,"

Apa? Pasrah? Bolehkan chenle merasa bahwa Doanya tidak sampai ketuhan? Sungguh kusut hati dan pikiran chenle, hatinya hancur mendengar semua perkataan jisung, nyatanya apa yang ia pertahankan selama ini salah?

Chenle hanya menginginkan keluarga yang bahagia? Jika bukan bersama jisung seharusnya chenle bisa menerima itu, bukan kah chenle tidak mencintai jisung? Tetapi mengapa chenle malah melakukan hal bodoh? Berharap bahwa jisung akan berubah dan mencintai dirinya?

Apakah Chenle sangat bodoh disini?

Apakah semua ini karena ulah chenle? Bukan kah tidak apa jika melakukan pernikahan dua kali yang penting bahagia?

Ternyata selama ini Chenle salah.

Renjun menancapkan jarum suntik ke chenle, membiusnya, membuat pemuda manis itu perlahan tidak sadarkan diri, kini Renjun akan menjalankan tugasnya.

"Maaf, Chenle. Maaf Adek bayi,"

Gelap.


















Remang...

"Jisung, bayi kita lahir...."

Senyuman yang terukir di bibir chenle sangat manis, mata indah miliknya tidak lepas dari sosok kecil yang baru saja hadir di dunia ini dengan perantara tubuhnya. Bayi yang selama ini ia tunggu.

"Jisung?," Chenle melepas maniknya dari sang bayi, menatap sosok suami yang kini tengah terduduk di hadapannya, pria bertubuh tinggi itu menunduk.

"Jisung, anak kita lahir, tidak mau kah engkau melihatnya?,"

Diam, lelaki tinggi yang chenle ajak bicara masih diam dalam duduknya. Chenle tersenyum, meraih tangan jisung dan menautkan jari-jarinya.

VIOLET [Jichen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang