Part 28🌙

495 66 2
                                    

Happy Reading





Hari kelulusan hanya tinggal menghitung bulan saja, Renjun, dan Mark sedang disibukan dengan beberapa ujian praktek, maupun ujian tulis yang membuat kedua otak mereka setiap harinya berasap.

Hari libur sekarang, Renjun sedang menyempatkan otaknya untuk beristirahat. Kakinya berada diatas dan kepalanya yang berada dibawah. Kedua tangannya bersedekap didada, menikmati suasana dingin dari AC yang ia nyalakan dari semalam.

Bahkan. Renjun belum mandi sama sekali, bajunya masih yang semalam, memikirkan ujian saja sudah membuatnya pusing.

"Renjun Renjun!"

Keseimbangan Renjun hancur seketika, ia terkejut bukan main ketika suara Haechan dan Jeno beradu sambil membuka pintu kamar dengan keras.

"Sialan lo berdua!" pekik Renjun melempari mereka dengan bantal.

Keduanya mendengus, Jeno menatap sinis Renjun dengan Azura yang berada ditangannya. Sedangkan Haechan menyengir saja.

"Ngapain sih lo pada? Sana-sana deh, gue lagi pusing," kata Renjun kembali pada posisi semula.

"Gue gabut. Ngomong-ngomong gue mau beli anak lagi," ungkap Jeno tiba-tiba.

Renjun terbatuk, tersedak ludahnya sendiri mendengar pengakuan dari Jeno. Apa dia bilang? Hewan peliharaan baru? Tidak ada. Kelinci dan anak anjing nya itu saja sudah membuat Renjun pusing tujuh keliling, apalagi jika menambah satu jenis lagi. Sudah Renjun ingin pisah rumah saja dengan Jeno.

"Jeno kalau lo coba-coba mau beli lagi, lebih baik lo tinggal di rumah hewan saja. Jangan disini, ini rumah untuk kita para manusia, bukan untuk hewan kek lo!" ketus Renjun membuat Jeno ingin mencabik saja wajah tampan milik saudaranya itu.

"Gue kagak peduli, gue tetep mau beli juga!" kekeuh Jeno yang masih didengar Renjun.

"LAMA-LAMA GUE CEKIK SI AZURA AZURA ITU SAMA KELINCI SIALAN LO ITU JENO!"

Mereka salah mendatangi kamar yang ternyata menggangu macan yang sedang tidur, mereka beralih ke kamar Mark. Sudah dipastikan sang empu tengah menikmati masa santainya dengan tidur seharian.

Saat pintu terbuka, pemandangan yang mereka lihat hanyalah tataan kamar Mark yang begitu rapih. Bahkan kasur nya pun masih bersih dan rapi, meja belajarnya kosong, hanya terlihat beberapa tumpukan buku dan laptop yang menyala, menampilkan dokumen-dokumen tugasnya.

"Ngapain lo berdua!"

Jeno dan Haechan terkaget-kaget, apalagi Jeno yang sedang memegang Azura hampir saja ia hempaskan jika tidak sadar. Mark yang mereka cari berada dibelakang mereka, memegang satu nampan yang berisikan makanan khusus Mark.

Satu jus semangka, satu pack kue varian semangka, dan satu buah semangka segar.

"Sana lo pada gih, jangan ganggu gue," usir Mark menutup pintu kamar.

"Dih semua orang di rumah pada sibuk Chan. Kita ke rumah Jisung saja mau?" tawar Jeno diangguki Haechan.

Berbicara soal Jisung, Haechan jadi merindukannya. Orang yang waktu itu menemaninya semalaman dengan mengeluarkan hal-hal ajaib lainnnya. Dan sampai sekarang Haechan belum bertemu kembali dengan Jisung.

Jisung sendiri juga begitu antusias dengan Haechan. Ia jadi lebih sering menanyakan Haechan di sekolah kepada Jeno jika sebelumnya tidak. Sekarang, kedua anak itu sedang menuju parkiran, ancang-ancang untuk pergi ke rumah Jisung tanpa memberi tahu siapapun.

Bunda seperti biasa, tengah arisan dengan ibu-ibu depan rumah. Ayah yang sedang pergi ke konter, tengah memperbaiki laptopnya yang semalam mati total gara-gara Jeno tidak sengaja menyenggolnya. Dan tinggalah mereka di rumah, menikmati suasana hari libur tanpa pergi kemana pun.

"Tuan muda mau ke mana?!" tanya seorang maid dengan berlari tergesa-gesa menghampiri Jeno dan Haechan.

Maid itu lantas berhenti setelah dia berhasil mengejar tuan mudanya.

Jeno menoleh ke belakang, mendapati maid yang akhir-akhir ini sering membantu Bundanya memasak di dapur.

"Kenapa, Bi?" sahut Jeno.

"Anu Tuan, Nyonya tadi baru aja pesan ke bibi. Tuan muda tidak boleh pergi meninggalkan rumah," ucap maid itu dengan raut cemas.

Dahi Jeno mengerut, tak biasanya sang Bunda memberi kabar ke maid. Biasanya langsung menelpon.

"Tumben, kenapa gak telpon Jeno?"

"Hp Nyonya tertinggal, Tuan. Tadi Nyonya cerita bahwa beliau meminjam HP temannya, dan menelpon nomor rumah," jelas maid itu.

Jeno memincingkan matanya sedikit curiga. Namun setelah dia ingat jika sedari tadi pesannya tak kunjung di balas sang Bunda, Jeno mulai percaya.

"Tapi Jeno mau ke rumah Jisung, di rumah gabut, Bi. Jadi nanti bilang aja ke Bunda yah, oke?" sahut Jeno seraya tersenyum.

Haechan yang sedari tadi berdiri di samping Jeno hanya menyimak saja. Dia akan memarahi Jeno saat di dalam mobil nanti.

"Bye, Bi!" pamit Jeno, lalu menarik pelan tangan Haechan ke arah mobil Mark. Berhubung Jeno belum memiliki mobil sendiri, setidaknya dia masih memiliki Mark yang mobilnya bisa dia manfaatkan.

***

Seperti biasa, suasana sepi selalu menyapa Jeno saat dia bertamu ke rumah Jisung. Tak ada anggota keluarga yang nampak di rumah Jisung selain Jisung sendiri. Rumah itu benar-benar sepi.

Chenle yang biasanya datang berkunjung pun hari ini batang hidungnya tak terlihat di rumah Jisung. Entah pergi ke mana anak itu.

"Wah, akhirnya kalian main ke sini juga," ucap Jisung seraya tersenyum lebar.

Sedari tadi Jisung kesepian di rumah, keluarganya sibuk dengan urusan masing-masing.

Maka saat Jeno datang, Jisung merasa tak sendirian lagi. Apa lagi Haechan turut datang bertamu, Jisung jadi tak sabar akan melihat kemampuan Haechan yang selalu membuatnya takjub.

"Gue gak tahu cara bikin teh atau jus, jadi gue bawain soda aja, yah," ucap Jisung setelah Jeno duduk di sofa putih yang ada di ruang tamu.

Jeno lantas mengangguk semangat, Jisung yang mendapat anggukan pun perlahan meninggalkan Jeno dan Haechan di ruang tamu.

Di rumah dia jarang sekali diperbolehkan minum soda terlalu banyak.

Jika di rumah tak boleh, mengapa di luar tidak?

Jeno akan meminum soda sepuas-puasnya di rumah Jisung.

"Jeno, nanti Bunda marah. Jeno mau di marahi Bunda dua kali lipat? Aku bisa menahan marah tadi tapi Bunda jika marah sangat menyeramkan! Mirip Renjun," bisik Haechan. Dia seolah-olah bisa membaca pikiran Jeno yang memiliki niat untuk banyak meminum soda.

Jeno menggeleng pelan. Menurutnya, selagi tak ada mulut yang membocorkan perbuatannya, maka dia aman.

"Makannya jangan bilang Bunda. Udah, tutup mulut aja lo," balas Jeno santai.

Haechan menggerutu pelan, Jeno jika dinasehati memang susah. Harus Bunda atau Ayahnya yang turun tangan agar Jeno menjadi anak yang penurut.

Tak lama kemudian setelah percakapan singkat anatar Jeno dan Haechan, Jisung datang dari arah dapur membawa banyak kaleng soda dan jajanan di atas nampan yang dia bawa. Membuat mata Jeno semakin berbinar.

"Kok lo dibolehin koleksi soda banyak sih, Sung. Kenapa gue malah gak dibolehin," celetuk Jeno kesal. Dia sebenarnya sedikit iri dengan kehidupan Jisung yang terbilang, bebas.

Jisung hanya tersenyum tipis menanggapi celetukan Jeno. Tangan Jisung kini sudah membuka kemasan jajanan yang tadi dia bawa.

"Bersyukur," tutur Haechan.

Jika dilihat-lihat, Jeno selalu mengeluhkan perlakuan sang Ayah dan Bunda yang sering sekali mengatur kebutuhan pemuda itu.

Mungkin efek anak bungsu, sebab itulah Jeno sering mendapat perhatian berlebih dari orangtuanya.

Namun, bukankah Jeno harus bersyukur? Bahkan keluarga Jisung yang terbilang hampir hancur, pemuda itu masih bisa tersenyum dan menjalani kehidupan nya.

Jisung, jarang sekali mengeluh.

***

Magic Boy✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang