24. Orangtua Baru

4.7K 470 12
                                    

Sesuai dengan ucapan Leksi, seks adalah lingkaran setan. Sekali masuk, sulit untuk keluarnya. Meskipun Marvin baru masuk ke dalam lingkaran yang lebih kecil, rasanya tak cukup bertemu dengan Hera hanya untuk mengobrol atau bertemu kangen. Sebab sepasang kekasih tersebut mulai terbiasa dengan hal yang dinamakan make out. Meskipun Hera belum pecah telor, keduanya jadi lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar kos Marvin untuk melakukan hal-yang-kalian-sendiri-tahu-apa-itu.

Malam keakraban di mobil Marvin, benar-benar membuka jendela baru untuk pemandangan yang sebelumnya begitu asing untuk keduanya. Marvin kecanduan Hera, pun juga dengan Hera. Bahkan gadis itu berhasil memberikan service untuk hal yang saat itu ditolak kekasihnya.

Namun rutin melakukan hal tersebut, membuat Marvin makin tersentil bahwa dirinya sudah jauh dari kesan lelaki baik. Rasa ingin membawa Hera ke depan kedua orangtuanya makin besar. Beberapa kali Hera menghindari topik tersebut karena gadis itu sangat tidak siap harus bertemu orang yang berperan besar dalam hidup kekasihnya. Selain dirinya, tentu. Berkali-kali Marvin meyakinkan, bahwa kedua orangtuanya akan menerima Hera dengan sangat baik.

Seperti rencana yang sudah keduanya sepakati setelah 2 bulan bersama. Malam ini, Marvin akan membawa Hera menemui kedua orangtuanya.

Gadis yang tampak lebih pucat sore menjelang malam itu terlihat gugup. Berkali-kali ia mematut dirinya di cermin, memastikan ujung roknya tak kusut. Nana dan Aruna ikut deg-degan akan pertemuan calon mertua dan menantu itu. Hera merengek merasa ingin menangis saat Marvin memberi tahunya sudah hampir sampai kos gadis itu.

"Gue sopan gak sih bajunya?" Aruna berdiri menepuk bagian belakang pakaian Hera agar tak kotor. Nana mengecek make up tipis yang Hera kenakan.

"Aman, lo cantik banget. Gue jamin Marvin langsung minta dilamarin habis ini." Hera mendesah pasrah.

"Tarik nafas, buang. Ulangin terus setiap lo gugup. Pasti bisa. Anaknya aja berhasil lo taklukin gimana orangtuanya." Aruna tersenyum lalu meletakkan sepasang sepatu berwarna cream di depan kaki Hera. Gadis itu menghela nafasnya lalu memakai sepatu itu dibantu Aruna dan Nana.

"Guys, gue pernah bilang gak sih kalo sayang banget sama kalian?" Nana dan Aruna saling berpandangan, lalu ketiganya berpelukan.

"Semangat Ra, lo pasti bisa. Ambil hati mama papanya Marvin." Bisik Nana. Hera tersenyum, ia mengerjapkan kedua matanya cepat saat merasa akan menitikan air mata.

"Jangan nangis ya! Gue tabok lo! Udah cakep rapi bisa berantakan!" Hera terkekeh, padahal Aruna sendiri yang sudah terisak melihatnya.

Suara klakson mobil membuat perut Hera terasa melilit.

"Tenang Hera, baru ketemu Marvin. Orangtuanya belum ada." Hera memejamkan matanya, merapalkan beberapa kalimat yang diyakini akan menguatkannya, sebelum gadis itu membuka kedua matanya lebar-lebar dan melangkahkan kaki menghampiri kekasihnya.

"HERA SEMANGAT!" Jerit Nana dan Aruna dengan kedua tangan yang mereka kepalkan. Hera membalik tubuhnya lalu membalas jeritan kedua sahabatnya itu.

Tak ada waktu untuk mundur lagi. Marvin sudah menunggunya di depan mobil, bahkan lelaki itu sudah melihatnya dengan tatapan memuja. Marvin terlihat sangat tampan malam itu dengan sweater rajut dengan tone warna senada dengan rok Hera. Celananya berwarna putih senada dengan blouse yang dipakai Hera juga. Mereka seperti membuat janji untuk memakai pakaian dengan warna sama, padahal keduanya tak membahas soal pakaian sama sekali. Hera terlalu gugup sedangkan Marvin terlalu senang, hanya untuk membahas warna pakaian.

Hera tak mau berlama-lama, ia segera masuk ke dalam mobil kekasihnya. Sepanjang jalan Hera terus meremat kedua tangannya tegang. Gadis itu tak mengeluarkan sepatah katapun, bahkan saat Marvin bertanya. Kini keduanya sampai di depan restoran tempat Hera akan bertemu orangtua Marvin.

Teknik Mencuri HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang