18. Stargaze

4.8K 470 14
                                    

Warning!

Ada scene kissing.  Aku kasih warning supaya kalian gak kaget, dan kalau ada yang kurang nyaman dengan adegan tersebut bisa skip part yang aku sebutkan tadi.

Selamat membaca^^
.
.
.
.
.
.
.

Setelah menghabiskan waktu untuk mengobrol sebentar dengan Bapak Pecel Ayam, Marvin dan Hera kembali meneruskan night drive nya. Kalau diingat-ingat lucu juga bagaimana Hera tampak begitu antusias, ketika si bapak curhat kalau harga beberapa bahan pokok dan kebutuhan untuk dagangannya melonjak drastis.

Hera tampak begitu heboh, persis seperti mamanya saat mengeluh sebab harga cabai yang naik. Marvin baru tahu, Heranya memiliki sisi seperti itu. Dia jadi tak sabar berumahtangga dengan gadis itu. Melihat wajah cantik itu saat pertama kali bangun tidur, lalu Hera memasak di dapur dia bersiap untuk kerja, ditambah anak-anak mereka berlarian di ruang tengah begitu indah imajinasinya. Diam-diam Marvin mengamini imajinasi itu, suatu hari nanti pasti akan terjadi.

Kini hanya terdengar suara musik di radio. Kekenyangan membuat kedua muda-mudi itu enggan untuk berbicara. Hera mengaduk seisi sling bagnya, mengeluarkan cermin bulat kecil yang selalu ia bawa. Kemudian tangannya mengeluarkan lipbalm dengan varian stroberi. Gadis itu memoles bibirnya. Marvin melirik Hera, baru kali ini gadis itu membenahi riasan bibirnya saat bersama Marvin. Padahal nanti juga akan rusak lagi.

"Pake apa sih?" Hera menolehkan kepalanya.

"Lipbalm, mau?" Marvin menggeleng. Baunya enak, dia takut malah menelannya.

"Kemana aja terserah aku kan Ra?" Tanya Marvin memastikan.

"Iya tapi jangan jauh-jauh ya, pegel juga duduk di mobil dari tadi." Marvin terkekeh.

"Ke daerah atas mau gak? Lihat bintang."

"Kan dari sini juga kelihatan." Marvin mendengus.

"Ya dari sini mah gak puas, gak bisa lihat lampu-lampu kota." Hera memicingkan matanya menatap Marvin curiga, namun akhirnya gadis itu mengangguk dan tersenyum lebar.

"Mau deh, tapi aku gak bawa jaket tebal loh." Marvin melirik kekasihnya, benar saja Hera cuma memakai cardigan crop tee sebatas dada. Ia juga bingung pakaian belum jadi begitu kenapa pula Hera beli.

"Kamu lagian kenapa beli baju begitu sih, nanggung banget. Fungsi jaket itu kan buat menghangatkan. Nah itu yang anget sampe dada doang, pinggul ke bawah dingin dong." Komentar Marvin.

Dia tak tahu saja dibanding fungsi, Hera ini lebih suka beli barang berdasarkan nilai estetiknya. Kalau ada yang tampak lucu di matanya, tanpa pikir panjang dia pasti beli. Ya bagaimana ya, dia kan sedang berada pada puncak kesenangan dalam hidup. Tidak bekerja tapi duit mengalir lancar dari kedua orangtuanya. Mau beli apapun pasti bisa, uang bulanan dari papanya saja lebih dari cukup. Bahkan gadis itu masih bisa menabung dari sisa uang bulanan. Belum lagi kalau dia malak Hezki untuk mengisi dompet digitalnya. Pokoknya enak banget deh jadi anaknya Bapak Jo.

"Ini tuh namanya fashion." Marvin berdecih.

"Aku baru tahu kamu ternyata suka dandan, dress up begitu. Waktu awalan ketemu kayanya kamu gak begitu." Hera menggeser duduknya, sedikit miring sehingga ia bisa menatap Marvin tanpa perlu putar-putar leher.

"Aku aslinya emang begini tahu." Lelaki yang fokus menatap lurus pada jalanan ramai hanya menaikkan sebelah alisnya.

"Masa sih? Aku kira kamu berubah biar makin banyak yang naksir."

Teknik Mencuri HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang