Aku tahu berada di posisimu sangat menyakitkan. Tapi, bukankah akan lebih baik jika kamu kembali bertahan? Dan temui aku di lain waktu. Saat memang takdir benar-benar sudah menginginkan aku memelukmu.
Solitude by Andhara.
🕯🕯🕯
Fisiknya memang sudah sembuh total. Namun, tidak dengan psikisnya. Pada akhirnya mereka yang ingin menjenguk Ainsley—Hana dan Ana—tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruangan. Sejak kedatangan Arslan, Ainsley benar-benar menjadi sentimental. Dia akan selalu waspada setiap pintu ruang rawat dibuka. Bahkan tanpa segan melempar sesuatu.
Ini sudah dua minggu sejak dirinya dirawat. Ainsley sudah diperbolehkan pulang. Linda memutuskan membawanya ke Bandung. Tinggal di rumah Kakek Nenek Ainsley yang sudah lama tak ditinggali. Gadis itu mengejar ujian paket C. Dia bersikeras ingin lulus tahun itu juga. Walau sebenarnya Linda tidak keberatan jika Ainsley ingin mengulang.
Sejak hari itu ... Ainsley melihat 'mereka' yang tak bisa dilihat sembarang orang. Hidupnya gelisah. Dia menjalani kehidupan yang menakutkan. Walau mungkin akan terbiasa dimakan waktu, namun tetap saja menyeramkan karena mereka selalu muncul tiba-tiba. Tak jarang beberapa dari mereka menyadari bahwa Ainsley bisa melihat sosok mereka.
Beberapa dari mereka mengajak bicara.
Mengganggunya.
Meminta tolong padanya.
Ainsley abaikan.
Karena menurutnya, semua itu menyebalkan. Dia sudah lelah dengan hidupnya, jangan ditambah dengan setan-setan itu.
"Ain ... Bibi buat pisang goreng. Buat camilan belajar kamu." Gadis itu menatap Linda. Bahkan berekspresi pun enggan. Dia memperhatikan Linda yang meletakkan sepiring pisang goreng di meja belajarnya. Wanita itu mengelus punggungnya. "Dimakan, ya? Bibi mau keluar dulu sebentar."
Wanita itu pergi.
Ainsley menatap ke arah jendela kamar yang terbuka. Melihat langit sore yang mendung. Sebenarnya ... sudah berapa lama ia hidup seperti ini? Dihantui ingatan tentang malam tragedi yang membuatnya enggan tidur selama beberapa hari. Dalam mimpi pun, ketenangan sepertinya tidak ingin menjumpai.
Minggu depan sudah masuk liburan akhir semester. Ainsley menjalani home schooling sejak kejadian itu. Enggan keluar rumah. Terhitung baru tiga kali gadis itu keluar dari rumahnya. Untuk berkonsultasi ke psikiater. Memeriksa keadaan psikisnya.
Gadis itu menutup jendela. Kembali bergelung di dalam selimut. Dan waktu pun berlalu begitu saja. Semester dua sudah dimulai. Ainsley sudah bersekolah seperti biasa.
"Jangan kecapekan ya, Ain? Kalau sakit lagi ijin aja atau telepon Bibi." Gadis itu mengangguk dua kali. Menyalami tangan Linda. Tangannya terulur hendak membuka pintu mobil, sebelum akhirnya dia menoleh.
"Bibi tahu 'kan aku benci sama 'orang itu'." Linda terkejut. "Tolong bilang sama dia gak usah lagi dekat-dekat. Aku tahu dia sering datang ke rumah." Linda menatap sendu gadis yang kini sudah keluar dari mobil itu.
Mau sampai kapan Ainsley akan terus membenci Arslan? Yang Linda inginkan dari mereka adalah kedamaian. Mungkin memang akan sulit mengingat kesalahan yang dilakukan laki-laki itu di masa lalu; pergi meninggalkan Ainsley.
Ainsley berjalan di lorong kelas. Sudah lama sejak dia kembali bersosialisasi dan keluar ke tempat ramai seperti ini. Dia bahkan berjalan dengan earphone yang terpasang di telinganya, memutar lagu yang sejak dulu ia sukai. Lagu yang sering mengingatkannya pada mendiang kedua orang tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Solitude
Fiksi RemajaBagaimana perasaan kalian saat melihat kematian orang tua kalian sendiri? Bagi Ainsley. Rasanya sangat ... entahlah, gadis itu tidak bisa mendeskripsikannya dengan kata-kata. Gadis itu kini hidup sebatang kara. Dihantui oleh mimpi-mimpi ketika Ayah...