"Nih," dua tiket turnamen Endra taruh di atas meja. Suta yang tengah asik melamun pun langsung nyengir.
"Kok dua?" Suta mengambil tiket itu dan menyimpannya dalam tas. "Lo pasti modus biar gue ngajak Misti, kan?" Goda Suta.
Endra tertawa, dia lantas duduk di meja –tepat di hadapan Suta. "Lo kira gue incest modusin adek gue sendiri?"
"Gak gitu bego!" Suta memukul pundak Endra lumayan keras. "Maksud gue modusin dia biar nonton pertandingan lo. Lo pengen kan ditonton sama adik sendiri?"
Sahabatnya itu pun tidak menjawab, dia justru duduk di bangkunya. Urusan perizinan sekolah yang tadi dia lakukan sudah beres. Semua surat izin juga sudah disebar ke masing-masing wali kelas yang muridnya ikut turnamen futsal minggu depan. Mengurus masalah itu sangat melelahkan, tapi harus dilakukan, apalagi dengan statusnya sebagai kapten futsal. Tetapi tidak ada perasaan menyesal bagi Endra, karena memang itu impiannya sejak kecil.
"Lo kasi sendirilah tiket buat Misti, bilang gini, 'Misti adek abang, kamu minggu depan nonton abang turnamen futsal ya? Ini tiketnya udah abang beliin, kamu perginya sama Suta aja', bilang kayak gitu, En."
"Tinggal lo yang kasi apa susahnya," ujar Endra kesal. "Yaudah sini tiketnya kalo lo gak mau ngajak dia, gue kasi ke yang lain aja." Endra hampir mengambil tiket yang sudah dia beri kalau Suta tidak langsung menepis tangan sahabatnya itu.
"Yaelah, sensi amat sih, gue becanda tau."
"Pusing gue habis ngurus perizinan, setiap ngasi undangan diomelin mulu sama wali kelas, kira gue apa yang ngehasut mereka ikut futsal."
"Lo kayak baru pertama kali aja, En."
"Eneg juga Ta tiap kali ada lomba dikasi respon kayak gitu." Endra memijat tengkuk lehernya yang terasa terik. "Anak futsal padahal gak pernah aneh-aneh, nilai kita juga aman semua, ya emang gak tinggi-tinggi, paling gak kan gak anjlok juga."
"Udahlah gak usah lo pikirin, lo fokus turnamen aja. Lo gak mau juga kan apa yang udah lo usahain mati-matian hasilnya justru ancur cuma gara-gara lo gak fokus dan sibuk mikirin respon guru." Suta melihat kelasnya yang masih belum ada guru. "Ngudut bentar gih, biar gak stres." Tanpa berpikir panjang, kedua lelaki itupun keluar dari kelas dengan dalih ke toilet. Memang ke toilet, tapi bukan untuk buang hajat, melainkan menghisap rokok.
Tuman!
*
Sedang asik ngumpet di lorong toilet sambil ngebakar rokok, tiba-tiba ada seorang yang masuk. Reflek, Endra dan Suta menyembunyikan rokoknya.
"Gue kira guru," celetuk Suta saat melihat ternyata salah seorang murid kelas IPA. Lelaki itu mengangguk sekilas sambil tersenyum sebelum masuk ke salah satu bilik toilet. Suta dan Endra saling menatap, mengirimkan sinyal tatapan yang mampu memberikan pertanyaan, 'lo kenal?'. Lalu mereka berdua menggeleng bersamaan.
Mereka pun melanjutkan aktivitasnya sebelum Suta seperti mendapatkan pencerahan siapa sebenarnya lelaki tadi. "En," Suta mendekat ke Endra. "Kalo gak salah tuh anak yang namanya Juna."
"Juna?"
"Yang tadi pagi Suja bilang." Endra menerawang –mencoba mengingat. "Yang deket sama Misti, ah otak lo ke-reset apa coba? Baru juga tadi pagi kejadiannya."
"Anjir ke-reset." Endra justru tertawa mendengar hinaan itu. "Lo kira gue hape lo yang hobi me-reset-kan diri?"
"Salah banget gue ngomong gitu," gumam Suta. Dia menyesal membawa kata 'reset'. Itu bukan sekedar kata, tapi mampu membawa emosi Suta sampai ke ubun-ubunnya. Pasalnya, beberapa hari belakangan ponselnya terkadang reset sendiri, lagi main game tiba-tiba reset, lagi chat gebetan tiba-tiba reset, pokoknya gak terdeteksi alasannya reset dan itu membuat Suta hampir beberapa kali ingin menghantamkan ponselnya ke dinding karena geram.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endra & Suta
Teen Fiction[WARNING! Cerita ini mengandung konten kekerasan] Ini bukan romansa anak remaja. Bukan. Ini tentang persahabatan antara Endra dan Suta. Dua lelaki kelas XI yang hidupnya baru saja diubah oleh takdir. Tidak ada lagi kehidupan sesederhana nongkrong, m...