7. Untitled

4.4K 520 32
                                    

Tatapan para mahasiswa terpaku pada jam dinding dengan jarum jam yang terasa bergerak begitu lambat. Beberapa diantaranya yang kelelahan, merebahkan kepalanya di sandaran kursi kelas dengan posisi yang sangat tidak nyaman. Hera berbisik memanggil Nana yang duduk berjarak dua kursi dari tempatnya berada.

"Na! Nana!" Gadis itu menolehkan kepalanya pada suara yang memanggilnya sejak tadi.

"Apa?" Jawab Nana tanpa mengeluarkan suara.

"Nomor lima apa?" Nana tampak kebingungan, matanya memicing berusaha mengartikan gerak bibir Hera.

"Nomor lima. LIMA!" Bisik Hera. Gadis itu menggelengkan kepalanya tak mengerti. Hera berdecak kesal.

Regan yang duduk di sebelah Hera tersenyum penuh arti.

"Gue tau jawabannya." Bisik Regan sambil terus menatap lurus pada dosen yang tampak sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya.

Hera menolehkan kepalanya menatap Regan penuh harap. Lelaki itu menuliskan sesuatu di kertas coretannya, lalu secepat kilat ia lempar ke arah Hera. Untungnya gadis itu tanggap, tangannya berhasil menangkap bundalan kertas yang Regan berikan. Sudut bibirnya tertarik lebar, saat ia mendapat jawaban dari soal UTS yang tak ia ketahui.

"Oke makasih." Regan tersenyum lebar lalu menunjuk bagian kertas yang belum sempat Hera baca.

"Bawahnya masih ada jawaban." Gadis itu melirik Regan kebingungan, namun tetap menurutinya dengan membaca tulisan lelaki itu.

"Lo gila ya ngomongin Marvin pas lagi UTS begini!" Regan tersenyum canggung.

"Biar kaya agen rahasia Ra, ngasih informasi di situasi tak terduga."

"Nanti aja selesai ujian." Regan mengacungkan jempolnya. Hera mendengus kesal lalu memilih fokus pada lembar jawabannya yang masih bolong-bolong. Memang Regan minta ditampol.

Dosen pengawas sudah selesai mengumpulkan lembar jawab para mahasiswa, lalu mempersilakan mereka untuk meninggalkan ruangan. Wajah-wajah tertekan tampak berhamburan meninggalkan ruangan keramat yang baru saja mereka sambangi. Tak terkecuali Hera dan Nana. Ditambah Regan yang mengikuti mereka.

"Lo ngapain sih ngikutin kita!" Protes Nana. Regan tersenyum lebar.

"Mau laporan soal misi kita. Biar enak mending kita sambil makan somay. Otak gue panas banget butuh es teh juga." Hera menatap Nana penuh harap agar membiarkan Regan mengikuti mereka, akhirnya Nana luluh.

Ketiganya kini duduk di salah satu meja kantin fakultas teknik. Jarang-jarang nih Hera dan Nana menampakkan diri di kantin fakultas, sebab keduanya lebih memilih makan di luar kampus karena makanan yang lebih bervariasi dan terjangkau. Masih jadi misteri kenapa soto dalam kampus lebih mahal daripada soto diluar kampus.

"Kalian mau makan apa? Sebagai cowok biar gue yang pesenin!" Ucap Regan sambil menepuk dadanya.

"Sebagai cowok harusnya sekalian bayarin Gan." Jawab Hera.

"Itu kapan-kapan deh nunggu gue ulang tahun aja ya?"

"Kapan ulangtahunnya?"

"Udah lewat sih, tapi tenang masih ada tahun depan." Jawab Regan sambil memamerkan deretan giginya. Nana berdecak kesal.

"Ya kalo ada kesempatan sampai tahun depan." Regan mendelik.

"Lo doain gue mati muda??" Hera menatap keduanya bingung.

"Udah-udah, lo buruan pesenin makan sama minum. Ngikut lo aja pesanannya. Buruan gak pake lama!" Regan mendengus kesal, lalu berjalan menuju tempat memesan.

"Lo kenapa sama Regan galak banget sih Na?"

"Tuh orang kelakuannya masih sama tau Ra! Ngakunya mau bantuin ngerjain tugas, eh dia malah alasan lagi cari informasi soal Marvin terus minta keringanan. Dikira gue murah hati apa ya!" Curhat Nana kesal. Hera kalau jadi Nana pasti kesal juga sih, tapi ya bagaimana lagi Regan ini urusan kuliah kaya gak ada semangat. Kalau berorganisasi baru menggila semangatnya.

Teknik Mencuri HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang