DUA PULUH TIGA

0 0 0
                                    

"Anjir, cepet telpon Suja," suruh Suta dengan kelabakan. Untung saja dia sedang berada diboncengan, belakang motor Dendi.

"Kok gue?"

"Gak, gak. Gue ngomong sendiri." Suta sibuk mencari kontak Suja di ponselnya. Dia punya kontak adik kelasnya itu karena beberapa kali ikut nongkrong dengan Endra dan teman-teman futsalnya. Hampir seluruh tim futsal juga temannya.

"Halo!"

"Napa bang?!" Ternyata suara Suja tidak kalah kerasnya untuk melawan suara musik yang berdentum nyaring.

"Kacau! Lo harus sembunyiin adek Endra sama si Juna!"

"Hah?! Ngapain di sembunyiin?!"

"Endra lagi jalan ke sana! Cepetan, Ja! Lo gak mau ada kekacauan, kan?!"

Suja jadi ikut panik di seberang sana. Meski cuma adik kelas Endra, dia sedikit banyak tau mengenai abang kelasnya satu itu, yaitu tempramental, ringan tangan.

"Oke! Lo ke sini juga, kan?!"

"Iya, gue di jalan!"

Tut! Sambungan telepon tertutup, bersamaan dengan mobil Endra yang ternyata mereka lewati karena macet. Dengan sigap, Dendi mulai menunjukkan kemampuannya dalam mengendarai motor matic kesayangannya.

"Mampus lo, En!" Ujar Dendi puas saat mobil Endra tertinggal jauh, bahkan ketika Suta menoleh ke belakang pun Suta tidak dapat menemui keberadaan Endra.

Lima menit selanjutnya, setelah melewati jalan dengan gaya ugal-ugalan, Suta dan Dendi sampai di rumah yang tak kalah megah dari rumah Endra, di depannya terparkir mobil dan motor yang tersusun rapi. Menyadari ini party dan pakaian mereka seperti ingin nongkrong di warung kopi, keduanya pun ragu, saling berpandangan.

"Lo duluan, Ta. Kan lo pede orangnya," suruh Dendi dan mendorong temannya satu itu.

Suta menolak. "Lo aja, lo diundang, kan?"

Telak. Dendi pun kalah. Dia akhirnya dengan santai masuk, meski dalam diri malu. Apalagi dia gak bawa kado apa-apa.

"Ta," panggil Dendi pada Suta yang sudah di sampingnya. "Kado."

"Anjir, gak bawa apa-apa gue," Suta panik lagi. Padahal tadi dia sudah tenang.

"Waduh, malu kalo gini caranya."

Ketika memasuki pintu utama, mereka lantas jadi sorotan, apalagi kalo bukan karena pakaian mereka. Tapi karena terlanjur basah, mereka tetap maju. Sampai ketika kaki mereka akan pergi ke taman belakang rumah, keduanya dikagetkan oleh tangan yang menarik kerah bajunya bersamaan.

"Anjir!" Ujar mereka kaget melihat Endra dengan tatapan ingin membunuh. Baru akan dihabisi oleh Endra, tiba-tiba kedatangan si pemeran utama dari pesta ini datang menghampiri Dendi dengan wajah sumringah. Bukan karena Dendi, melainkan dia mengetahui ada dua teman seangkatannya yang tidak diundang justru datang sebagai tamu tidak terduga.

"Hai, Den, Suta dan Endra!" Sambutnya bahagia.

"Eh, hai, Manda," Dendi tersenyum kikuk. Dia menoleh pada Suta, seolah meminta bantuan. "Selamat ulang tahun, ya."

"Iya, makasih ya Den. Gue kira lo gak dateng," Manda mencebikkan bibirnya.

Dendi menggaruk pelipisnya bingung. "Ehm ... sorry ya gue gak bawa a-"

"Kata Dendi kadonya nyusul besok ya, Manda," potong Suta cepat dan membuat Dendi melongo. Sedangkan Endra sedari tadi sudah mengitari seluruh sudut dengan tatapannya demi mencari divmana adiknya sekarang.

Manda tertawa kecil, "Gak usah juga gak apa-apa kok, kalian di sini aja gue udah seneng."

Suta menepuk pundak Dedi bebera kali. "Its okay, besok lo tunggu aja di parkiran sekolah," Suta mendekat ke arah Manda, "Dia malu kalo banyak yang tau, jadi mau kasinya di parkiran aja."

Endra & SutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang