Happy reading
***
Banyak bunga matahari yang tumbuh di sekitar Haechan. Haechan menarik sudut bibirnya ke atas, lantaran senang melihat bunga-bunga itu tumbuh.
Sesekali jari-jarinya sengaja menyentuh beberapa bunga seraya menyapa bunga-bunga nya.
Kedua bola mata Haechan terus berbinar, berdecak kagum dengan kebun bunga mataharinya.
"Harusnya Renjun menggambar rumah di sebelah sini agar aku tak kepanasan." Sudut bibir yang awalnya tersenyum manis mulai luntur digantikan dengan decakan kesal dari seorang Haechan.
Kepala Haechan melirik ke arah sebelah kirinya, lalu memutar bola matanya malas.
Di sebelah kiri Haechan, benar-benar berbeda dengan tempat di sebelah kanannya. Jika di sebelah kanan Haechan penuh dengan warna cerah dan suara kicauan burung, maka tidak dengan di sebelah kirinya.
Hanya ada keheningan dan kegelapan yang menyelimuti bagian sebelah kiri.
Haechan tahu, alasan yang menjadi penyebab tempat di sebelah kirinya selalu saja gelap dan hening.
"RENJUN JUGA SEHARUSNYA MELANJUTKAN LUKISANKU!" teriak Haechan kesal.
Ini semua karena Renjun.
Renjun benar-benar sengaja mempermainkannya.
Haechan selalu berpikir, apa Renjun tak pernah iba dengannya?
Haechan juga makhluk hidup yang membutuhkan hunian, dan Renjun adalah salah satu makhluk tak berperikehunian pada Haechan.
Bagaimana bisa Renjun tega tak melukiskan rumah.
Setidaknya rumah layak yang terletak di sebelah kanan.
Haechan mengerutkan bibirnya, masih antusias untuk mengomel bahkan mengumpati Renjun.
Pemuda itu lantas melangkah maju untuk mendekati pohon yang selama ini selalu melindunginya dari kepanasan.
Setelah Renjun memanggilnya untuk ke luar dari lukisan, Haechan bersumpah untuk ingin merengek pada Renjun agar pemuda itu mau melukiskan rumah di lukisannya.
Ah, kalau bisa rumah yang sangat besar.
Bukankah itu mudah? Renjun hanya perlu melukis, maka masalah selesai. Semudah itu.
"Haechan? Wah, rupanya kamu di sini."
Haechan mendongak, setelah pemuda itu mendengar suara yang selama ini sudah berusaha dia hafal.
Raut wajah yang tadinya tengah kesal lantas semakin tertekuk.
"Kenapa, Tuan?" tanya Haechan. Pemuda itu tak habis pikir dengan kehadiran orang di atasnya yang selalu ada di mana-mana.
Johnny, orang yang tadi bersuara menanyakan Haechan menunjukkan raut angkuh. Johnny bahkan berusaha untuk duduk di atas pohon dengan gaya sok kerennya.
Tentu dengan sorot mata yang memandang Haechan remeh. Dalam hati dia menertawakan Haechan, Haechan pasti tak bisa memanjat pohon.
"Bagaimana kehidupanmu di rumah si galak itu?" tanya Johnny.
Haechan tak lagi mendongak, lama-lama kepalanya pegal karena dia gunakan untuk terus mendongak. Maka dengan tanpa memandang Johnny Haechan menjawab, "cukup menyenangkan. Renjun dan keluarganya sangat baik."
Johnny mengangguk pelan, matanya melihat Haechan yang kini duduk bersandar di batang pohon.
"Sebentar lagi acara kelulusan anak galak itu," sahut Johnny.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Boy✔️
FanficHari itu di dalam kamar saat malam bulan langka, Renjun melukis sosok yang tiba-tiba terlintas di benaknya untuk sekedar membunuh rasa bosan. Renjun melukisnya dengan penuh ketelitian. Akan tetapi bagaimana jadinya ketika Renjun belum selesai meluk...