EMPAT BELAS

12 0 0
                                    

Tidak ada yang berbeda dari kantin hari ini, tetap dipenuhi murid yang sedang menghabiskan waktu istirahat.

"Gimana rapat perdana lo jadi panitia diksar? Asik gak? Dapat gebetan gak?"

Suta mengambil sebuah sedotan dan menusukkannya ke air mineral gelas sebelum meminumnya. Mengingat ekspetasinya yang dipatahkan kemarin, membuat Suta menghabiskan minumannya sekali hisap. Setelah tandas, diremasnya sampah plastik itu.

"Asik apaan, yang datang cuma setengah."

Endra tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.

"Tawa lo," komentar Suta dengan raut kesal. "Lo tau senior di sispala yang namanya Eri? Yang gue pernah cerita nampar temen seangkatan kita waktu diksar?"

"Gue ingat nama, tapi lupa yang mana mukanya."

"Nah, kemaren Dendi hampir adu jotos sama tuh orang." Suta tertawa geli mengingatnya. "Sampe dikatain bangsat tuh senior sama Dendi. Emang rada sedeng tuh anak."

"Dia yang normal, lo yang sedeng. Udah tau digituin masih aja nurut, jadi pembangkang sekali-kali," ejek Endra.

"Gue ngebangkang bukan dalam hal gituan," Suta tersenyum sok misterius.

"En," salah satu teman sekelasnya menginterupsi percakapan dua anak manusia itu. "Dipanggil Bu Rona, disuruh ke ruang BK."

"Hah? Ngapain?"

"Gak tau juga, pokoknya gue disuruh manggil kapten futsal."

Mendengar itu Endra langsung beranjak, "Ta, bayarin makanan gue dulu." Dia langsung menghilang dari sana sembari menebak apa yang sebenarnya akan terjadi.

*

Di dalam ruangan Bimbangan Konseling, Endra ternyata tidak sendiri. Ketua Sispala juga ada di sana. Dia ingin bertanya ada apa kepada Bang Ical, hanya saja sudah keduluan pintu ruangan terbuka dan menampakkan wajah Bu Rona. Raut wajah Bu Rona sangat tidak bersahabat, lantas dia duduk di hadapan kedua muridnya itu.

"Kalian tau kenapa kalian dipanggil?" Tanyanya dengan nada dingin.

"Gak, bu." Jawab Ical dan Endra secara serempak.

Bu Rona menghela nafas, dia lalu mengeluarkan ponsel, mengotak-atiknya sebentar sebelum menunjukkan foto ke Endra maupun Ical. Mata Endra menyipit melihat foto itu. Foto tulisan 'Bu Rona', lalu di bawahnya ada emoticon wajah yang tersenyum menampakkan taring dan tidak lupa tanduk di kepala -emoticon setan.

Bu Rona menarik kembali ponselnya. Ical dan Endra saling berpandangan selama dua detik, memberi sinyal bahwa 'kita lagi dalam masalah'.

"Saya nerima foto ini kemarin sore," Bu Rona menyandarkan punggungnya di sandaran bangku. "Saya kecewa, sedih melihatnya. Saya ini salah apa sampai ada yang tega buat tulisan begitu di toilet laki-laki yang ada di dekat tangga." Helaan nafas terdengar, "Yang melapor ke saya ini bilang gambar itu sudah ada sejak kemarin sore, saya gak akan kasi tau siapa yang melapor."

"Alasan saya manggil kalian berdua itu ... karena saya sudah tanya anak-anak siapa yang ada di sekolah kemarin sore, mereka bilang hanya ada dua ekstrakuliler sispala dan futsal." Bu Rona menatap Endra dan Ical secara bergantian. "Ada yang bisa kalian jelaskan ke saya?"

"Gak ada yang bisa saya jelasin, Bu, karena saya juga baru tau waktu ibu kasi tau barusan." Endra angkat bicara. Ical mengangguk.

"Beneran baru tau atau pura-pura baru tau?" Bu Rona tertawa remeh sembari menatap Endra.

"Beneran baru tau, Bu." Tegas Endra.

"Kalau kamu, Cal?"

"Saya juga baru tau, Bu." Ical berdehem, "Tapi saya hanya mau beri informasi kalau anak sispala biasanya gunakan toilet yang ada di dekat sekre, Bu. Jadi, kemungkinan yang menggambar tersebut dari anak sispala ... saya rasa bukan." Endra menoleh dengan tatapan tidak percaya.

Endra & SutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang