Delapan

1.7K 353 12
                                    

Rindou berlari kencang sembari menekan bagian perutnya. Ia mengumpat sembari sesekali menoleh ke belakang, memastikan apakah ia masih di kejar.

Sialnya iya.

Mikey menberinya misi bersama dengan Kakucho. Ada beberapa pemberontak yang menaruh dendam pada Bonten dan mulai membentuk kelompok.

Ia dan Kakucho ditugaskan untuk menghabisi semua pemberontak itu. Sialnya tidak akan ada yang menyangka bahwa jumlahnya lebih banyak dari yang keduanya perkirakan di awal.

Kalau tau begini, ia akan meminta Ran atau Sanzu untuk membantu.

Sekarang ia terpisah dengan Kakucho dan luka di perut dan bagian tubuh lainnya butuh pertolongan.

"Brengsek. Semuanya brengsek." Maki Rindou. Ia memutar otak berusaha mencari cara untuk bisa selamat dari situasi ini.

"Kamu terjebak."

Rindou berhenti mendengar ucapan itu. Benar, ia sudah terjebak karena di depannya sekarang adalah jalan buntu.

"Sayang sekali, sepertinya malam ini akan menjadi akhir dari seorang Rindou Haitani."

Rindou mengatur nafasnya. "Tidak, aku belum bisa mati sekarang."

(Name) belum mengingatnya. Ia belum boleh mati.

Rindou mengeluarkan pistolnya yang tinggal tersisa tiga. Ia menyeringai sembari menatap lima orang di depannya.

"Aku tidak akan mati sebelum kamu mengingatku, (Name)!" Rindou menerjang maju.
.........

Perasaan (Name) seharian ini tidak enak. Entah mengapa ia merasa ada hal buruk yang sedang terjadi.

Sejak dibawa ke tempat terkutuk ini, ia tidak bisa menyentuh ponselnya. Ia tidak tau kabar Kiel dan rekan rekan yang bersamanya kala itu. Namun harusnya Kiel baik baik saja kan sekarang?

"Mungkin aku harus memikirkan diriku sendiri dulu." Gumam (Name) sembari mengusap lehernya yang masih terantai.

Bagaimana caranya?

Pelayan di sini tidak ada yang berniat akrab dengan (Name). (Name) tidak bisa memanfaatkan mereka. Orang orang di tempat ini dapat dipastikan adalah orang orang yang setia pada tuannya.

"Aku bisa gila." (Name) mendengus kesal.

Tepat saat itu pintu ruangannya di buka secara kasar. (Name) menoleh dengan wajah kaget.

Rasa kaget (Name) bertambah berkali kali lipat melihat Rindou yang berjalan terhuyung menuju sofa di pojok ruangan. Sialan, penampilan pria itu mengerikan. 

Surai yang acak acakan, dengan kemeja penuh bercak darah. Ada beberapa luka lecet di tubuhnya.

(Name) memincingkan matanya, memperhatikan bagian perut pria itu. Noda darah pada bagian itu lebih pekat. Apa ia terluka?

Rindou tidak ada buka suara. Pria itu hanya menyandarkan tubuhnya sembari menatap ke arah (Name). Untuk sesaat tidak ada yang buka suara.

"Kuharap kamu tidak salah paham, tapi apa kamu terluka?" (Name) buka suara.

"Sedikit." Jawab Rindou setelah beberapa saat.

"Kamu terlihat seperti orang yang akan mati, jadi lebih baik obati lukamu karena aku tidak mau ada orang yang meregang nyawa di depanku." Balas (Name).

"Wah, ada apa ini? Bukannya aku mati akan menguntungkanmu?" Tanya Rindou.

"Benar. Tapi matilah di tempat lain." (Name) tersenyum sinis.

Rindou memejamkan matanya untuk sesaat. "Biarkan aku menatapmu sebentar saja." Ucap Rindou kembali membuka matanya.

Oh Tuhan, nampaknya tempat ini menyedot kewarasanku, batin (Name).

Captive (Rindou Haitani x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang