Selama beberapa hari belakangan ini, Suzy terus mengulangi kegiatan yang sama. Ia duduk mendengarkan ocehan Haein yang berputar pada pemilik J Florist yang menggertaknya tanpa alasan jelas.
"Gue gak tau salah gue apa. Baru nginjak kaki di J Florist, tiba-tiba Seokjin ngumpat gak jelas. Mana ngumpatnya kayak orang kesurupan."
Ketahuilah bahwa ocehan yang Haein keluarkan sama persis seperti ocehan di hari-hari sebelumnya.
"Dia bilang gue pura-pura bodoh.. sok baik.. munafik.."
Hanya anggukan malas yang Suzy berikan sebagai tanggapan. Mau merespon apalagi, kalau hanya kalimat serupa yang terus ia dengar.
"What's even worse, he casually threw the chocolate that I brought." Setiap kali masuk pembahasan yang satu ini, Haein serasa ingin menghantam meja yang ada di dekatnya.
Atau itulah yang tertangkap dalam pandangan Suzy.
"He has no manners. Padahal, the chocolate was a gift for my baby."
Kepalan tangan Haein terbentuk seiring dengan tawa sinis yang terlontar dari mulutnya. "Gue juga dituduh mau ngambil hak asuh anak. Gimana gue gak naik pitam, bangsat!"
"Udah ancang-ancang nih mau hajar dia. But in the end, I held back it."
Haein menghela napas gusar. Kalau mengingat kejadian beberapa hari lalu, rasanya ingin segera menghabisi Seokjin hingga mulut lelaki itu tak lagi mampu berucap.
"Kalau gue gak ingat Jisoo waktu itu, pasti si Seokjin sudah mampus di tangan gue."
"Gue emosi parah waktu kejadian, tapi malah gue yang nenangin Seokjin. Gue tawarin bicara baik-baik dengan kepala dingin, eh guenya yang diusir dari toko."
Suzy mengapresiasi ketahanan diri Haein dalam kasus ini. Sudah lama Suzy mengenal Haein, jelas gadis itu tau kalau Haein bukanlah orang yang memiliki batas kesabaran tinggi.
"Dan bagian terburuknya, gue gak bisa ketemu Jisoo dan baby."
Nah, ini sebenarnya alasan kuat mengapa Haein menaruh rasa kesal pada Seokjin. Gara-gara lelaki pemilik J Florist itu mengusirnya, Haein tak memiliki kesempatan untuk bertemu tatap dengan Jisoo.
"Arrrgghh Seokjin sialan! Padahal gue cuma pengen lihat Jisoo, gak ada maksud aneh-aneh."
Suzy merotasikan bola matanya jengah. Menjadi saksi utama dari kefrustasian Haein terbukti cukup melelahkan. Soalnya, lelaki ini memiliki kebiasaan buruk saat frustasi.
Mengajak orang terdekatnya untuk ikut merasakan apa yang ia rasakan.
"Kalau gini terus, gue lama-lama ikut gak waras juga." Suzy kini berdiri dari duduknya, membuat Haein menoleh penuh pertanyaan pada gadis yang tiba-tiba menarik tangannya.
"Lo butuh refreshing."
"Untuk apa?" Haein makin bingung.
"Supaya lo gak darah tinggi karena emosi terus. Lebih baik kita keluar bentar, supaya pikiran lo jernih."
"Tapi pekerjaan kita?"
Suzy berdecih. "Bolos sehari doang, come on~~"
"Ini demi kebaikan lo juga.." Suzy menambahkan.
Haein mempertimbangkan keputusan itu tuk beberapa saat, sebelum akhirnya menyetujui ajakan Suzy.
***
Lagi-lagi, Haein harus menghela napas gusar saat tempat untuk menjernihkan pikiran yang didatangi Suzy tak sesuai dengan ekspektasinya.
Sebuah supermarket di tengah kota adalah pilihan pertama Suzy dari sekian banyak pilihan yang ada.
