"Putri, kau baik-baik saja?"
Putri Quanda membuka matanya perlahan. Hal pertama yang ia tatap adalah wajah kahwatir ibunya. Putri Quanda merasa kepalanya pusing saat ia berusaha bangkit untuk bisa duduk.
"Ibu, aku kenapa?" tanyanya bingung.
"Kau tidak ingat?" tanya sang ibu balik.
"Aku..."
Ingatan Putri Quanda tiba-tiba berputar pada kejadian sebelum ia jatuh pingsan. Ia ingat penyebab dari semuanya ini. Astaga, kepala Putri Quanda semakin pusing memikirkannya.
"Kepala Penjaga Istana bagaimana keadaannya?" tanya Putri Quanda menatap Ratu dengan serius.
"Baik. Syukurnya dia cepat dibawa kembali dan tabib berhasil menyelamatkannya. Kau kenapa bertanya tentangnya, Putri?" tanya Ratu mulai memancing sang putri untuk jujur padanya.
"Ayah di mana? Bagaimana keadaannya?"
"Ayahmu baik-baik saja. Berkat Kepala Penjaga Istana Ayahmu bisa selamat sampai tiba di sini. Kau ingin bertemu Ayah?" tanya Ratu mengelus lembut lengan putrinya.
"Apa... aku boleh melihat keadaannya?"
Ratu tahu siapa yang putrinya maksud meski wanita itu tidak menyebut namanya. Ratu tersenyum, lalu mengangguk tegas sehingga Putri Quanda menghela napas lega.
Putri Quanda merindukan pria itu. Ia begitu ingin melihatnya bahkan rasanya sangat menyiksa di dada saat ini. Rasa sesak serta sakit yang ia rasakan pasti dari kerinduannya terseut.
"Pastikan Putri Quanda baik-baik saja dan bawa dia kembali untuk beristirahat," titah Ratu kepada pelayan pribadi Putri Quanda.
"Baik, Yang Mulia Ratu," balas pelayan itu dengan menunduk hormat.
"Aku baik-baik saja, Ibu, jangan khawatir," ujar Putri Quanda.
"Bagaimana aku tidak kahwatir, Putri. Kau jatuh pingsan di depan mataku. Ibu mana yang tidak cemas jika anak kesayangannya lemah tak berdaya begitu? Bisa-bisa aku juga ambruk melihatmu begitu," jelas Ratu dengan nada sedikit tinggi.
"Ibu, maafkan aku. Aku akan lebih berhati-hati."
"Berjanji padaku untuk tidak mengulanginya, Putri. Kau harus makan dan istirahat yang cukup. Selama ini aku lihat kau tidak ceria dan murung. Kalau ada hal yang mengusik pikiranmu, katakan padaku. Aku tidak mau kau jatuh sakit. Kau paham?"
Putri Quanda mengangguk dan tersenyum. Ia meraih tangan Ratu dan menggenggamnya dengan lembut, lalu menunduk untuk bisa mnegecup telapak tangan sang ibu.
"Maaf karena sudah membuatmu khawatir, Ibu," katanya tulus.
"Aku maafkan. Sekarang pergilah. Dan tolong hati-hati."
"Baik, Ibu. Terima kasih. Aku mencintaimu," balas Putri Quanda.
"Aku lebih mencintaimu, Putri Quanda."
Putri Quanda kini berjalan diikuti oleh pelayan pribadinya dan 4 orang pelayan lainnya. Putri Quanda menuju kediaman Kepala Penjaga Istana. Hari sudah malam dan Putri Quanda tidak peduli itu. Ternyata ia cukup lama tak sadarkan diri.
"Tabib bilang apa tentang kondisiku?" tanya Putri Quanda pada pelayannya.
"Kau kurang istirahat, Putri," jawab si pelayan.
"Bagaimana aku bisa istirahat sementara pikiranku selalu dipenuhi oleh pria itu," gumam Putri Quanda tanpa didengar oleh siapa pun keculia ibunya.
Masih di tempat yang sama, Ratu Aubrey tersenyum sedih. Andai saja putrinya itu sedikit lebih berani dalam bersikap dan mengungkapkan perasaannya, mungkin hal ini tidak akan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...