4 - Menyusun Temu

224 33 21
                                    

Agenda makan malam antara Suzy dan Hae Jun berjalan lancar sekalipun belum membuat keduanya saling tertaut, terutama di pihak Suzy. Cara Hae Jun menyambut kedatangan Suzy sudah memberi kesan buruk bagi Suzy, membuatnya enggan lebih tahu soal pria itu. Selama mereka menikmati hidangan yang disajikan pun, Hae Jun begitu lancar membanggakan dirinya dengan segala pencapaiannya. Ia tampak berusaha keras untuk membuat Suzy tertarik pada topik pembicaraan yang diangkatnya. Sayangnya, setiap kata yang keluar dari mulut Hae Jun justru membuat Suzy semakin enggan lebih tahu banyak soal pria itu, bahkan sebatas mendengarkan saja malas. Hanya anggukan dan gumaman kecil yang terdengar dari mulut Suzy untuk menanggapi semua ucapan Hae Jun.

Hae Jun sendiri sadar, perbedaan ekspresi Suzy kala bicara dengannya dan kala bicara dengan Seung Gi telah menjadi sebuah pertanda bahwa ia kalah start. Lewat obrolannya bersama Suzy, ia tahu bahwa pertemuan mereka berawal di malam sebelum makan malam itu berjalan. Gadis itu tampak begitu antusias bercerita kala Hae Jun menanyakan soal bagaimana Suzy dan Seung Gi bisa bertemu. Raut wajah penasaran Suzy pun terlihat lebih tulus saat menanyakan soal Seung Gi dibanding saat menanggapi ceritanya. Ketika Hae Jun menemani Suzy menunggu sopirnya di luar, Hae Jun memergoki Suzy yang berulang kali melongok ke dalam, seolah berharap ada seseorang yang dinantinya muncul dari sana.

Hae Jun benar-benar tidak mengerti. Dari sekian banyak orang di dunia, kenapa ia harus kalah start dengan pegawainya sendiri? Lebih rumitnya, pegawainya ini adalah pegawai yang begitu dipercaya, baik oleh dirinya maupun oleh sang ayah. Gajang Resto cabang Gangdong-gu menjadi cabang dengan penghasilan terbesar sejak Seung Gi menjadi manajernya.

Sebenarnya, melihat dari posisi dan statusnya, Hae Jun tak perlu khawatir karena ia jelas menang telak dari Seung Gi. Orang tuanya dan orang tua Suzy sudah saling mengenal dan memang berencana untuk menjodohkan mereka. Sekalipun nanti Suzy menaruh hati pada Seung Gi, Hae Jun yakin bahwa orang tua Suzy tak akan pernah setuju sampai kapanpun. Seung Gi hanyalah seorang manajer, sementara dirinya memiliki peran penting di dunia bisnis sekalipun masih di bawah nama orang tuanya. Orang tua Suzy jelas akan lebih setuju Suzy bersamanya dibanding Seung Gi. Dengan segala keunggulan itu, Hae Jun tak perlu merasa khawatir sedikitpun.

Namun, mengapa ia merasa begitu terancam? Melihat dua orang itu saling melempar senyum meskipun hanya sekilas berhasil membuat jiwa pesaing Hae Jun bergolak. Memang, belum ada yang bisa disimpulkan perihal Seung Gi dan Suzy mengingat mereka baru dua kali bertemu, tetapi, jika sampai terjadi pertemuan ketiga, keempat, dan seterusnya, jelas bisa ditebak ke arah mana mereka nantinya.

Hae Jun hanya perlu mencegah adanya pertemuan Suzy dan Seung Gi yang ketiga, keempat, dan seterusnya. Ia punya koneksi. Ia punya ‘orang dalam’. Tidak sulit baginya memantau pergerakan Suzy. Hae Jun tidak boleh kalah start lagi perihal mendekati gadis itu.

Seperti dugaan, orang tuanya telah menanti kala Hae Jun melangkahkan kaki masuk ke rumahnya. Samar-samar, Hae Jun mendengar kedua orang tuanya yang mengobrol di ruang utama. Ia lekas memasang wajah semringah agar orang tuanya menganggap acara malam itu berjalan lancar.

“Aku pulang.”

“Oh, Hae Jun-ah! Aigoo, akhirnya yang kutunggu pulang juga,” sang ayah, Park Jung Geun, langsung menyambutnya hangat. “Duduk duduk!”

Hae Jun lekas menempati sofa yang kosong. Orang tuanya tampak tersenyum sembari menatapnya, seolah menunggu cerita yang akan keluar dari mulutnya.

“Bagaimana? Semuanya berjalan lancar?” Tanya sang ayah.

“Hm, semuanya berjalan dengan baik. Putri bungsu Keluarga Bae benar-benar luar biasa. Sesuai dengan tipe idealku,” ucap Hae Jun dengan senyuman semringah di wajahnya.

“Nah, benar kan. Seharusnya kau tak perlu menolak segala waktu aku menyuruhmu menemuinya. Aku pernah bertemu dengannya dan aku langsung yakin dia akan cocok denganmu,” Jung Geun terlihat bersemangat. “Kalian sama-sama mandiri dan pekerja keras. Kalau kalian menikah nanti, kalian pasti bisa menjalankan Gajang dengan baik. Aku bisa pensiun dengan tenang.”

Aigoo, masih terlalu jauh untuk memikirkan pernikahan, Appa. Suzy sedikit sulit, aku butuh usaha lebih untuk bisa lebih akrab dengannya.”

“Benarkah? Sesulit apa? Dulu ibumu juga sulit, tapi karena aku tidak mudah menyerah, dia akhirnya mau denganku,” ucap ayahnya sambil melirik sang istri. Seo Min Jun, ibu Hae Jun hanya tersenyum tipis.

“Dia masih menjaga jarak denganku. Aku sudah mencoba memancing pembicaraan, tapi dia hanya menanggapi singkat-singkat. Entah karena dia tidak tertarik dengan topik yang kubicarakan, atau dia hanya sedang mencoba mengujiku lebih dulu,” jelas Hae Jun tanpa menceritakan bagaimana sikapnya menyambut Suzy pada awalnya. Sang ayah mengangguk-angguk

“Ah ya, aku baru ingat. Bungsu Keluarga Bae ini sedikit berbeda dengan anak dan menantu mereka yang juga mengurus bisnis. Dia tidak terlalu suka diekspos dan ya ... Memang sedikit menjaga jarak dengan orang-orang baru. Dia juga agak misterius, tidak banyak yang tahu kehidupan pribadinya kecuali orang-orang yang memang sudah sangat dekat. Sepertinya kau harus sering-sering menemuinya untuk lebih tahu banyak soal dia,” ucap sang ayah.

“Bisakah kau membantuku untuk sering bertemu dengannya?”

Yaa, berusahalah sendiri. Yang benar saja, urusan mendekati perempuan pun kau mengandalkan orang tuamu?”

“Hanya untuk awal-awal ini saja, Appa. Seperti yang kubilang tadi, dia masih menjaga jarak denganku. Akan sulit menemuinya kalau tidak dengan dipaksa,” ucap Hae Jun. “Kau bisa mengagendakan pertemuan dengan keluarganya atau apapun yang bisa mempertemukanku dengannya.”

“Ckckck, padahal waktu pertama kali aku menyuruhmu makan malam dengannya, kau menolak habis-habisan. Sekarang kau sangat ingin bertemu dengannya lagi. Dia pasti membuatmu sangat terpesona.”

“Siapa yang tidak terpesona pada gadis seperti Suzy? Dia cantik, menawan, berwibawa, sangat sempurna. Kalau kau memperlihatkan minimal satu fotonya saja saat itu, aku pasti akan langsung setuju,” ucap Hae Jun. “Dia benar-benar di luar dugaanku, segalanya sempurna.”

“Dan kalau kau berhasil meminangnya jadi istrimu, bayangkan keuntungan yang akan diperoleh Gajang Group. Perusahaan bisnis kuliner urutan ke sekian ini akan lebih mudah menjadi mitra bisnis dari perusahaan kuliner terbaik di Korea lewat pernikahan kalian. Kalau dia sampai menyukaimu habis-habisan, bukan tidak mungkin sebagian kecil Julyu Resto atau Julyu Chicken miliknya akan diberikan kepadamu,” lanjut sang ayah. Hae Jun tampak tersenyum tipis mendengar angan-angan sang ayah yang begitu manis.

“Kau membuatku semakin menginginkan gadis itu,” gumam Hae Jun yang memicu tawa renyah Jung Geun.

“Baiklah kalau begitu. Demi kelancaran hubunganmu dengan Suzy dan kelancaran bisnis keluarga, aku akan mengagendakan pertemuan dengan Keluarga Bae.”

“Jangan terlalu lama, Appa. Kalau bisa sesegera mungkin. Aku khawatir Keluarga Bae akan berubah pikiran kalau aku tak kunjung ada pergerakan.”

Aish, kau ini benar-benar ya? Tenang, urusan dengan Keluarga Bae biar aku yang tangani. Kau fokus saja mencari cara untuk membuat putri mereka mau denganmu. Percuma kalau aku sudah berhasil mengunci orang tuanya tapi kau tidak mampu membuat putri mereka tertarik padamu.”

“Jangan khawatir, begitu kami sering-sering bertemu, dia pasti akan bertekuk lutut padaku. Memangnya siapa yang mau menolak seorang Park Hae Jun?” Hae Jun bicara sambil merentangkan tangannya penuh percaya diri. Sang ayah tampak tertawa senang melihat kepercayaan diri putranya, sementara Min Jun tetap duduk tenang di tempatnya dengan seulas senyum tertahan.

Sejak awal, Min Jun memang tak terlalu setuju dengan rencana menjodohkan putra semata wayang mereka dengan putri bungsu Keluarga Bae. Menikah karena perjodohan bukanlah hal yang mudah, apalagi ia tahu betul bagaimana watak putranya. Putri bungsu Keluarga Bae pasti akan kesulitan menghadapi keras kepalanya Hae Jun. Min Jun sadar bahwa watak putranya ini tak lepas dari didikannya bersama sang suami sejak Hae Jun kecil. Sayangnya, semuanya sudah terlambat. Min Jun hanya berharap Hae Jun kelak akan mendapat pendamping hidup bukan karena paksaan, tetapi karena memang ada wanita yang tepat dan menginginkannya.

Perasaan Min Jun sedikit tak nyaman. Hae Jun telah bertekad untuk mendapatkan Suzy, dan tekadnya mendapat dukungan penuh dari sang ayah. Min Jun takut kalau-kalau mereka akan melakukan segala cara agar Hae Jun bisa menikahi Suzy, tanpa memedulikan bagaimana perasaan gadis itu.

“Oh ya, apa kau bertemu Seung Gi tadi? Dia sangat membantu persiapan makan malam kalian. Begitu aku menelepon untuk memesan tempat, dalam hitungan menit, dia langsung mengabariku kalau semuanya beres. Aku beruntung punya manajer yang sangat cekatan sepertinya.”

Rasa percaya diri Hae Jun mendadak luruh, seiring dengan senyumnya yang menjadi sedikit kecut. Nama Seung Gi yang tiba-tiba muncul di tengah obrolan mereka memberi perasaan sama seperti saat ia melihat keramahan Suzy kala mengobrol dengan Seung Gi. Tak terduga, tetapi berhasil membuatnya terancam.

Mungkinkah ini pertanda bahwa Seung Gi akan menjadi kerikil penghalangnya?

“Hm, dia datang sebentar dan menyapaku, tapi kami tidak bertemu saat aku akan pulang. Sepertinya dia sibuk,” Hae Jun sedikit malas.

“Seung Gi memang selalu bisa diandalkan. Andai saja dia bisa dikloning, aku ingin membuatnya banyak-banyak agar bisa memanajeri semua cabang Gajang Resto hahaha,” canda Jung Geun disusul tawa. Hae Jun hanya tertawa kecil, selain karena tak lucu, ia juga jengah mendengar ayahnya memuji-muji Seung Gi

Appa ... Eomma ... Aku beristirahat dulu ya?”

“Tentu. Kalau butuh apa-apa, mintalah kepada Ahjumma.”

Hae Jun mengangguk. Pria itu lantas bangkit berdiri dan berjalan menuju ke kamarnya dengan kepala penuh. Hae Jun tak terbiasa kalah atas apapun. Kali ini, ia juga tak mau kalah untuk urusan mendapatkan seorang Bae Suzy, apalagi kalah dari seorang pria yang hanya menjabat sebagai manajer. Mau ditaruh di mana wajahnya? Bagaimana dengan harga dirinya?

Hae Jun tidak ingin dipermalukan oleh karyawannya sendiri.

***

Dia hanya seorang manajer. Keluargaku sangat mempercayainya karena dia pekerja keras dan jujur. Semua yang diurus olehnya selalu beres dan memuaskan.

Hanya?

Suzy menghela napas pendek. Tangannya sibuk mengompres pergelangan kaki dengan ice bag. Sepertinya ia terlalu memaksakan kakinya untuk bergerak normal seharian ini, akibatnya, sekarang pergelangan kaki kanannya membengkak dan nyeri. Untungnya, esok ia punya waktu luang. Ia akan beristirahat penuh agar kakinya lekas pulih.

Dari agenda makan malam tadi, satu-satunya hal menarik hanyalah pertemuannya dengan pria berlesung pipi itu. Suzy mengira tak akan pernah bertemu dengannya lagi, tetapi takdir masih menginginkan jalan mereka bersinggungan dengan tak terduga. Siapa sangka pria berpenampilan biasa saja yang menolongnya kemarin ternyata adalah seorang manajer? Suzy sedikit menyesal karena sempat menatap Seung Gi seolah-olah dia adalah penjahat.

Perihal Hae Jun, Suzy tak mau berdusta. Parasnya memang menawan, layaknya anak orang kaya pada umunya. Serba rapi, serba berjenama, berpadu dengan sikap angkuh yang dibangun demi menunjukkan bahwa kelasnya berbeda dengan orang lain. Sayangnya, dengan segala yang dimiliknya, Hae Jun sama sekali tidak bisa menarik sekilas saja perhatian Suzy. Sikap yang ditunjukkannya saat Suzy datang sudah cukup membuat pria itu masuk daftar hitam Suzy. Apalagi, saat Suzy menanyakan soal Seung Gi, Hae Jun menjelaskan dengan cara yang membuat Suzy sebal karena seolah-olah Hae Jun ingin menunjukkan bahwa ia jauh di atas Seung Gi, sesederhana menyebut pekerjaan Seung Gi dengan ‘hanya’ manajer.

Hanya? Satu kata itu sudah cukup merusak suasana hati Suzy dengan cepat.

Baginya, tidak ada jabatan yang patut diawali dengan ‘hanya’. Bahkan, untuk mereka para petugas kebersihan, penjaga keamanan, ataupun office boy yang jabatannya tidak setara dengannya pun Suzy tidak pernah mengawali sebutan posisi mereka dengan kata ‘hanya’. Pemakaian kata itu terkesan merendahkan pekerjaan mereka. Semua posisi berperan penting dalam kelangsungan bisnis, sekecil apapun bisnis yang berjalan. Bisa-bisanya Hae Jun menyebut ‘hanya’ manajer? Padahal, Suzy tahu betul, manajer bekerja keras di lapangan dan merekalah yang pertama kali turun tangan jika terjadi masalah di sana.

Lewat pertemuan kurang dari tiga jam itu, Suzy sudah bisa menyimpulkan bahwa ia tak bisa cocok dengan Hae Jun dari sudut manapun.

Masih sambil mengompres kakinya, Suzy menghela napas panjang. Sekalipun ia merasa tak cocok dengan Hae Jun, Suzy tahu betul orang tuanya akan tetap mendesaknya untuk kembali bertemu dengan pria itu, entah kapan. Suzy harus mulai menyiapkan alasan untuk menolak. Ia sangat enggan untuk bertemu dengan Hae Jun lagi, apalagi kalau sampai harus membuang banyak waktu bersama pria itu. Cukup sekali kemarin dan tidak akan pernah lagi.

Dari lubuk hatinya yang terdalam, Suzy justru memikirkan bagaimana caranya untuk bisa bertemu Seung Gi lagi. Entah mengapa, ia lebih tertarik kepada pria berlesung pipi itu dibanding pada sang bos. Kini, ia sudah tahu di mana Seung Gi bekerja, ia hanya perlu membuat rencana agar bisa bertemu dengannya lagi dan mengobrol sejenak untuk tahu lebih banyak soal pria itu.

Pertemuan pertama memang menentukan bagaimana sebuah kedekatan terjalin ke depannya. Kesan yang diberikan Seung Gi jelas lebih membekas dibanding kesan yang diberikan Hae Jun. Mungkin karena itulah Suzy lebih tertarik untuk tahu lebih banyak soal Seung Gi dibanding Hae Jun.

Akankah ia kembali terpikat pada pesona orang yang dianggap biasa saja oleh orang tuanya? Tak dapat dipungkiri, pola pandang orang tuanya tak jauh beda dengan Hae Jun. Jabatan manajer salah satu cabang restoran bukanlah sesuatu yang spesial bagi mereka. Apalagi, posisi Seung Gi adalah manajer dari restoran milik keluarga orang yang akan dijodohkan dengannya. Kalau sampai Suzy benar-benar jatuh hati kepada Seung Gi, bisa dipastikan ia tak akan mendapatkan dukungan dari siapapun. Mengingat fakta itu membuat Suzy masih menimbang-nimbang untuk kembali menemui Seung Gi. Ia sedikit gentar untuk memulai sesuatu yang terlihat jelas bagaimana akhirnya nanti.

Tok tok tok. Ketukan di pintu membuyarkan pikirannya yang berkelana ke mana-mana.

“Siapa?”

“Aku,” suara Na Ri terdengar dari luar.

“Masuklah, tidak kukunci.”

Derit halus pintu yang terbuka menyapa telinga Suzy, diiringi dengan kemunculan Na Ri dari baliknya. Suzy tersenyum manis menyambut kedatangan sang kakak.

Eonnie, kenapa kau ke sini? Yoo Ra sudah tidur?”

“Belum, Ha Yeom yang menidurkannya karena aku mau bicara denganmu,” ucap Na Ri sembari duduk di sisi sofa yang kosong. “Bagaimana kondisi kakimu? Apa baik-baik saja?”

“Tidak terlalu baik. Aku banyak bergerak hari ini,” ucap Suzy sembari mengangkat ice bag yang dipakainya untuk mengompres. “Lihat, bengkaknya agak besar.”

Aigoo, di mana obat pereda nyerimu? Nanti biar kutanyakan pada Ha Yeom obat pengganti yang lebih manjur.”

“Di sana, di meja. Biar kuambilkan,” ucap Suzy sembari meletakkan ice bag-nya.

“Aku bisa mengambilnya sendiri, duduklah. Jangan banyak bergerak,” tahan sang kakak. Na Ri segera bangkit dan mengambil obat milik Suzy.

“Kau sudah minum untuk malam ini?”

“Sudah. Semoga besok kakiku sudah membaik.”

“Kuharap juga begitu. Kau akan kesulitan bekerja dengan kondisimu yang begini,” Na Ri kembali duduk di sofa bersama Suzy usai menyimpan obat Suzy di saku piamanya. “Bagaimana acara makan malamnya? Seberapa menyebalkan pria itu?”

“Apa katamu?” Suzy tertawa geli. “Kenapa kau langsung bertanya seberapa menyebalkannya dia?”

“Aku sedikit banyak tahu soal anak tunggal Keluarga Park itu. Banyak yang bilang dia keras kepala. Benarkah itu?”

“Kurasa begitu, walaupun belum terlihat jelas, tapi dari caranya berbicara dan mengobrol denganku, aku bisa merasakan kalau dia tipikal orang yang keras kepala. Dia juga ... Mmm ... Terlalu membanggakan diri? Dia merasa dirinya yang paling hebat dibanding orang lain dan tidak mau kalah dengan siapapun. Terkesan merendahkan. Aku tidak menyukai sikapnya itu.”

“Tentu saja kau tidak akan menyukainya. Kau juga memiliki sikap yang mirip dengannya. Yang ada kalian hanya akan baku hantam setiap hari kalau sampai menjalin hubungan.”

Yaa, bagian mana yang mirip? Apa aku membanggakan diriku? Merasa paling hebat? Merendahkan orang lain? Aku tidak pernah begitu,” Suzy tak terima disamakan dengan Hae Jun.

“Tidak sadarkah kalau kau keras kepala? Sama sepertiku juga sebenarnya. Eh ... Sebentar ... Seluruh keluarga kita keras kepala kecuali Ah In kan?” jawab Na Ri disusul tawa renyah. Suzy mendengus sebal karena ucapan kakaknya memang fakta. Setidaknya, Suzy keras kepala bukan perkara hal-hal buruk dan akhirnya tetap akan melunak, apalagi kalau urusan dengan orang tuanya.

“Jadi, bagaimana? Kau mau mencoba mengenalnya lebih jauh dulu?” tanya Na Ri.

“Tidak. Katamu aku bisa baku hantam setiap hari kalau sampai menjalin hubungan dengannya kan? Aku juga menduga hal yang sama,” ucap Suzy. “Pertemuan tadi sama sekali tak berkesan untukku. Aku bahkan malas bertemu dengannya lagi. Tapi, kalau aku mengatakan ini pada Eomma dan Appa, kami hanya akan bersitegang. Kau lihat sendiri kan bagaimana mereka sangat antusias dengan pertemuanku dan Hae Jun?”

“Kau benar. Aku sampai heran. Mereka tahu kau terkilir tapi kau tetap saja dipaksa untuk datang ke acara tadi. Belum lagi tadi Eomma malah mengajakmu ke salon. Padahal, itu bukan agenda penting. Tanpa ke salon pun kau sudah cantik.”

“Apa-apaan? Aneh sekali, tak biasanya kau memujiku. Kau mau apa huh?” cibir Suzy. Na Ri berdecak sebal.

Yaa, aku bicara serius. Dengar, satu-satunya yang kuinginkan sekarang adalah, kau tidak menuruti permintaan Eomma dan Appa kalau mereka memaksamu menjalin hubungan dengan pria itu,” ucap Na Ri. Suzy menaikkan sebelah alisnya penasaran.

“Kenapa?”

“Pertama, kau berhak untuk menentukan hidupmu sendiri. Kedua, kau layak mendapatkan pria yang tulus mencintaimu, bukan karena keluargamu atau jabatanmu. Ketiga, aku tidak mau Eomma dan Appa terus menerus mengatur kehidupan anak-anaknya. Keempat, Gajang Group tidak bisa sepenuhnya dipercaya. Kau tahu? Beberapa tahun lalu mereka sempat terseret dalam kasus pencucian uang dan anehnya dengan segala bukti yang kuat, mereka bisa mendadak bersih dan tak bersalah. Sudah pasti tujuan mereka menyetujui urusan perjodohan ini tidak jauh-jauh dari uang.”

“Apa bedanya dengan keluarga kita? Kau pikir mereka menjodohkanku karena khawatir aku tak kunjung punya pacar? Tidak kan? Kau tahu sendiri sudah berapa pria yang kukenalkan dan ditolak oleh mereka. Eomma dan Appa juga hanya memikirkan soal uang atau bisnis.”

“Nah, karena itulah kau harus menolak permintaan mereka. Mau sampai kapan kita sibuk mengenyangkan ego mereka? Kita memang ada dan lahir karena mereka, mereka juga sudah memberikan banyak hal untuk kita agar kita bisa seperti sekarang. Tapi, bukan berarti kehidupan kita seterusnya disetir oleh mereka, apalagi setirannya ke arah sesuatu yang tidak sepenuhnya baik dan justru membuat kita menderita.”

Suzy terdiam sejenak, masih sambil mengompres pergelangan kakinya. Perkara berontak-memberontak, kakaknya yang satu ini memang lebih ahli. Sejak masih remaja, tak terhitung berapa kali orang tuanya bersitegang dengan Na Ri. Na Ri juga seolah tak punya rasa takut pada apapun. Ancaman akan diusir dari rumah pun tak membuatnya gentar karena nyatanya sederet pemberontakannya tidak benar-benar berujung dengan pengusiran. Na Ri boleh menyebut Suzy keras kepala, tetapi ia juga perlu sadar diri bahwa jika diadu, di antara seluruh anggota Keluarga Bae, Na Ri berada di urutan teratas orang dengan kepala batu. Wajar saja jika kini Na Ri mengusulkannya untuk memberontak.

“Tapi, kalau kau mau menjadi anak yang sangat-sangat berbakti seperti biasanya, silakan saja. Aku tidak akan memaksamu. Semua keputusan ada di tanganmu.”

“Huft, sebenarnya aku bukan anak yang sepenuhnya berbakti. Selama ini aku menurut hanya karena malas berdebat dengan Eomma dan Appa, terutama Eomma. Dia pasti akan membawa-bawa soal mantan pacarku setiap kali mulai merasa terdesak,” keluh Suzy. “Kau tahu kan, hubunganku dengan Jun Seok benar-benar tragis. Aku belum pernah menyukai pria sampai sebegitunya, dan kami harus berakhir karena paksaan, bukan karena tak lagi saling mencintai.”

“Ah pria itu. Padahal di antara para pria yang pernah berkencan denganmu, aku merasa dia yang paling bisa memahamimu. Apa kau masih berharap bisa kembali bersamanya?”

“Ck, tidak. Aku sudah merelakannya. Dia pasti juga sudah mendapatkan perempuan lain yang keluarganya lebih bisa menerimanya. Aku hanya risih kalau Eomma terus membawa-bawa orang yang sudah tidak ada hubungannya denganku, apalagi sampai menyalah-nyalahkannya,” ucap Suzy sambil sedikit mengerucutkan bibirnya. “Aku ingin bisa tebal telinga sepertimu.”

“Hahaha, percayalah. Walaupun aku terlihat tak peduli, aku tetap memikirkan perkataan mereka. Tapi ujung-ujungnya juga kuabaikan karena aku memikirkan kebahagiaan yang akan kudapatkan lewat keputusanku,” ucap Na Ri. “Tidak semua arahan orang tua itu benar, Suzy-ah. Orang tua yang toxic itu nyata adanya, Eomma dan Appa contohnya. Kalau kau memang tidak mau menjalin hubungan dengan pria itu, katakan baik-baik alasannya. Apa yang membuatmu tak nyaman, apa yang membuatmu tidak mau berjalan lebih jauh bersama Hae Jun, katakan semuanya pada mereka. Kalau mereka mulai membawa-bawa masalah lain di luar urusan kau dan Hae Jun, segera kembalikan topik pembicaraan ke masalah utama. Kau harus kuat dengan ocehan mereka, jangan mudah luluh. Eomma dan Appa lama-lama juga akan luruh kalau kau teguh pada pendirianmu, percayalah.”

“Baiklah, besok aku akan mencobanya kalau mereka bertanya soal acara malam ini. Atau ... aku mengaku saja kalau sebenarnya aku sudah punya pacar ya?”

“Yakin? Kalau mereka memintamu mengenalkannya, apa yang akan kau lakukan huh?”

Suzy mengendikkan bahu. Pikirannya kembali teringat pada Seung Gi.

“Sebenarnya ... Aku sepertinya mulai tertarik kepada seseorang. Masalahnya, orang ini ...”

“Bukan orang terpandang lagi?”

Suzy meringis dan mengangguk. Na Ri cukup hafal dengan kisah percintaan sang adik. Mudah baginya untuk menebak selera adiknya itu. Berbeda dengan Na Ri yang memang mengincar pria dari keluarga terpandang agar orang tuanya tidak mengusiknya dengan agenda perjodohan, Suzy selalu cukup dengan pria baik-baik yang bisa membuatnya nyaman. Tidak perlu kaya atau dari keluarga terpandang. Sayangnya, keinginan sederhana itu tak sejalan dengan keinginan orang tuanya.

“Bukan hanya itu. Dia ... Dia manajer di Gajang Resto tempat aku dan Hae Jun makan malam tadi. Kata Hae Jun, dia adalah salah satu orang kepercayaan keluarganya.”

“Kau baru bertemu dengannya tadi dan langsung tertarik kepadanya?” Na Ri tampak keheranan. Suzy menggeleng.

“Tidak, aku bertemu dengannya kemarin. Dia yang menolongku saat aku terkilir di pusat perbelanjaan. Dia yang membelikan cold pad dan perban, membalut kakiku, bahkan sampai memesankan taksi untukku. Dia juga yang memberikan saran agar kakiku tidak bengkak. Barulah tadi kami bertemu lagi dengan tidak sengaja. Aku sangat terkejut saat tahu dia manajer restoran itu.”

Na Ri berketap-ketap tak percaya dengan mulut setengah terbuka. Situasi ini lebih rumit dari bayangannya.

“Apa yang membuatmu tertarik padanya? Apa dia tampan?”

“Secara fisik, dia ... tampan. Sikapnya juga sangat sopan. Aku memang sempat curiga karena dia membantuku sampai sebegitunya saat aku terkilir, tapi sampai aku masuk ke taksi, dia tidak melakukan sesuatu yang mencurigakan. Meminta nomorku saja tidak. Soal nama saja aku yang bertanya lebih dulu. Berarti dia menolongku bukan sebatas modus atau hanya karena melihat fisikku,” jelas Suzy panjang lebar. “Aku ingin bertemu dengannya lagi, setidaknya untuk mentraktirnya makan sebagai ucapan terima kasih karena telah membantuku. Tapi aku juga takut, bagaimana kalau nantinya aku semakin tertarik kepadanya setelah kami bertemu lagi? Tidak akan ada yang berada di pihakku. Pada akhirnya aku juga harus merelakannya seperti Jun Seok dulu.”

“Kata siapa tidak ada yang berada di pihakmu? Kau lupa ada aku?”

“Memangnya apa yang bisa kau lakukan untuk membantuku?”

“Aku bisa menampung kalian di apartemenku kalau nanti akhirnya kalian harus kawin lari karena tidak direstui.”

Suzy meraih bantal sofa dan memukulkannya pada sang kakak. Na Ri tergelak melihat respon adiknya itu. Ada segaris semburat merah muda di wajahnya. Na Ri sedikit menerka, mungkinkah Suzy sudah berpikir sampai sejauh itu?

Eonnie, aku serius! Aku lebih tertarik pada Seung Gi dibanding Hae Jun, tapi kenapa dia harus bekerja sebagai manajer di restoran Hae Jun? Tidak bisakah dia bekerja di tempat lain saja?” Suzy menggerutu sebal. “Menurutmu, apa yang sebaiknya kulakukan, Eonnie? Haruskah aku nekat saja?”

“Ah, namanya Seung Gi,” Na Ri mengangguk-angguk. “Kalau kau bertanya saran padaku, jelas aku akan menyuruhmu merealisasikan keinginanmu mentraktirnya sebagai ucapan terima kasih, sekaligus untuk tahu lebih banyak soal dia. Perkara nantinya kau akan semakin tertarik kepadanya, ya sudah, biarkan saja. Hatimu lebih tahu mana yang lebih tepat untuk dirimu. Kalau Eomma dan Appa tidak setuju lagi, saatnya kau mengeluarkan keberanianmu untuk memperjuangkan pilihan hatimu. Kau tidak bisa terus-menerus disetir oleh mereka, termasuk urusan pasanganmu. Seumur hidup kau sudah diatur oleh mereka kan?”

“Tapi ... ini bukan hanya soal Eomma dan Appa saja. Hubungan mereka dengan Keluarga Park, hubungan Seung Gi dengan Keluarga Park juga bisa kacau. Bukankah terlalu egois kalau aku nekat membiarkan ketertarikanku pada Seung Gi ini bertumbuh ke arah yang lebih serius?”

Yaa, kenapa kau berpikir seolah-olah kau akan menjalin hubungan serius dengan pria itu? Kau baru bertemu dengannya dua kali, obrolan kalian pun pasti belum banyak. Memangnya kau yakin dia juga tertarik kepadamu? Jangan-jangan dia malah sudah beristri, siapa yang tahu?”

Suzy tercekat. Perkataan Na Ri ada benarnya. Bisa saja ketertarikan ini hanya berlaku di satu pihak, yaitu pihaknya. Lebih pahit lagi, bisa saja Seung Gi telah berkeluarga. Kenapa ia sangat percaya diri sampai berpikir soal hubungan keluarganya dengan Keluarga Park atau hubungan Seung Gi dan Keluarga Park? Ia hanya baru mulai tertarik, belum tahu banyak soal Seung Gi.

“Benar juga. Kenapa aku sudah berpikir jauh-jauh? Tapi tidak ada salahnya dengan antisipasi kan?”

“Iya, memang tidak salah, tapi, kalau kau berpikir terlalu jauh, yang ada kau tidak akan berani melangkah. Setidaknya, sekarang jalankan dulu keinginanmu untuk mentraktirnya makan sebagai ucapan terima kasih. Cari tahu tentangnya sebanyak-banyaknya lewat kesempatan itu, setelahnya barulah kau pertimbangkan keinginanmu. Kalaupun tidak berakhir bersama, setidaknya kalian masih bisa berteman.”

“Mmm ... Menurutmu memalukan atau tidak kalau aku yang mendekatinya lebih dulu?”

“Jelas tidak. Hampir semua pria yang kukencani kudekati lebih dulu, termasuk Ha Yeom. Menunggu hanya membuang-buang waktu. Aku lebih suka segera ada kejelasan daripada terombang-ambing di tengah ketidakpastian.”

Suzy terkekeh pelan. Kedua kakaknya memiliki sifat yang sangat bertolak belakang, membuatnya harus pandai-pandai memilah topik mana yang dibicarakan dengan Ah In, mana yang dibicarakan dengan Na Ri. Pada momen tertentu, Suzy merasa beruntung memiliki kakak seperti mereka. Sekalipun sesekali ribut karena Suzy sering menjadi korban keusilan kakak-kakaknya, terutama dari Na Ri, tetapi, Suzy senang memiliki Ah In dan Na Ri. Mereka selalu menjadi garda terdepan pelindungnya. Saat ia dipaksa mengakhiri hubungan dengan Jun Seok dua tahun lalu, Ah In dan Na Ri berusaha dengan cara mereka masing-masing untuk menghiburnya.

“Baiklah kalau begitu, aku akan mencoba memikirkan cara agar bisa bertemu dengannya lagi,” ucap Suzy dengan seulas senyum tipis di wajah cantiknya. “Omong-omong, apa kau sudah mengantuk?”

“Belum, kenapa?”

“Bolehkah aku minta tolong? Bantu aku membalut kakiku.”

“Apa-apaan, bukankah sejak tadi pagi kau bisa melakukannya sendiri?”

“Ayolah, mumpung kau di sini, bisakah kau sedikit mempermudahku? Agak susah membalut kakiku sendiri dengan rapi.”

“Tidak mau. Lakukan sendiri.”

Na Ri bangkit berdiri dan mengambil perban di nakas sebelum akhirnya membalut pergelangan kaki Suzy yang bengkak sambil melanjutkan obrolan mereka.

***

Hari berikutnya, sambil mengistirahatkan diri setelah kemarin memaksakan kakinya beraktivitas normal, Suzy memeriksa jadwal kegiatannya. Ia mencari hari kosong untuk mewujudkan rencananya bertemu kembali dengan Seung Gi. Niatnya, Suzy akan memesan paket makan malam VIP di Gajang Resto Gangdong-gu, tempat Seung Gi bekerja, lantas meminta pria itu menemuinya dengan bantuan resepsionis atau pelayan di sana. Tingkat keberhasilannya memang 50:50 karena ia tidak tahu Seung Gi selalu di restoran atau tidak. Namun, Suzy bukanlah orang yang akan menyerah hanya karena kemungkinan keberhasilannya tidak penuh. Sekecil apapun kesempatan yang ada, Suzy akan memanfaatkannya.

“Oke, Selasa malam, Kamis malam, Sabtu malam, dan Minggu malam. Empat malam itu,” Suzy menemukan waktu senggangnya. Ia segera mengambil ponselnya dan menghubungi kontak Gajang Resto Gangdong-gu.

Yoboseyo ... Apa benar ini dengan Gajang Resto Gangdong-gu?”

Ya, benar. Ada yang bisa kami bantu?” suara resepsionis yang sama seperti semalam terdengar menyapa hangat.

“Aku ingin memesan paket makan malam VIP untuk dua orang. Dalam minggu ini, hari apa saja yang luang?”

Tunggu sebentar, Nona, biar kami periksa dulu.”

Sedikit jeda sepi tercipta kala resepsionis di seberang memeriksa jadwal. Dengan sabar, Suzy menunggu jawaban dari resepsionis itu. Gajang Resto Gangdong-gu termasuk restoran yang banyak dijadikan sebagai tempat pertemuan penting. Tak heran jika butuh waktu untuk memastikan kelas VIP luang.

Untuk VIP, tersedia satu ruangan di hari Senin dan Selasa jam makan malam. Hari Rabu tersedia dua ruangan di jam makan siang dan makan malam, sementara Kamis hingga Minggu penuh. Kalau minggu depan, masih kosong semua. Bagaimana?

“Ah, begitu ya? Tunggu sebentar,” Suzy tampak menimbang-nimbang. Ia belum tahu agendanya di minggu depan, akan lebih aman jika mengambil hari di minggu ini yang sudah jelas keluangannya.

“Kalau boleh tahu, apakah manajer restoran selalu datang ke sana setiap hari?” tanya Suzy hati-hati. Sedikit jeda sepi kembali tercipta. Suzy tahu betul pertanyaannya sedikit mencurigakan.

“Aku mengenal manajer restoranmu, Lee Seung Gi kan? Kami berteman baik. Aku ingin memberikan kejutan kepadanya, jadi aku menanyakannya kepadamu,” Suzy buru-buru membuat alasan. Terdengar gumaman pendek yang meragu di seberang.

Dia ... Selalu ke sini kecuali akhir pekan seperti sekarang.

“Kalau begitu, aku pesan untuk Selasa malam, VIP dua orang. Tolong siapkan menu dan pelayanan terbaik kalian,” ucap Suzy. Ia menelan salivanya perlahan. “Kalau bisa, tolong pastikan manajermu menemuiku di waktu itu. Tapi jangan katakan kalau ini dariku, katakan saja ada tamu penting yang ingin bertemu dengannya. Aku ingin memberinya kejutan.”

Ba .... ik ... lah ...” resepsionis yang menerima telepon tampak masih ragu-ragu. Penjelasan dan permintaan Suzy yang panjang lebar justru membuat pesanan itu terasa mencurigakan.

Pesanan ini atas nama siapa?

“Suzy, Bae Suzy.”

Bae Suzy? Tunggu ... Bukankah kau gadis yang dikenalkan Tuan Park semalam?” resepsionis itu terdengar terkejut begitu sadar siapa yang menelepon. “Maafkan aku, aku belum hafal dengan suaramu. Aku sempat mengira ini panggilan iseng. Maafkan aku.

“Tidak, tidak apa-apa, jangan meminta maaf. Wajar kalau kau belum hafal, kita hanya bicara sekilas semalam,” ucap Suzy santai. “Jadi ... Bagaimana? Kau bisa mewujudkan permintaanku? Kalau ada biaya tambahan tak masalah, aku bisa membayarnya.”

Tentu, kami akan mengusahakannya. Tidak perlu ada biaya tambahan, memang sudah tugas kami melayani,” ucap resepsionis itu. “Pemesanan ruang VIP perlu uang muka separuh dari tagihan, ke mana aku bisa mengirim tagihannya?

“Kirim ke e-mail-ku saja, aku akan langsung membayarnya,” Suzy lantas menyebutkan alamat surelnya. “Oh ya ... Kalau kau tak keberatan ... Jangan sampai Hae Jun tahu soal ini karena ... Ini urusanku dan manajermu. Aku tidak ingin Hae Jun ikut campur.”

Tak dapat dipungkiri, ucapan Suzy membuat sang resepsionis bertanya-tanya. Adakah sesuatu di antara Seung Gi dan Suzy? Atau ... Seung Gi membuat masalah sampai Suzy ingin menemuinya secara rahasia begitu?

LATIBULE (Lee Seung Gi x Bae Suzy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang