03

3.2K 356 83
                                    

Seperti biasa, sudah seperti rutinitas Juan setiap hari. Jam setengah tujuh jalan ke rumah Pak Catur pakai sepeda atau motor, mengantar Rayhan ke sekolah, lalu mengantar Pak Catur. Pulang mengantar, mobil dikembalikan ke rumah Pak Catur. Siangnya jam setengah satu kesana lagi, ngambil mobil, jemput Rayhan Kadang mobil dibawa Juan biar tidak bolak balik saat mau jemput Pak Catur jam empat sore.

Tiap hari selalu seperti itu, Senin sampai Jumat. Itu pun kadang ada saja permintan antar ke tempat lain.

Hanya tinggal menghitung hari sampai Juan masuk kuliah nanti. Sebenarnya masih bisa antar-jemput Pak Catur sama Rayhan, tapi kalau untuk menjemput Rayhan agak sulit. Takutnya ada jadwal siang yang buat Juan tidak bisa jemput Rayhan. Sudah dibicarakan dengan Pak Catur, nanti dipikirkan. Begitu katanya.

Padahal Rayhan bilang, ia naik ojek online juga jadi. Cuma ya tidak tau deh, Juan masih belum paham hubungan antara Rayhan sama orangtuanya. Juan lihat Pak Catur sama istrinya baik kok, orangtua yang sayang anak, tapi ada saja keluhan Rayhan soal orangtuanya.

Hari ini Juan ke kampus setelah mengantar Pak Catur, masih ada yang harus diurus sebelum masuk kuliah, contohnya persiapan PMB. Seluruh mahasiswa Teknik diharapkan hadir untuk pemberitahuan persiapan PMB, karena nanti acaranya akan berlangsung dari subuh sampai petang. Pokoknya dari gelap ketemu gelap.

Juan dengar sih kampusnya tidak ada ospek-ospek apalah itu, lagipula, masih jaman gak sih ospek? Paling masa perkenalan dan bimbingan awal saja selama seminggu, sampai perkuliahan benar-benar dimulai.

Dan, dilihat-lihat, banyak seniornya yang memanjangkan rambut. Laki-laki ya. Juan baru percaya kuliah memang sebebas itu. Eh tergantung jurusan mungkin? Tergantung univ juga. Tapi di kampusnya memang bebas, asal rapih, kemeja tiap hari. Mungkin setelah PMB, Juan juga bisa memanjangkan rambut ya?

"Teknik juga?"

Juan menoleh, laki-laki setingginya ini baru menyapa bahkan senyumnya masih lebar. "Iya, gue Elektro. Lo apa?" katanya, sambil menyalami si calon teman baru ini.

"Sama. Elektro juga. Gue Yusef btw, panggil aja Ucep."

"Oke, Ucep. Gue Juan."

"Ooh. Keren nama lo."

"Hanjuan."

Yusef nyengir dulu, agak loading tapi kemudian paham juga, "Serius nama lo Hanjuan?"

Ya Juan tunjukan nametagnya, tertera nama lengkap Hanjuan Pribadi. Buat cengiran Yusef makin-makin lebar. "Hanjuan." tekannya lagi.

"Kayak nama pohon ya?"

"Emang dari pohon sih Cep. Lo asal mana?"

"Tangerang, lo asli sini?"

"Gak juga sih, cuma ya gue tinggal disini. Udah dua tahunan ini lah."

"Ooh." Yusef malah mengangguk-angguk paham padahal tidak sama sekali. "Bareng lah nanti kita PMB, gue minta kontak lo deh."

"Sip. Sip. Lo ngekos Cep?"

"Iya, belakang kampus sini."

"Lah deket."

"Ya masa ngekos mau jauh?"

Juan cekikikan, sambil mengetik nomor handphonenya di handphone Yusef.

Setelahnya mereka ngobrol ringan, sambil menunggu senior mereka kumpul semua dan mulai memberikan arahan untuk PMB hari Sabtu minggu ini. Ya tinggal tiga hari lagi.

Juan baru tau ternyata mahasiswa jurusannya hanya sedikit, 18 orang. Beda dengan fakultas teknik lainnya. Yusef bilang jurusan elektro memang peminatnya dikit, jadi bisa langsung keterima setelah ujian mandiri. Juan percaya tidak percaya sih. Tapi ya masuk akal juga kata-kata Yusef. Belum lagi nanti pasti ada seleksi alam. Yang pindah jurusan lah, cuti segala macam. Yakin Juan, sampai lulus nanti tidak akan utuh 18 orang.

Hanjuan (BL 19+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang