13. Abu-abu

4.9K 538 62
                                    

Pakaian-pakaian berbagai model tertumpuk berantakan di atas ranjang berukuran queen size. Sprei bermotif geometri juga terlepas ujungnya menampakkan ranjang putih polos yang bergeser dari dudukannya. Rak-rak kecil yang tampak belum dirakit tersandar di tembok luar kamar kos. Nana dan Aruna sampai kebingungan ketika melewati kamar Hera. Sejak sepulang kuliah, gadis itu tampak begitu sibuk. Bahkan saat Aruna meneriaki mereka karena membawa pulang kue pancong lumer yang jadi favorit ketiganya, Hera tetap tak meninggalkan pekerjaannya.

"Ngapain sih Ra beres-beres dari tadi gak selesai-selesai." Komentar Nana sambil mengunyah pisang krispi dari Sasya. Kos para gadis itu memang tak pernah kekeringan makanan.

"Kata Bang Hezki, mama mau main ke kos. Gue takut dipaksa pulang kalo mama tahu kamar gue berantakan." Nana membulatkan bibirnya. Aruna yang sudah berganti baju masuk ke kamar Hera, ikut membantu gadis itu menata baju-baju Hera pada gantungan lemari.

"Kapan kesininya?" Tanya Nana.

"Katanya sih malam ini. Tapi gue tuh agak gak percaya gitu lo sama Bang Hezki, dia kan suka ngibulin gue."

"Ya udah sih Ra, kalo gak jadi juga lo gak rugi kok. Kamar bersih, jadi lo lebih nyaman nempatinnya." Hera mengangguk namun tak lama mengerucutkan bibirnya.

"Tapi ya tetep gue buang waktu gak sih? Padahal tadinya gue mau ikut Kama main basket, kapan lagi olahraga kan. Eh gagal gara-gara harus beberes." Nana terbelalak, sudut bibirnya terangkat.

"Jadinya sama Kama kan Ra?" Gadis itu memicingkan matanya menatap Nana dengan penuh selidik.

"Gak tahu. Kalo Marvin mau sama gue, tetep gue pilih Marvin." Aruna dan Nana berdecak. Penonton kecewa.

"Peletnya Marvin kuat banget deh. Heran gue." Ucap Aruna.

"Lo gak ikut basket Run? Kata Kama isinya anak mesin semua. Gue mau ikut juga tadi mau cuci mata sekalian. Tau sendiri anak mesin kaya gimana kan, taman bungaa!" Pekik Hera girang.

"Leksi kesananya agak telat, nanti sih jam 4 dia jemput dulu. Minta ditemenin main basket katanya, tau deh manja banget. Mau ikut kalian?" Nana mengangguk semangat berbanding terbalik dengan Hera. Aruna menatap keduanya heran.

"Tumben yang semangat Nana. Lo juga kenapa kaya ragu mau ikut gak ikut gitu Ra?"

"Kan mama mau kesini Run, masa iya sih gue tinggal. Gue skip dulu deh, fotoin aja ntar." Aruna mengangguk.

"Btw lo semangat banget mau nyemangatin Jona ya Na?" Nana menatap Hera sebal.

"Sok tahu!"

"Ngaku aja sih Na." Imbuh Aruna.

"Dih orang nggak juga. Gak jelas lo semua. Apa nih yang mau gue bantuin Ra?" Hera memajukan bibirnya meledek Nana.

"Langsung mengalihkan obrolan Run." Bisik Hera, membuat Aruna tertawa geli.

Dalam waktu lebih singkat kamar Hera selesai dirapikan, tentu karena bantuan Aruna dan Nana. Keduanya sudah kembali ke kamar masing-masing untuk bersiap-siap menuju lapangan basket, tempat anak mesin akan bermain. Sebenarnya itu agenda bulanan khusus anak mesin saja, namun banyak dari mereka yang sengaja membawa kekasihnya masing-masing.

Hera sangat berharap Marvin akan mengajaknya tadi. Namun setelah dia diantar pulang tadi, Marvin tak kunjung menghubunginya lagi. Jadi gadis itu berasumsi Yasmin lah yang Marvin bawa ke acara olahraga bulanan itu. Status gebetan yang Marvin pamerkan kemarin, nyatanya malah membuat Hera tersakiti lagi hari itu.

"Beneran gak ikut Ra? Berani di kos sendirian? Apa mau diteleponin Marvin biar kesini?" Ledek Leksi yang sudah siap dengan pakaian basketnya. Hera mendengus kesal.

Teknik Mencuri HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang