Prolog - Awal Dari Semua

14K 840 9
                                    

Hujan deras mengguyur kota dimana kampus Hera berada. Untung kelas Pendidikan Kewarganegaraan bisa di skip. Tapi sayang jatahnya sudah habis, sekali bolos nilai C jelas terpampang di SIA mahasiswa.

"Pak Sunaryo bilang terlambat 5 menit masuknya."

Hera berlari menyusuri koridor kampusnya, hampir saja terpeleset. Untung sepatu futsal pinjaman dari Jona anti selip. Sampai di ambang pintu kaca kelas, ia terengah-engah dengan bangku-bangku yang sudah dipenuhi para mahasiswa, kecuali deret depan.

"Buruan njing!" Hera tersentak saat tubuhnya terdorong oleh Nana yang berlari bersamanya. Untung si ketua kelas belum selesai mengisi kertas absen.

Nafasnya masih terengah-engah, berlari dari parkiran sampai lantai 3 kelas tanpa lift lumayan juga bakar kalori. Bakar semangat juga untuk si mahasiswi kupu-kupu seperti Hera. Alih-alih membuka buku catatan, si gadis malah membuka bungkusan bekas roti sobek untuk sarapan tadi pagi. Dilipat jadi 2 sampai tebal, lalu dibuat mengipasi wajahnya yang terkena air hujan. Panas tapi dingin.

Seandainya dia bertemu jodoh hari itu, Hera yakin pasti dia langsung kena blacklist. Namun kita lihat saja, apa iya si nyentrik ini kena blacklist.

"Ra, lihat pintu!"

Seorang laki-laki jangkung dengan rambut sedikit basah dikibas, tersenyum lebar entah pada siapa. Pokoknya Hera cuma mau geer itu buat dia. Jaket bomber berwarna hitamnya tampak pas di tubuhnya, Hera yakin pelukannya jauh lebih hangat dibanding jaket itu.

"Ra kedip!" Lagi-lagi Hera tersentak kaget.

Lelaki itu duduk tepat di sampingnya. Hera tersenyum lebar saat wangi parfum lelaki itu menguar hingga tempatnya duduk, bikin candu. Ia yakin harganya mungkin sebanding dengan jatah makan Jona sekali kencan dengan gebetannya. Jona kan boros, lebih ke bodoh mau diporotin cewek.

Kelas hening begitu pria tua dengan kacamata bergaya kuno masuk. Wajah tua itu menatapnya sinis seperti bertemu musuh bebuyutan, Hera tahu sebentar lagi dia pasti kena tunjuk.

"Kamu! Coba ke depan pimpin doa." Hera terbelalak. Bukan, bukannya dia lupa cara berdoa. Cuma kan dia sedang pakai sepatu futsal berwarna kuning perpaduan pink stabilo milik Jona, tengsin dong penampilannya begitu diperhatikan mas crush. Hera tak beranjak dari duduknya. Pokoknya dia gak mau maju.

"Berdiri!"

"Saya pimpin dari sini saja ya pak?" Satu sudut bibir pria tua itu terangkat.

"Ya sudah kamu pimpin dari luar saja." Hera melongo menatap dosen tua itu.

"Sana bawa tasmu, cuma disuruh pimpin doa saja gak mau. Saya juga gak mau ngajar kamu." Kan, Pak Sunaryo jelek moodnya. Maksud hati menghindari malu, malah dipermalukan.

"Maaf Pak, saya mau pimpin doa. Tapi saya sedang halangan pak, terus celana saya kotor."

Siapa yang tega memaksa seorang gadis dalam masa menstruasi? Tentu tidak ada. Pria tua itu berdehem lalu memutuskan untuk memaklumi alasan palsu Hera.

"Biar saya saja Pak yang pimpin doa." Ucap lelaki ganteng di sebelahnya. Hera memekik girang saat tahu mereka seagama. Walaupun belum kenalan paling tidak halangan terbesar aman lah ya. Urusan gimana selanjutnya, dipikir nanti.

Selesai berdoa, lelaki itu kembali duduk. Ia melepas jaketnya, lalu ia berikan pada Hera di sampingnya.

"Pakai aja, gue gak tega liat cewek dipermalukan di depan banyak orang." Ini yang namanya sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Bisa gak sih Pak Sunaryo nanti dia undang di hari pernikahannya bersama lelaki di sebelahnya!

Mulai detik itu Hera memutuskan untuk membuat takdir cintanya sendiri. Soalnya takdir dari Tuhan belum kelihatan jalannya. Kalo tidak berjodoh, pokoknya dia tetap maksa mau sama cowok bomber hitam ini.
.
.
.
.
.

SIA mahasiswa = Sistem Informasi Akademik Mahasiswa

Teknik Mencuri HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang