"kau hamil?,"
Jisung baru saja menyelesaikan urusan kantornya, ternyata hal semacam ini memakan waktu hingga dua bulan lamanya, agar jisung benar benar yakin bahwa masalah kantornya sudah selesai.
Alasan Jisung melakukan itu adalah karena rasa peduli yang jisung miliki, dia bisa saja membiarkan perusahaan karena toh ia akan meninggalkan dunia ini. Tapi jisung peduli, yang dirugikan jika perusahaannya bangkrut atau berjalan tidak stabil bukanlah dirinya seorang, namun seluruh karyawan disana, terlebih banyak karyawan yang sudah lama berjasa.
Setibanya dirumah jisung sedikit tersentak dengan benda pipih yang kini ada di tangannya, menatap Chenle dengan tidak percaya. Istrinya hamil?
Ya, Minggu lalu jisung melakukan hubungan intim dengan Chenle karena chenle memasukan obat perangsang diminuman Jisung. Sungguh jisung tidak bisa menahan hasratnya dan semua itu terjadi di bawah kesadaran Jisung.
Haechan Dokter sudah pernah memperingati jisung untuk tidak melakukan hal intim dengan Chenle karena itu akan sangat berbahaya, keadaan Chenle tidak memungkinkan untuk mengandung.
Dengan cekat jisung menggenggam bahu chenle, matanya memberikan tatapan tajam ke chenle, tapi percayalah hatinya sedang menangis, karena emosinya tidak stabil akhirnya jisung menyentakan tubuh chenle ke lantai, tanpa jisung sadari bahwa ia sudah terlewat kasar.
"J-jisung hiks, stoph!"
Mendengar rintihan Chenle membuat jisung semakin tidak tahu harus berbuat apa, namun bagaimanapun chenle tidak boleh mengandung, itu berbahaya.
"Gugurkan bayimu!," Sarkas Jisung, sementara Chenle hanya terisak di lantai.
"Chenle, aku senang mengetahui bahwa kau mengandung anakku, tapi ini tidak boleh terjadi chenle- ya." Suara jisung dalam hatinya, namun yang keluar dimulutnya adalah...
"Gugurkan bayimu Chenle!,"
"T-tidak! Dia juga anakmu Park Jisung, kenapa kau tega sekali!,"
"Anakku? Kau tau bahwa kau ini sangat murahan, Chenle! Kau yang menyampurkan obat perangsang keminumanku agar aku meniduri dirimu, itu cara yang sangat murah, Chenle!,"
Chenle memegangi perutnya, terisak, apa yang dikatakan Jisung memang benar. Jisung makin dibuat kalut oleh Chenle, "kau tidak murahan sayang, maafkan aku...maafkan aku, mengapa kau membuat ini semakin sulit Chenle-ya,"
"hh-hiks, murahan? Aku istrimu! Kau suamiku! Apakah salah kita melakukan itu?!,"
"SALAH!," Jisung mengacak ngakak rambutnya, "aku hanya ingin kau bahagia dan sehat,"
"Sial!,"
"J-jisung ini sakit, perutku sakit," Keluh Chenle saat jisung menggendong tubuh kecil chenle untuk keluar rumah.
"Tolong bertahan lah,"
.
.
.
.
.
."Hyung—hiks, apakah anak ku benar-benar tidak bisa lahir? Aku ingin sekali ia lahir Hyung, hiks." Jisung lemah, dasar lemah, bahkan ia mengejek dirinya sendiri.
Kini tubuh tinggi jisung bersandar di dinding ruang tengah Rumah Renjun, Huang Renjun. Matanya sembab keadaanya sangat kacau, setelah melihat chenle di bius dan chenle tidak sadarkan diri, Jisung terus bertanya pada Renjun 'apakah ada cara agar anaknya lahir?'
"Tidak, ini sangat beresiko, Jisung."
"A-anakku Hyung, a-aku akan menjadi seorang ayah hiks, tidak bisakah?,"
Renjun ikut terduduk di depan Jisung, baru kali ini renjun melihat Jisung menangis hingga terisak Isak, ayah waras mana yang tega membunuh anaknya sendiri? Terlebih anak itu belum lahir.

KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLET [Jichen]
Fanfiction"𝐕𝐢𝐨𝐥𝐞𝐭, 𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚 𝐢𝐧𝐢 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐬𝐞𝐭𝐢𝐚𝐚𝐧, 𝐚𝐤𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐤𝐮𝐤𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐦𝐮,"- 𝐏𝐚𝐫𝐤 𝐉𝐢𝐬𝐮𝐧𝐠 Kisah kehidupan pernikahan Jisung Dan Chenle yang berawal dari sebuah perjodohan...