Detik demi detik seolah berjalan lambat. Suasana tegang meliputi seluruh istana sepnjang malam. Lebih tepatnya, semua penghuni istana berkumpul di Istana Emerald.
Lily harap-harap cemas, tanpa sadar menggenggam tangan Felix erat. Claude tetap mempertahankan tampang datar meski semua tahu dia yang paling tidak sabar. Para pelayan lainnya kurang lebih sama seperti Lily. Para ksatria istana pun tidak ingin ketinggalan.
Ini hari yang spesial.
Pukul tiga dini hari. Suara tangisan bayi perlahan terdengar dari Istana Emerald. Semua yang menunggu di luar bersorak senang. Bahkan saking terharunya, Lily menangis di pelukan Felix. Tuan Putri kecil mereka kini benar-benar telah dewasa. Athanasia resmi menjadi seorang ibu.
Tepat ketika tabib keluar, Claude bahkan tidak repot-repot bertanya. Sang Kaisar segera masuk untuk menemui putrinya yang baru saja melewati detik-detik menegangkan demi melahirkan seorang bayi.
Athanasia tersenyum lemah menatap ayahnya. Dia berhasil melahirkan setelah mengandung sembilan bulan terakhir. Bayi kecil dengan surai hitam serta mata permata khas Obelia itu masih saja terus menangis dipelukan ayahnya.
"Athanasia, kau baik-baik saja?" tanya Claude, khawatir.
Selama 24 jam sebelum Athanasia melahirkan, Claude dihantui mimpi buruk saat ia kehilangan istrinya, Diana. Claude benar-benar khawatir Athanasia bernasib sama, karena gen dari si Penyihir Menara itu tentu saja tidak main-main.
Menurut pengalamannya bertahun-tahun yang lalu, Claude tahu bahwa mana sihir yang terlalu kuat hanya menyisakan dua pilihan. Tidak mungkin keduanya selamat, harus memilih apakah selamatkan anaknya atau justru ibunya. Itulah kenapa Diana mati, karena wanita itu lebih memilih menyelamatkan putrinya.
Selama 24 jam terakhir juga Claude membujuk Athanasia untuk merelakan bayi nya dan terus hidup. Athanasia menggeleng tegas, meyakinkan ayahnya bahwa baik dirinya maupun bayinya akan baik-baik saja.
Hal itu tidak bisa dipercaya sedikitpun. Sejak mengandung kondisi Athanasia memburuk. Claude bersikeras dengan mana Athanasia yang sekuat itu ditambah gen dari Penyihir Menara yang sama kuatnya, mana anak mereka mungkin akan lebih kuat lagi. Mustahil keduanya bisa selamat, karena itu, Claude menginginkan putrinya akan selamat.
"Jangan egois, Papa!" bentak Athanasia. Sehari yang lalu mereka sempat bertengkar.
"Kau yang egois, Athanasia! Setelah ibumu meninggalkanku, kini kau juga ingin meninggalkan ayahmu?!" balas Claude. "Kenapa kalian sama-sama keras kepala? Biarkan saja bayi itu. Aku tidak peduli dengan keturunan, masih banyak yang bisa mewariskan tahta tanpa keturunanmu!"
"Ini bukan tentang keturunan dan pewarisan tahta, Papa! Ini bayiku, putriku! Aku tidak akan mengorbankannya!" ujar Athanasia. "Bahkan meski aku harus mati pun ... aku tidak akan mengorbankan putriku!"
"Kau egois, Athanasia! Jangan mengulangi kesalahan yang sama! Kau pikir jika kau mati karena melahirkan bayi itu, apa kau yakin suamimu akan tetap bahagia?!" tanya Claude.
"Apa Papa bahagia?" tanya Athanasia.
"Apa maksudmu?"
"Ibu mengorbankan nyawanya demiku. Sekarang aku di sini, aku hidup selama 20 tahun, aku hidup berkat nyawa dari ibu. Apa papa bahagia menerima kehadiranku di sini, atau justru masih menyesali kematian istri papa karena diriku?" tanya Athanasia.
"T-tentu saja, aku bahagia dengan kehadiranmu, Athanasia. Karena itulah, jangan mengorbankan dirimu. Setelah Diana, aku tidak ingin kehilangan putriku juga," ujar Claude.
"Yang Mulia," Lucas buka suara, "aku akan berusaha. Aku tidak akan membiarkan istriku mati,"
"Athanasia," kini Lucas menoleh ke arah istrinya, "aku juga akan menyelamatkan bayi kita,"
KAMU SEDANG MEMBACA
JUSTICE
FanfictionKehidupan ketiga menjadi akhir yang adil bagi Athanasia De Alger Obelia. Namun, kebahagiaan membuat Athanasia lengah. Gadis itu tidak pernah menyadari, bahwa bahkan meski ada seseorang yang masih setia melindunginya, juga ada orang-orang yang akan m...