Satu

3.1K 412 1
                                    

Wamita dewasa itu berdiri dengan tatapan lurus kearah gedung terbengkalai yang kini dipadati dengan orang orang yang membawa kamera dan perlengkapan lainnya.

Penemuan tiga mayat dini hari ini pasti menarik para wartawan itu untuk datang meliput. Garis polisi sudah terpasang mengelilingi gedung. Beberapa anggota polisi yang masih junior nampak berjaga jaga di depan.

Dengan santai ia melegang menuju ke dalam. Langkahnya dicegat pria dengan seragam polisi yang tampaknya bertugas menjaga TKP.

Ia mengeluarkan kartu indetitasnya dan melepas kacamata hitamnya.

"Oh, (Name)-san. Anda sudah ditunggu di dalam." Polisi muda itu membuat gerakan hormat.

"Terima kasih." Jawab (Name) singkat. Ia melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam.

Tidak akan ada yang menyangka bahwa bagian dalamnya jauh lebih mengerikan. Tiga mayat pria tergetak dengan luka tembak. Dan percikan darah yang tercetak pada dinding lusuh bangunan.

"(Name), cepat kemari." Panggil salah satu rekannya.

"Perkiraan kejadiannya dini hari tadi. Mungkin sekitar pukul dua sampai tiga dini hari. Korbannya pria semua."

"Dan salah satunya dia."

(Name) mengambil potret yang ditunjukan oleh rekannya. "Dia? Dia buronan pengedar narkoba yang sedang dicari cari kan? Jadi dia malah mati sekarang? Padahal kalau menangkapnya hidup hidup, kita bisa tau sindikatnya dan siapa pimpinan tertingginya."

Kiel-rekan sesama polisi (Name)-menarik tubuh (Name) untuk sedikit menjauh.

"Kudengar ini berkaitan dengan Bonten. Sepertinya kasus narkoba ini jauh lebih pelik dari yang kita duga awalnya." Bisik Kiel.

(Name) mematung untuk sesaat. "Bonten? Gawat juga." Gumam (Name).

Bonten. Nama yang selalu berhasil membuat (Name) sakit kepala setiap kali mendengarnya. Organisasi kriminal nomor satu di Jepang, yang paling sadis di antara yang lainnya.

Sebagian besar kejahatan di Jepang seringkali berkaitan dengan organisasi itu. Dan (Name) sudah muak.

Sangat muak sampai rasanya ia ingin menghancurkan satu persatu kepala petinggi organisasi itu. Orang orang berhati dingin.

Bagi (Name), siapa pun orang orang petingginya, mereka bukan manusia. Bahkan lebih rendah dari hewan.

Orang orang seperti itu adalah orang orang yang paling ia benci.

Suara ramai dari luar membuat keduanya menoleh.

"Sialan. Para wartawan ini tidak bisa tenang sedikitpun." Umpat Kiel. "Saat mendengar Bonten, mereka menjadi gila dan haus informasi."

"Kamu coba lihat dulu, siapa tau ada barang bukti yang kamu temukan. Wartawan itu, serahkan saja padaku."

(Name) mendekati ketiga mayat itu. Ia berjongkok dan membuka kain penutupnya. Untuk beberapa detik ia mengernyit.

Wajah ketiganya babak belur. Tampaknya tidak langsung dibunuh, orang orang ini disiksa terlebih dahulu.

"Bonten, mengapa kamu tidak enyah saja." Gumam (Name).
........

Ketiga pria dewasa itu berdiri menghadap pemimpin tertinggi mereka. Orang yang paling mereka takuti. Mereka sudah mengabdikan diri belasan tahun untuk orang ini.

"Mikey, lalat lalat itu sudah aku bereskan." Ucap pria bergaya rambut mullet berwarna merah muda itu.

"Kerja kalian kali ini juga bagus." Ucap pria bersurai putih pendek itu.

Captive (Rindou Haitani x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang