Tiga Belas

1.6K 309 5
                                    

Rindou berbaring di atas ranjangnya sembari menatap langit langit kamarnya. Tangannya bergerak membuka kunci nakasnya dan mengambil benda yang selalu ia simpan baik baik.

Rindou mengamati plester usang itu lamat lamat. Setelahnya ia tersenyum kecil.

Hanya dengan mengingat bahwa (Name) yang memberikannya benda ini membuat suasana hati Rindou membaik.

Ponselnya berdering membuat Rindou berdecak sebal. Pria itu menatap ponselnya, Sanzu adalah nama orang yang menghubunginya.

"Kalau kamu hanya ingin mengajak aku ke diskotik, atau membeli narkoba, aku tidak mau." Ketus Rindou begitu tersambung dengan Sanzu.

"Bukan, bodoh! Cepat ke markas, Mikey mau semuanya berkumpul." Sanzu di sebrang mendengus kesal.

Rindou masih tidak percaya. Bisa saja ini akal licik Sanzu.

"Cepat kalau kamu tidak mau aku menebas gadismu itu!" Sentak Sanzu dan memutus panggilan.

Rindou berdecak kesal. "Keparat itu." Gerutunya.

Rindou meletakan plester di tangannya ke atas nakas dan bergegas bersiap seadanya. Setelahnya ia terburu buru keluar dari kamarnya tanpa ingat menyimpan kembali plester tadi.
.........

(Name) menatap keramaian di sekitarnya. Ia menunduk dan melihat pakaian sekolahnya dulu kini melekat pas di tubuhnya.

(Name) berjalan lurus, ini jalan menuju rumahnya. Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk sampai ke rumahnya.

Namun langkah (Name) terhenti saat melihat satu sosok. Tidak ada yang spesial dari sosok itu, tapi rasanya (Name) terpaku untuk terus menatapnya.

Mungkin karena sadar diperhatikan, sosok itu ikut menoleh ke arah (Name). Wajahnya tampan, dia tersenyum manis. Dan itu mungkin mata berwarna lilac yang paling cantik yang pernah (Name) lihat.

Sorot mata meneduhkan itu membuat (Name) seakan tersihir untuk mendekat.

"Jadi, kamu sudah mengingatku, (Name)?"

(Name) membuka matanya dan langsung bertatapan dengan langit langit kamar tempat Rindou mengurungnya. Menggerutu pelan, (Name) mengubah posisi berbaringnya menjadi posisi duduk.

"Sial, mimpi itu lagi." Gerutu (Name) kesal.

"Mengapa aku harus repot repot mengingatnya? Dia tinggal menyebut namanya sendiri kan?"

Pintu kamar (Name) diketuk. Mengusap kasar wajahnya, (Name) mempersilahkan sang pengetuk untuk masuk.

"Selamat pagi, nona. Tuan menitipkan salam untuk anda."

(Name) melirik pelayan yang menunduk hormat ke arahnya. "Huh? Kemana Rin?"

"Tuan ada urusan pekerjaan. Beliau berangkat lewat tengah malam tadi."

Ya, terserahlah. (Name) juga tidak terlalu peduli. Pada akhirnya (Name) hanya mengangguk kecil.

"Kalau begitu, saya ijin kembali menyiapkan sarapan untuk nona." Pelayan itu beranjak.
.......

Siang ini (Name) tidak ada kegiatan. Ia hanya duduk di sofa ruang keluarga, menyaksikan acara di televisi yang sebenarnya tidak terlalu menarik minatnya.

Pikiran (Name) sudah melayang jauh. Kalau yang Kaguya katakan benar, bahwa Eiji mengkhianati kepolisian, maka pria itu dalang di balik penderitaan (Name).;

Jika informasi itu tidak bocor, sudah pasti (Name) tidak perlu menjadi tawanan untuk menebus teman temannya.

Namun mereka kekurangan bukti. Posisi Eiji terlalu kuat. Orang orang tidak akan percaya jika mereka menuduh Eiji tanpa bukti yang benar benar kuat.

Captive (Rindou Haitani x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang