DUA PULUH DUA

0 0 0
                                    

Sudah sejam Endra, Suta dan Dendi dalam sebuah kamar yang luas, yang di salah satu dinding kamarnya ada foto besar Endra dengan pakaian serba hitam yang tengah berdiri membelakangi kamera. Hampir setengah kotak rokok pula yang mereka habiskan untuk diskusi mengenai bagaimana menjebak Wira. Ya, mereka sedang merencanakan bagaimana mengecek ponsel Wira, apakah benar di dalamnya ada foto atau video Rila yang selama ini menjadi senjata untuk mengancam Rila.

"Kalo menurut lo gimana Den? Gue buntu." Endra kembali menyulut sebatang rokoknya dengan api. Otaknya sudah buntu. Suta juga hanya diam saja, masih tampak berpikir.

"Apa ya?"

Hanya suara dari lagu My Chemical Romance yang memenuhi kamar Endra. Sedangkan ketiga penghuninya sibuk memutar otak.

"Tapi Rila boleh dilibatin, kan?" Pertanyaan itu membuat Suta menoleh seketika. "Cuma dia satu-satunya cara yang paling aman buat ngedeketin Wira. Gak mungkin kalo salah satu dari kalian berdua. Yang ada baru ngeliat muka kalian Wira langsung emosi."

"Bener sih itu," Endra setuju.

Suta mengerutkan keningnya, lalu menggeleng. "Gue gak setuju. Pasti ada cara lain buat ngejebak itu bajingan."

Dendi menghela nafas. "Kita gak langsung buat nyuruh Rila terjun sendirian, Ta. Itulah fungsi kita bertiga."

"Lo mau join?"

Dendi mengendikkan bahunya, "Gak masalah. Lagian hidup gue datar banget akhir-akhir ini."

Endra melempar guling ke arah Dendi.

"Gimana caranya?"

"Jadi gini ...."

*

Di beda ruangan dalam rumah yang sama, Misti tengah bersiap dengan celana kain panjang berwarna hitam dipadu kaos fit body berwarna putih dan cardigan crop merah marun. Wajahnya sudah dihiasi dandanan tipis, rambutnya digerai dan diberi pita pada sisi kanan. Tidak lupa juga sling bag ukuran kecil di pundak kirinya.

Hari ini dia akan pergi dengan Juna, kata lelaki itu sih akan mengajaknya pergi tapi belum ada tempat yang spesifik yang Juna sebutkan. Misti hanya iya-iya saja tanpa protes.

Dia keluar kamar, berniat mencari keberadaan Endra ingin pamit, pasalnya sang Ibu sedang tidak ada di rumah.

"Eh, Misti." Misti kaget dengan Suta yang justru keluar dari kamar Endra. "Wah, cantik banget, mau ke mana?"

Misti tersenyum malu. "Mau jalan dulu Mas. Mas dari tadi di sini?"

"Iya, dari sore hehehe. Sama siapa jalannya?"

"Juna, Mas."

Suta hanya mengangguk. "Udah dijemput?"

"Bentar lagi, Mas. Aku mau pamit sama Bang Endra. Ada di dalem, kan?" Tanya Misti.

Suta langsung menepi dari pintu, "Ada, masuk aja. Lagi duduk-duduk aja kok. Mas mau ambil minum ke dapur."

Misti hanya mengiyakan, dia lantas berdiri di depan pintu kamar Endra yang sengaja Suta biarkan terbuka. Pertama kali yang menyadari keberadaan Misti yaitu Dendi.

"Eh, Misti, cantiknya," puji Dendi.

Lagi, Misti hanya tersenyum malu. Pandangannya beralih ke Endra yang menaikkan sebelah alisnya. "Mau ke mana?" Endra langsung melempar pertanyaan itu.

"Adek jalan dulu ya sama Juna," ujarnya pelan tapi masih mampu terdengar jelas di telinga Endra dan Dendi. "Boleh, kan?"

Dengan tanpa pertimbangan, Endra mengangguk. "Boleh. Jangan pulang malam-malam."

Endra & SutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang