T U J U H

11 1 0
                                    

Di tempat lain, Endra yang terburu-buru menyusul Rila di rumah temannya yang sedang ulang tahun pun hampir memaki Rila kesal. Pasalnya perempuan itu tidak sedang berada dikeadaan genting, Rila hanya meminta Endra menemaninya pergi ke acara ulang tahun teman kampusnya.

"Lo tau kan Ril guna gue buat apa? Kalo lo ada di situasi genting aja."

"Tapi ini genting, En. Wira bakalan ada di sana juga nanti."

"Di sana rame temen lo, Ril, dia gak bakalan berani ngapa-ngapain lo." Endra menyandarkan kepalanya di sandaran kursi kemudi. Saat ini mereka masih berada di dalam mobil, belum ada niatan untuk segera keluar.

"Lo gak tau seberapa nekat Wira, En," gumam Rila. Perempuan itu menggigiti kukunya untuk menghilangkan cemas dan takut. Rila menghela nafas dan memaksakan senyumnya, "Kalo lo gak mau juga gak pa-pa, En. Lo istirahat aja di rumah." Rila pun meninggalkan Endra sendirian di mobil. "Oh iya, makasih udah nganterin gue. Nanti pulang gue nebeng temen aja." Rila pun segera keluar dari mobil.

"Bakal aja lo itu kakak sahabat gue, Ril. Kalo gak ogah banget gue." Endra ngedumel sambil mengikuti Rila yang sudah akan masuk ke pintu utama rumah temannya. "Rila! Tungguin gue!"

*

Di dalam rumah yang mewah itu sudah ramai pemuda-pemudi yang asik bergoyang, ada juga yang makan kue dan sekedar ngobrol-ngobrol di setiap sudut rumah. Endra bisa memastikan kalau temannya Rila ini sekumpulan orang yang lebih dari berkecukupan.

Pencahayaan yang redup membuat Endra harus ekstra hati-hati melangkah agar tidak bersenggolan dengan orang-orang. Dia juga menjadi susah mencari keberadaan Rila yang entah dimana. Endra terus masuk ke dalam, lama-kelamaan langkahnya menuju ke area belakang rumah yang ternyata sebuah taman dengan gazebo kecil di pojok kirinya. Di taman ini pencahayaannya lebih baik ketimbang di dalam rumah. Endra bisa melihat jelas wajah-wajah tamu, termasuk wajah Rila. Perempuan itu sedang berbincang dengan teman perempuannya. Dia pun segera ke sana.

"En?" Rila kaget. Dia kira Endra sudah lenyap dari tadi. "Gue kira lo pulang."

Endra tidak menjawab, dia justru tersenyum ke teman Rila.

"Cowoknya Rila?" Perempuan yang menggunakan dress berwarna hitam itu bertanya. Rila pun terbahak dan menggeleng cepat.

"Bukan kok."

"Jadi siapa?" Perempuan itu mengerling, matanya menggoda Rila untuk segera menjawab pertanyaannya.

"Adek gue."

Mata perempuan itu melotot, "Kok lo baru bilang sih punya adek seganteng ini Ril? Tau gini gue minta lo jodohin aja sama adek lo."

Endra menggaruk kepalanya –canggung. Sementara Rila masih terus mengobrol dengan temannya itu, Endra terus membiarkan matanya menjelajahi setiap sudut taman belakang ini. Tiba-tiba matanya bertubrukan dengan milik Wira. Ya, lelaki itu ada di sana dengan kemeja berwarna hijau lumut, kaos hitam sebagai dalaman dan celana jeans selutut. Lelaki itu menyeringai, sedangkan Endra terlihat biasa saja.

Mata Endra terus mengawasi gerak-gerik Wira, sampai lelaki itu akhirnya meninggalkan gerombolan temannya dan berjalan ke arah mereka. Endra langsung menoleh ke Rila yang ternyata juga menatap gelagat aneh dari Endra. Beruntung temannya Rila sudah pergi dari sini, setidaknya tidak butuh banyak drama basa-basi.

"Lo tetap di belakang gue." Begitulah pesan Endra sebelum akhirnya Wira sampai di hadapannya.

"Berdua aja terus," ujar Wira santai. Dia mengangsurkan gelas plastik kecil berwarna putih yang isinya bir. "Minum?" Endra tersenyum kecil sebelum menerima gelas itu dan meneguknya gampang. Rila membelalak kaget.

Endra & SutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang