16

3.4K 363 93
                                        

Awalnya sulit. Rayhan sama sekali tidak bisa terbuka dengan terapisnya. Bukannya membaik malah makin memburuk karena Rayhan merasa dipojokan. Sempat sebulan Rayhan mogok terapi mental, akhirnya pindah psikolog.

Juan sama sekali tidak menyarankan terapisnya, hal-hal seperti rasa takut kalau sarannya tidak bekerja dengan baik malah akan memperburuk Rayhan.

Tiga kali ganti terapis, yang ketiga Rayhan baru bisa merasa nyaman. Perasaan dipojokan dan tidak dibuat nyaman saat sesi terapi tidak pernah ada lagi.

Dari yang awalnya rutin dua minggu sekali, jadi rutin setiap bulan sekali. Kadang Juan ikut mengantar kalau sesi terapinya malam, kadang kalau sore hanya bisa menjemput saja. Pokoknya Juan juga berusaha membuat Rayhan nyaman dengan pengobatan mentalnya ini.

Orangtua Rayhan juga pernah setidaknya dua kali bertemu dengan terapis Rayhan, melakukan sesi terapi juga. Agar koneksi yang hilang antara anak dan orangtua ini tersambung lagi. Kepercayaan yang hilang juga timbul lagi.

Berbulan-bulan sampai akhirnya mendekati ujian masuk kuliah. Selama itu hasil yang didapat semakin baik dan baik. Rayhan yang emosian sudah hilang, lebih bisa mengontrol emosinya dan meredam gaslighting orang lain tentang dirinya yang gay. Rayhan tetap diam, tapi bukan dalam artian memendam, lebih ke mengabaikan.

Tapi soal kuliah di luar kota itu tetap tidak dapat izin. Rayhan jadi lebih mengerti sih kenapa ia tidak diizinkan kuliah jauh-jauh. Daripada terjadi hal-hal aneh lagi yang nantinya malah susah, jadi ya sekitar sana saja lah.

Pak Catur menyuruh kuliah dia kampus Juan, UBN. Bu Caturnya menyuruh Rayhan kuliah di UTK saja biar tinggal daftar dan masuk tanpa susah-susah ujian. Atau kalau tidak keduanya ya masuk negri. Rayhan yang bingung, ia mau kuliah apa juga tidak tau.

Pokoknya yang tidak ada hitung-hitungannya.

"Ya masuk sastra aja. Kayak Dimas, kayak Yayas."

"Sastra apa?"

"Ya lo minatnya apa? Kalo UTK, Jepang ada, Inggris ada, Prancis ada, sama Mandarin setau gue. Tapi gak ada Rusia. Kalo di tempat gue yang gak ada Mandarin. Terus, bukan Sastra kalo di UTK tuh, Cil. Bahasa, jadi lebih ke umm.. apa ya? Ya ke bahasanya. Modal buat ngajar gitu mungkin. Kalo sastra kan seluk-beluknya juga dibahas, selain bahasanya. Gue juga gak paham sih. Gue anak elektro."

"Hmm.. gitu.."

"Bebas. Lo minatnya kemana?"

"Yang gak ada itung-itungannya."

"Duh."

Rayhan terkekeh kecil. Makin menggelendot pada punggung Juan yang sedah mencatatat pengeluaran bulanan. Rayhan sendiri main game, sandaran di punggung Juan lupa diri kalau ia juga punya beban berat badan.

Soal main-main ini, semenjak terapi dan ada komunimasi baik antara Rayhan dan orangtuanya, ya Rayhan dapat izin lagi. Tidak terlalu dibatasi meski pulang-pergi sekolah harus dengan sopir. Kalau mau dengan Juan pun izinnya harus jelas.

Hari ini Rayhan pulang lebih cepat, ia minta Juan jemput selagi Juan gabut belum masuk kuliah semester empat. Ya masih libur memang. Kadang jemput Rayhan, kadang Rayhan yang datang sendiri sepulang sekolah. Kalau tadi ya dijemput sih.

"Juan.."

"Hmm."

"Kalo daftar swasta, berarti mandiri?"

"Iya. Tapi ya lo coba dulu aja daftar negri Cil. Kan negri juga ada Sastra atau Bahasa gitu. Mana tau keterima kan lumayan."

"Hmm.. nanti aku pikirin lagi."

"Okee." Juan tegakan duduknya, buat Rayhan merosot. Habis pegal menahan Rayhan lama-lama. Tapi kasihan juga gamenya jadi kacau gara-gara Juan. Juan tarik Rayhan ke depannya, duduk di antara kaki-kaki Juan, menjadikan lengan Juan sebagai sandaran.

Hanjuan (BL 19+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang