TUJUH BELAS

20 2 0
                                    

Rumah Deri –salah satu teman sekelas Endra dan Suta, menjadi markas anak laki-laki kelas XI IPA 3 malam ini. Jarang sekali mereka ngumpul lengkap seperti ini. Biasanya mereka terpisah-pisah tempat tongkrongannya, kecuali malam ini. Berterima kasihlah kepada Pak Tio selaku guru senian yang memberi tugas sebagai pengganti ujian tengah semester. Mereka diberi tugas untuk menari. Ya, menari tradisional. Awalnya mereka menolak mentah-mentah untuk latihan, hanya ada beberapa orang yang menerima dengan lapang dada tugas itu. Apalagi Endra dan Suta, lelaki itu bahkan tadi harus dipaksa oleh ketua kelas mereka, Jero.

"Nari apaan coba kita?" Keluh Suta. Meski bukan lelaki dengan kemaskulinan tingkat tinggi, tapi kalau sudah disuruh menari Suta pasti akan menolak. Mau taruh di mana mukanya ini?

"Bebas sih kata Pak Tio," jawab Jero.

Mereka semua tengah perpikir akan menyajikan tarian apa. Dikarenakan sekelas ada 15 orang lelaki, maka mereka dibagi dua kelompok lagi. Tapi demi memastikan semua ikut, Jero mengumpulkan jadi satu. Latihan mereka akan sama-sama, tarian saja yang nanti akan dibedakan. Sekarang, mereka sedang pusing memikirkan tarian apa.

Ada yang sibuk scroll google, ada yang bertanya ke teman perempuan kelas melalui telepon, ada yang acuh dan memilih bermain games dan ada pula yang sibuk ngerokok.

"Tari Dayak gimana? Kayaknya bakalan keren," cetus Rio dan memberi tau yang lainnya foto tarian Dayak yang dia dapat dari google. Ponselnya pun digilir dari ujung ke ujung.

"Bakalan buka baju kita?" Tanya Jero penasaran, karena kalau dilihat dari fotonya sih iya. Penarinya hanya menggunakan celana pendek dan kain bermotif tradisional Dayak. Tidak lupa juga hiasan kepala yang terdapat beberapa bulu binatang yang lumayan panjang.

"Susah gak?"

"Gue udah nanya Rika," Rika merupakan salah satu anak tari yang ada di kelas mereka. "Katanya gak terlalu susah. Nanti dia bakalan cari yang sederhana aja gerakannya."

"Emang Rika yang ngajarin kita?" Sela Suta.

"Iya."

"Terus kelompok kita sama gitu? Emang Pak Tio bolehin kayak gitu?" Tanya Endra.

"Rika yang urus tariannya, tapi yang penting kita bakalan nari Dayak." Jelas Rio.

Mereka terdengar menghela napas. Tidak dapat membayangkan bagaimana nantinya latihan menari. Mana watunya hanya diberi sebulan. Gila! Latihan benar-benar saja presentasi keberhasilannya palingan hanya sedikit, apalagi ini yang kejar tayang! Yang ada kacau balau.

"Yaudah login aja kuy, dari pada pusing-pusing mikirin itu," ajak Arul –si penggila games online di kelas. Beberapa dari mereka –termasuk Suta– langsung memgeluarkan ponsel masing-masing dan mulai login. Sisanya ada yang berbincang dan memilih nyemil sambil dengerin lagu yang disetel dari speaker bluetooth online milik Jero.

Sedangkan Endra, dia masih duduk di atas motor dan merokok sampai ada telepon dari Rila. Karena posisinya sudah memang sudah sedikit jauh dari teman-temannya, Endra langsung saja menerima telepon itu.

"Halo, Ril?"

"En, lo lagi sibuk gak?" Tanya Rila.

Endra melihat ke teman-temannya sebelum menjawab, "Nggak, kenapa?"

"Ke kampus gue dong, temenin." Terdengar kekehan Rila dari seberang sana.

"Temenin ngapain?" Tanya Endra yang masih tidak paham.

"Gue lagi motret di sekre fotografi sendiri, temen gue udah pulang semua."

"Yaudah lo pulang aja. Ngapain juga sendiri di sana."

Endra & SutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang