DUA PULUH EMPAT

1 0 0
                                    

Sesampainya kembali di rumah Endra, Suta segera turun dari motor dan mengejar Misti yang sudah masuk ke rumah, sedangkan Endra masih sibuk memarkirkan mobilnya.

"Mis," Suta segera memegang pundak Misti dengan wajah cemas. Dia periksa tiap jengkal wajah, kepala, tangan bahkan kaki. "Lo gak pa-pa, kan?"

Misti mengernyit heran. "Emang aku kenapa, Mas?" Misti bertanya bingung.

"Endra gak nyakitin kamu, kan?"

Dari halaman rumah, Endra yang baru keluar dari mobil langsung menyahut dengan nada tidak terima. "Lo kira gue sinting apa ngapa-ngapain adek sendiri. Gila lo, Ta."

Barulah Misti paham kekhawatiran Suta. Dia lantas tertawa, "Bang Endra gak ada marah, Mas. Dia cuma bilang besok-besok jangan mau diajak ke acara kayak gitu."

"Sumpah? Endra gak emosi?" Misti mengangguk senang. Dia juga awalnya mengira akan dibentak habis-habisan sama Endra, tapi ternyata lelaki itu justru sangat tenang, jauh dari Endra yang bisanya begitu meledak-ledak.

"Masuk," suruh Endra pada Misti yang dari tadi hanya diam. Dia tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun. Misti pun masuk ke mobil dengan dibantu oleh Endra, setelahnya lelaki itu mengambil tongkat Misti dan menaruhnya di jok belakang. Misti sempat terlonjak kaget ketika Endra menaruh tongkatnya dengan dilempar.

"Bang-"

"Sorry, tadi kelempar." Endra memasang seat belt nya dan segera keluar dari pekarangan rumah Manda. "Dek," panggil Endra dengan tenang.

"Iya?"

"Abang gak bakalan ngelarang kamu buat dekat sama siapapun, tapi jangan pernah mau kalo diajak ke acara kayak gitu."

"Iya, bang," cicit Misti. "Adek juga awalnya gak tau, Juna gak ada ngomong.

Endra mengangguk, dia percaya dengan apa yang Misti katakan. "Telepon abang besok-besok kalo gitu, ya?"

"Gitu?"

"Iya," Misti pun berjalan ke dalam rumah dengan Suta yang masih setia mengikutinya. "Kok Mas gak percaya?"

"Iya gimana mau percaya, pertama Endra tau kamu di situ aja mukanya udah berubah kayak monster pengen makan orang."

Misti tertawa kecil. "Tapi kenyataannya gak gitu, kan?"

"Belum aja," sahut Dendi dari belakang mereka berdua. "Dia juga malu kalo nyari ribut di tempat orang kayak gitu, tinggal tunggu aja kabar Juna tinggal sisa nama."

"Hush, mulutnya kok gitu," sergah Misti. "Gak, bang Endra gak gitu."

Dendi hanya mengangguk, seolah setuju, padahal dari dalam diri menolak sepenuhnya.

"En, lo lagi gak mabok kan?" Suta mendekati Endra dan memeriksa jidat lelaki itu, kali saja perihal segelas minuman alkohol yang dia minum dari Suja baru ada efeknya. Endra langsung menepisnya. "Kayak bukan Endra yang gue kenal." Suta tiba-tiba jadi merinding. "Ih gila, sampe merinding gue."

"Lo yang mabok," balas Endra melihat kelakuan Suta yang justru lebih aneh. Mereka bertiga pun masuk ke kamar Endra, sedangkan Misti sudah sejak tadi masuk ke kamarnya. "Gue capek emosian," ujarnya tiba-tiba, mengejutkan Suta maupun Dendi.

"Kenapa gak dari dulu coba."

"Serius? Lo gak kepengen gitu nombok Juna? Gue aja gatel ngeliat muka dia yang tengil," ujar Suta justru seperti sedang memanaskan Endra.

"Selama dia gak aneh-aneh sama adek gue, gak bakalan juga gue ganggu dia."

Dendi mendadak tepuk tangan, dia merangkul Endra dengan bangga. "Gue salut, lo bisa lebih dewasa secepat ini."

Endra & SutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang