Ada beberapa hal yang harus dikorbankan. Seperti nyawaku yang dibayar dengan kenangan masa lalu.
Solitude by Andhara
🕯🕯🕯
"Aviiiiiiii!"
Seorang anak laki-laki berlari sembari tertawa. Membawa sebuah boneka beruang cokelat milik gadis yang mengejar sambil meneriakkan namanya. Baju dress putih gadis itu berterbangan terbawa angin.
Tawa memekik di telinga. Anak-anak itu berlari sampai akhirnya sang gadis jatuh tersungkur dan menangis. Ali berlari ke arahnya, berjongkok. Melihat lutut Ainsley yang berdarah. Ayolah, lihat wajah gadis itu yang sedang menahan tangisnya. Begitu lucu.
"Lihat wajahmu itu, jelek sekali." Ali terkekeh. Dia menghapus air mata yang keluar dari dua mata bulat itu dengan ibu jarinya. "Jangan menangis. Kamu jelek."
Suara monitor memecah hening. Para dokter mengucap syukur. Mereka berhasil mengembalikan detak jantung Ainsley yang sempat hilang. Suasana di ruang ICU kembali lengang. Para dokter dan perawat meninggalkan ruangan setelah memastikan Ainsley baik-baik saja.
Tiga hari. Sudah tiga hari gadis itu tak sadarkan diri. Arslan yang kalap saat melihat detik-detik Ainsley tumbang langsung membawanya ke rumah sakit. Dan satu hari kemudian, Ainsley dipindahkan ke ICU karena kondisinya yang kritis. Melisya ikut membantu menemani Ainsley di rumah sakit dan memaksa Arslan untuk istirahat di rumahnya walau sebentar.
Kondisi Arslan hampir bisa dibilang buruk. Laki-laki itu jarang makan dan tidak pernah tidur hingga Melisya menyuruhnya tidur. Arslan benar-benar tidak ingin kehilangan Ainsley. Karena hanya Ainsley yang tersisa di hidupnya. Benar-benar hanya Ainsley. Tidak ada lagi.
Setiap waktunya adalah berharga. Ia harus terus memastikan bahwa Ainsley masih ada.
Bahkan saat detak jantung Ainsley menghilang, Arslan panik bukan main. Ia tidak bisa berpikir jernih. Tubuhnya menegang. Kemudian luruh ke lantai saat dokter mengatakan Ainsley telah kembali.
"Aku hanya punya dia, Mel. Hanya dia."
Melisya tidak pernah melihat Arslan serapuh ini. Bahkan saat detik-detik kematian Aisha, Arslan masih bisa menjaga tubuh dan ekspresinya.
Wanita itu menatap lurus ke arah Ainsley yang masih terlelap dengan berbagai alat medis yang terpasang di tubuhnya. Apa yang akan terjadi jika Ainsley pergi?
Apa Arslan akan sehancur itu? Atau bahkan lebih parah dari yang ia bayangkan.
Jangan pergi, Ainsley....
Sementara di sisi lain, Ainsley melihat gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Hanya gelap yang tertangkap indera penglihatannya. Dan dingin yang mengenai kulit pucatnya. Gadis itu ingat. Semuanya. Alasan mengapa Ali bisa menaruh perhatian padanya. Alasan mengapa Ali mengenalinya padahal mereka tak pernah saling sapa. Alasan mengapa Ali menaruh hati padanya.
Alasan mengapa Ali jatuh pada Ainsley.
Sejak kecil mereka sudah dipertemukan. Masa kecil yang indah itu, meninggalkan kenangan kuat di hati Ali. Tapi, tidak dengan Ainsley. Dia malah melupakan ingatan-ingatan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Solitude
Teen FictionBagaimana perasaan kalian saat melihat kematian orang tua kalian sendiri? Bagi Ainsley. Rasanya sangat ... entahlah, gadis itu tidak bisa mendeskripsikannya dengan kata-kata. Gadis itu kini hidup sebatang kara. Dihantui oleh mimpi-mimpi ketika Ayah...