.
.
.
.
.
.
.
.Kebahagiaan, aku selalu menunggu kapan giliranku merasakan itu.
— Zhong Chenle..
.
.
.Harus kah aku bertahan?
Nama manis itu terus memikirkan pertanyaan yang muncul dalam benaknya, tubuhnya kini sedang terendam dalam bak mandi yang di penuhi oleh busa, chenle— tentu masih memikirkan bagaimana jika anaknya terlahir di dunia ini, apakah sang anak akan merasakan apa yang chenle rasakan? Tapi satu hal yang chenle sudah niatkan ketika ia mengandung anaknya, yaitu menjadi orang yang sangat sayang kepadanya.
Bukan tanpa alasan chenle menaruh obat perangsang ke minuman jisung kala itu, ia melakukan itu agar jisung tidak menceraikan nya, cukup, cukup disana kebodohan chenle. Chenle tidak berfikir jika jisung menceraikan nya ketika anak itu lahir yang berujung menyakitkan sang anak.
Tidak menimbulkan luka bagi chenle?
Apakah jika anak itu lahir chenle akan terluka setiap kali melihatnya? Chenle tidak tahu, kepalanya terasa sangat berat sekarang di tambah rasa nyeri di perutnya.
Chenle yakin bahwa nama imut yang menggugurkan bayinya adalah sub, namun mengapa ia sangat mudah melakukan hal itu? Apakah ia sudah terbiasa? .
"Chenle"
Panggil seseorang yang membuka pintu kamar mandi, chenle kembali membuka matanya, namun tidak menatap ke sang pemanggil nama, chenle sudah kenal betul dengan suara itu, siapa lagi kalau bukan orang yang merenggut bayinya?
Jisung— lelaki bertubuh tinggi itu berjalan mendekati bathub dan duduk di tepinya sambil membawakan chenle handuk. Sial, bahkan dengan mudahnya ia masuk ke dalam kamar mandi ini yang jelas jelas chenle berada di dalam tanpa busana.
"Sudah, jangan terlalu lama, dingin, tidak baik untukmu," Ujar jisung dengan lembut.
"Mengapa kau peduli?," Tanya chenle pada akhirnya, meskipun tatapan chenle masih mengabaikan jisung.
Jisung menaruh handuk chenle ke meja keramik yang terletak di samping bathub, "Aku tidak ingin menceraikan mu dalam keadaan kau sakit, kau pasti membutuhkan banyak tenaga untuk bertahan hidup setelah itu—"
"Aku tidak ingin bertahan hidup, Jisung!," Omongan jisung langsung di tepis oleh chenle, baiklah kali ini balasan jisung hanyalah sebuah senyuman.
"Tidak masalah, akhiri hidupmu setelah bercerai dengan ku, tetapi saat masih bersamaku jangan pernah coba-coba karena itu akan sangat merepotkan ku,"
Jisung adalah orang terpandang, bagaimana tidak? Cabang dari perusahaan jisung sudah tersebar di berbagai ibu kota, Jisung juga dikenal dengan CEO yang tampan, baik hati, bijak sana dan yang pasti tajir melintir.
Bagaimana jika kabar bunuh diri chenle dapat merusak karirnya? Tentu saja! Para pers mungking akan meliput informasi yang mungkin akan merusak reputasi jisung.
"Setelah kau sembuh aku akan segera menceraikan mu, seterah kau ingin hidup atau tidak setelahnya, dan untuk hutang ayahmu—itu benar, kau tidak perlu membayarnya. Aku baik kan?,"
"Kau jahat," Chenle seger bangkit dan memakai handuk itu di depan jisung tanpa merasa malu sedikit pun.
"Kau membenciku?," Tanya Jisung kembali.
Chenle menatap jisung dengan tatapan yang tajam, "Sangat," setelah mengucapkan itu chenle segera berjalan menuju kamarnya, meninggalkan jisung sendirian di kamar mandi.
.
.
.
.
.
.
."Sungchan?,"
Nama manis itu tertegun kala melihat seseorang yang ia sangat rindukan berada di depannya, bagaimana bisa? Malam ini sudah menunjukan pukul 7, dan jisung belum pulang dari kantornya, katanya akan ada rapat penting dan kemungkinan jisung akan pulang sangat larut.
![](https://img.wattpad.com/cover/311230712-288-k438532.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLET [Jichen]
Fanfiction"𝐕𝐢𝐨𝐥𝐞𝐭, 𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚 𝐢𝐧𝐢 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐬𝐞𝐭𝐢𝐚𝐚𝐧, 𝐚𝐤𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐤𝐮𝐤𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐦𝐮,"- 𝐏𝐚𝐫𝐤 𝐉𝐢𝐬𝐮𝐧𝐠 Kisah kehidupan pernikahan Jisung Dan Chenle yang berawal dari sebuah perjodohan...