Rain

162 14 6
                                    

Dua bulan berlalu begitu saja...

Rain kembali ke Jogja dengan membawa sebuah kebohongan dan penghianatan yang entah Zayn akan mengetahuinya atau akan di sembunyikan selamanya.

Pikirannya liar sejak tadi, menatap ramainya jalanan Ibukota yang padat kendaraan berlalu lalang membuatnya pusing. Di tambah perasaannya yang tidak karuan karena merasa bersalah.

Jika tau akan merasa bersalah, lalu kenapa melakukannya dengan gampangnya? Entahlah, Rain itu emang gak bisa nahan sange nya kali kalau lagi jauh sama pasangannya. Mikir panjang atau mikir kebelakangnya juga enggak. Seandainya kalau posisi mereka berdua di balik, gimana perasaan dia.

.
.
.

Mengusap beberapa kali tengkuk lehernya merasakan lelahnya sekujur tubuhnya karena sejak sebelum subuh tadi dia berkendara menuju Jogja.

.

.

.

Hari ini hari minggu,...

Seperti biasa, Zayn merapihkan rumah, memasak dan bersantai di akhir pekan. Tau Rain akan kembali pagi ini, dia membuatkan makanan kesukaan Rain. Bersemangat sekali menyambut kekasih yang telah meninggalkannya dua bulan untuk bekerja jauh di Surabaya.

Suara mobil terdengar masuk halaman rumah, bergegas berlari keluar rumah, senyuman manisnya mengembang menggambarkan betapa bahagianya dia dengan kedatangan Rain saat ini. Rain turun dari mobil juga dengan senyumnya merindukan kasihnya yang berdiri di depan pintu.

Berjalan menghampiri Zayn dan memeluknya erat, mengelus  bagian belakang kepala Zayn dan merasakan sesuatu yang aneh di sana.

"Zayn kepala lo kenapa?" mengerutkan dahinya merasa bingung.

"Emm... enggak papa kok Rain, cuma keteledoran kecil aja" melirik kanan dan kiri sengaja mencari alasan menutupi kejadian yang sesungguhnya.

Rain merangkul Zayn untuk masuk ke rumah dan duduk di sofa "Lo kenapa, sini gue liat!" menarik kepala Zayn dan menyilangkan rambut yang menutupi, ada beberapa jahitan di sana "Lo kenapa Zayn? Kenapa masih bilang enggak papa ?" wajah Rain yang tiba-tiba berubah marah.

"Udahlah Rain gue enggak papa, cuma jatuh aja" menepis tangan Rain dan menjauhkan dirinya.

"Zayn, gue tau lo bukan orang ceroboh, ceritain kenapa bisa gini? Dan kenapa lo enggak ngasih tau gue?"

"Lo kerja Rain, kalo lo tau, lo pasti langsung ke Jogja, dan gue enggak mau lo ninggalin kerjaan lo cuma buat gue" Zayn yang mulai malas dan merasa perdebatan ini enggak ada gunanya sama sekali. "Gue enggak papa Rain, please jangan mulai ricuh gara-gara masalah gini doang, lo baru aja dateng kan, kenapa kita harus debat? Just drop it, oke!"

"Lo enggak memanipulasi keadaan kan Zayn?" tatapan Rain penuh curiga.

"Jangan mikir kejauhan Rain, sebel gua ma lo"

"Ckk...ckkk malah ngambek sih"

"Yah lo Rain, gue itu kangen banget sama lo, malah ngajak debat, kenapa enggak sidang isbat skalian?"

Rain terkekeh geli mendengarnya, ya ampun dia juga kangen banget sama si kecil ini. Sepertinya udah lama banget mereka enggak sama-sama kek gini. Dan baru aja ketemu mereka udah ricuh.

"Yaudah sorry, gue cuma kuatir sama lo Zayn" menarik tubuh ringkih Zayn mendekapnya erat mencoba membuat suasana lebih hangat "Jadi, Zeno enggak nakal kan Zayn selama ada disini?"

"Dia enggak bikin masalah kok!"

"Jadi udah baikan?"

"Udah, lo ngomong mulu, lupa gue kalau gue udah masakin gule Ikan bandeng kesukaan lo, makan yuk Rain" ajak Zayn dengan semangatnya.

Why RainZayn ? S2 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang