SEMBILAN BELAS

9 0 0
                                    

Sebagai seorang lelaki, Endra menepati omongannya beberapa hari yang lalu untuk tidak peduli lagi dengan apa yang Misti lakukan. Dia tidak akan melarang apapun yang perempuan itu lakukan, sekalipun Misti ingin pergi berlibur bersama Juna atau Suta. Dia benar-benar tidak peduli.

Seperti saat ini, kedua abang adik yang sedang perang dingin itu tengah duduk bersebelahan di dalam mobil. Tidak ada pembicaraan hangat yang biasanya terjalin. Hanya lantunan musik yang menjadi penengah agar suasana tidak sunyi. Endra terlihat biasa saja, dia bersikap seolah tidak ada kejadian apa-apa di antara mereka. Berbeda dengan Misti yang duduk kaku bercampur gugup.

"Bang," Misti mencoba memberanikan diri membuka obrolan yang sayangnya hanya dijawab gumaman oleh Endra. "Adek minta maaf buat kejadian kemarin."

"Udah dimaafin."

Misti menggeleng, "Adek nyesel."

Tidak ada tanggapan lain yang terdengar dari Endra. Beruntung mobil sudah masuk ke area parkir sekolah, sehingga Endra tidak perlu menahan diri untuk tetap bersikap cool disaat dalam hatinya terdalam ingin memeluk adiknya itu.

Endra membuka seat belt, mengambil tasnya yang ditaruh di bangku belakang. Mengabaikan keberadaan Misti, dia langsung keluar dari mobil sembari menunggu Misti.

Biasanya, Endra akan mengambilkan tas milik Misti juga. Membantu perempuan itu keluar dari mobil. Tapi sekarang sudah tidak lagi. Itu cukup membuat Misti tertampar, abangnya benar-benar melakukan perkataannya tempo hari.

Setelah berhasil keluar tanpa bantuan Endra, Misti langsung berjalan meninggalkan mobil, dia tidak ingin bertatapan dengan Endra –setidaknya untuk saat ini karena pasti tangisnya langsung pecah. Baru beberapa langkah, Juna menghampiri Misti.

"Mis, tumben agak siang."

Misti tidak begitu menghiraukan kehadiran Juna, dia memerhatikan Endra yang justru berjalan duluan tanpa hirau sedikitpun padanya. Padahal, pernah Juna menyapa Misti juga saat ada Endra. Lelaki itu langsung menarik Juna dengan enteng dan membiarkan laki-laki itu berjalan di belakang mereka. Tapi sekarang ....

"Tumben Endra kagak narik kerah gue," gumam Juna heran. Pasalnya Endra sudah terlalu sering melakukan hal itu. "Kamu ada masalah dengan dia?"

Hanya gelengan kepala yang bisa Misti beri sebagai jawaban. Bukan urusan Juna untuk mengetahui permasalahannya ini.

*

Hari itu, tidak hanya Endra dan Suta yang merasa aneh, teman-teman sekelasnya pun merasakan hal yang sama. Bagaimana tidak, duo yang biasanya selalu bersama tiba-tiba berubah seolah menjadi orang yang tidak kenal satu sama lain. Mereka masih duduk bersebelahan, tapi tidak ada obrolan. Saat istirahat, Endra dengan cepat keluar kelas untuk menemui teman-temannya yang berada di kelas IX IPS 3 –satu-satunya kelas IPS yang banyak dia kenal isinya. Berbeda dengan Suta yang menghampiri Dendi dan memilih bersantai di sekre sispala sampai jam istirahat selesai.

"Masih perang dingin lo dengan dia?"

Suta mengangguk. "Cuma masalah izin atau gaknya," sesal Suta. "Gue gak tau si Endra bisa sesensitif ini."

"Lo udah ketemu Misti? Apa kabar keadaan dia?"

"Tadi malem pulang dari sana langsung gue telpon dia. Nangis tuh bocah semaleman," Suta menggeleng. Mengingat bagaimana isakan Misti yang sampai telinganya saja membuat Suta kembali merasa bersalah. Dia yang sebetulnya ingin membuat Misti bahagia, justru menjadi penyebab utama perempuan itu terluka.

"Terus tadi pagi juga gue sempet ke kelasnya sebelum masuk. Dia cerita Endra beneran megang omongan dia tadi malam, yang dia bilang gak bakalan peduli. Parah."

Endra & SutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang