Sembilan

1.7K 342 33
                                    

Kaguya memasuki ruangan itu dengan wajah lelah. Beberapa hari ini ia tidak tidur. Lebih tepatnya sejak Kiel mengalami kecelakaan dan belum sadar.

Bencana apa ini? Suaminya belum sadarkan diri sampai saat ini, dan sahabatnya ditawan oleh kriminal.

"Kiel, aku bisa gila." Gumam Kaguya sembari memijit pelipisnya.

Mobil Kiel hancur parah. Dan jika saja Kiel terlambat di bawa ke rumah sakit, nyawa pria itu sudah pasti tidak tertolong. Anak mereka nyaris kehilangan sosok ayah.

Dan tanpa perlu dikatakan dengan jelas pun, orang orang sudah tau siapa pelakunya. Pasti kriminal keparat itu.

Para polisi yang awalnya di pihak Kiel dan bersedia membantu penyelidikan (Name) perlahan mundur karena ketakutan. Mereka memikirkan nyawa mereka.

"Aku sudah muak." Kaguya mengarsir rambutnya. Ia mendekati nakas dan mengambil sebuah pisau buah yang terdapat di atas nakas.

"Kalau para pecundang itu tidak bisa menangkap seorang kriminal, aku saja yang lakukan." Gumam Kaguya.

"Tidak ada yang boleh menyakiti suami dan sahabatku."

(Name) terlalu berharga untuk Kaguya ikhlaskan begitu saja. Dulu gadis itu mengalah, mengabaikan perasaannya dan membantu hubungannya dengan Kiel.

Sekarang (Name) mempertaruhkan keselamatannya hanya untuk melindungi suaminya agar Kaguya tidak sedih.

"Menangis tidak ada gunanya." Kaguya menguatkan dirinya. "Bantu aku untuk setangguh kamu, (Name)."
........

Pria pria muda yang duduk di bangku VIP itu menghela nafas sembari melirik malas pria yang duduk di pinggir sofa.

"Hei, pelayan yang tadi punya gaya rambut yang sama dengan (Name)." Ucap Rindou.

"Demi Tuhan, bisa kamu berhenti menyebut nama yang sama berulang ulang!?" Sentak Sanzu habis kesabaran.

Sejak tadi yang Rindou lakukan hanyalah mengomentari wanita di sekitar mereka yang ia nilai punya kesamaan dengan (Name) atau menyambungkan segala sesuatu yang ia lihat kepada (Name).

"Wanita yang ada di sana punya warna mata yang sama dengan (Name)."

"Warna rambutnya sama dengan (Name)."

"Kurasa (Name) akan cocok memakai pakaian seperti wanita di sebelah sana itu."

"Sepatu hak tinggi seperti yang di sana akan cocok dengan (Name)."

Dan masih banyak lagi.

"Itu benar. Aku bahkan tidak tau siapa itu (Name)." Koko buka suara.

"Aku tidak butuh pendapat dari orang yang tidak bisa melupakan satu orang gadis yang sudah lama meninggal." Rindou melirik sinis Koko.

"Permisi? Kamu mengatakan sesuatu?" Koko memincingkan matanya.

"Tidak." Rindou membuang muka.

"Hei, postur tubuh gadis itu mirip dengan (Name)." Rindou menunjuk seorang wanita dengan pakaian terbuka yang menari di dance floor.

"Oke, Rin. Mungkin kamu pulang saja dan menemui (Name)-mu." Ran buka suara. Ia mulai lelah mendengar celotehan Rindou.

"Sungguh?" Rindou bangkit berdiri dengan wajah cerah.

Di markas tadi ia diseret begitu saja oleh Sanzu yang memaksanya untuk ikut dengan Ran dan Koko untuk pergi ke diskotik.

"Yang benar saja! Ayolah!" Protes Sanzu dongkol. "Dia tidak pernah berkumpul dan berlagak seperti suami takut istri!"

Captive (Rindou Haitani x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang