Dia hanya ... lelah akan takdir yang diberikan padanya.
Solitude by Andhara
🕯🕯🕯
Dalam hidup, seseorang pasti memiliki titik terendah. Saat di mana orang itu akan sulit untuk bangkit. Atau bahkan tidak bisa sama sekali. Terus terdiam di titik paling rendah dalam hidupnya. Tanpa bisa merangkak naik dan kembali bangkit.
Mau sekuat apa pun. Sehebat apa pun orang itu. Mereka akan merasakan sakit akibat kehilangan. Seseorang yang berharga baginya. Itu jika memang mereka memiliki 'orang berharga' itu sendiri.
Ainsley tidak tahu yang mana titik terendah dalam hidupnya. Awalnya ia pikir saat ia kehilangan Batavia. Lalu kemudian ia berpikir lagi, apakah saat kehilangan orangtuanya? Dan sekarang, dia harus mendengar kabar bahwa bibinya kecelakaan? Apa ia juga akan dipaksa menerima kenyataan jika mereka menyatakan bahwa bibinya tidak terselamatkan?
Berita kecelakaan pesawat itu, tersebar di mana-mana. Televisi, web internet, koran, sosial media. Bahkan ia sampai muak membacanya.
Bibinya ....
Linda tidak boleh mati!
Setiap hari ... setiap hari ia menanyakan kabar sang bibi. Bahkan sampai menuntut panggilan telepon dari Linda. Setiap hari ia merindukan bibinya. Satu-satunya keluarga yang ia punya selain Arslan. Padahal ia hanya ingin bertemu lagi dengan Linda. Hanya itu. Apakah tidak bisa? Sampai kapan takdir akan terus mempermainkan dirinya? Sampai ia puas? Kapan ia akan puas? Merenggut orang yang berharga bagi orang lain. Bukankah itu jahat?
Ainsley bahkan terus menunggu telepon dari tim yang sedang mencari korban. Menunggu dengan harapan dan ketakutan. Berharap semoga Linda baik-baik saja. Takut jika kabar yang ia dapat justru adalah sesuatu yang paling ia takuti.
"Kabarnya sudah keluar."
Gadis itu membelalakkan matanya saat mendengar tutur kata dari Arslan di sana.
"Ain ... tunggu Kakak di rumah."
"Bibi sudah ketemu, kan?!" Suaranya terdengar bergetar. Hanya ada hening. Arslan tidak menjawab pertanyaannya.
"Tunggu di rumah."
Sambungan terputus. Tangan gadis itu melemas. Ia biarkan telepon rumah itu bergelantungan di meja. Berbalik, melangkah menuju ruang tamu. Menunggu.
Cukup lama ia menunggu. Kuku jarinya sudah habis ia gigiti. Terus melambungkan harap, semoga bibinya baik-baik saja. Semoga yang Arslan bawa adalah kabar baik. Pasti kabar baik, kan?
Cklek.
Ainsley terkesiap. Itu pasti Arslan. Dia langsung berlari menuju pintu utama. Laki-laki itu tiba dengan sebuah senyum tipis. Menatapnya dengan sayu. Gadis itu terdiam. Menunggu Arslan berbicara.
"Ain ...." Tubuhnya menegang. Apa ... apa yang akan dikatakan Arslan? Kabar apa yang akan dia ucapkan?
Sebelum itu, Arslan melangkah mendekat. Memeluk Ainsley dengan erat. Sama seperti pelukan yang Ainsley berikan untuk Linda.
"Bibi sudah pulang."
Matanya membola. Tanpa permisi, air mata itu datang lagi.
🕯🕯🕯
Napasnya terengah. Walau begitu, kakinya tetap melangkah. Terus menerobos hujan. Tidak peduli bahwa tubuhnya sudah gemetaran. Reaksinya terhadap hujan belum berubah. Dia masih takut. Dia masih trauma!
KAMU SEDANG MEMBACA
Solitude
Fiksi RemajaBagaimana perasaan kalian saat melihat kematian orang tua kalian sendiri? Bagi Ainsley. Rasanya sangat ... entahlah, gadis itu tidak bisa mendeskripsikannya dengan kata-kata. Gadis itu kini hidup sebatang kara. Dihantui oleh mimpi-mimpi ketika Ayah...