Feeling Insecure (2)

9.7K 860 4
                                    

Short story 2021-2022 lagi ada promo khusus bulan ini. Tanggal 7.7 udah lewat kan, jadi dibikin tgl 8 dan 9 aja ehehe

PER JUDUL jadi 15k aja untuk judul ready 2021-2022.

PER VOLUME jadi 50k aja untuk volume 1 2021 SAMPAI volume 13 2022.

Ingat, per volume ya, bukan all volume.

Link wa ada di bio! Cuss order jangan sampai ketinggalan!

***

Daffin memasuki kamarku saat aku membuka pintu. Tanpa permisi dia menaruh beberapa barang miliknya ke dalam kamarku dan mengggeser beberapa barang milikku juga agar ada tempat kosong untuk barangnya.

"Kenapa?" tanyaku sambil berlalu menuju kasur dan duduk di pinggirnya. Mataku memperhatikan saja apa yang Daffin kerjakan tanpa berniat untuk membantunya.

"Bunda sama Ayah lagi di jalan mau ke sini. Kamu ambilin koper aku di kamar jangan duduk manis gitu aja. Bantu kek atau apa."

Nada Daffin yang terdengar cukup panik seketika membuatku menyeringai. Memangnya kenapa kalau bunda dan ayah mau ke sini? Bahkan mereka tidak akan masuk juga mengecek apakah aku dan Daffin tidur dalam satu kamar atau terpisah.

Bunda sudah menghubungiku tadi sore. Katanya dia akan menjemputku dan Daffin agar bisa berangkat bersama ke rumah orangtuaku. Ada janji makan malam bersama 2 keluarga itu yang ternyata sudah diatus bunda serta mama sejak satu bulan yang lalu.

Melihat kepanikan Daffin, sepertinya bunda tidak mengatakan pada putranya ini tujuannya ke sini hanya untuk menjemput kami, bukannya ingin mampir apalagi sampai menginap.

"Lagian kenapa sih? Bukannya bagus kalau Bunda tahu aku dan Abang gak sekamar?"

Aku malah merebahkan diri di kasur sambil menatap langit-langit kamar. Aku melirik Daffin yang sama sekali tidak bersuara. Dia sibuk dengan apa yang dikerjakannya. Bahkan dia tidak lagi menyuruhku untuk membantunya.

"Bang," panggilku.

"Hm."

Cuek sekali dia. "Cuma setahun, kan? Setelah itu aku bisa bebas, kan?" tanyaku memastikan sambil meliriknya.

Daffin menoleh dan menatapku dengan tatapan aneh. Keningnya sampai berkerut dalam begitu. "Kenapa? Udah gak sabar mau ngejar Abib lagi?"

Aku ikut mengerutkan kening. Mengejar Abib? Kenapa harus sampai ke laki-laki itu? Bahkan aku tidak lagi mengingatnya setelah menikah dengan Daffin. Padahal Daffin sendiri yang mengatakan kalau pernikahan kami hanya sampai setahun demi menjaga perasaan dua keluarga. Dia yang sepertinya terpaksa dengan pilihan bunda.

"Apasih ngaco banget. Kenapa bawa-bawa Abib. Gak nyambung."

Daffin mengedikkan bahu, lalu keluar dari kamarku. Entah apa lagi yang akan dia bawa kemari. Benar-benar memenuhi kamarku saja. Padahal kamarnya di sebelah lebih luas dari kamarku saat ini.

Aku menatap pintu kamar yang terbuka lebar. Daffin kembali masuk dengan satu koper yang dia seret. Aku berdecak melihat kelakuannya. Rasanya tidak tega juga harus membohonginya tentang bunda dan ayah yang akan datang.

"Bunda sama Ayah tuh cuma mau jemput kita ke sini, gak mampir. Jadi, gak usah panikan deh."

Daffi meletakkan kopernya di sebelah lemari, kemudian dia merogoh saku celana pendek rumahan yang dia kenakan, lalu melempar ponselnya ke atas kasur tepat di sebelah perutku. Aku meraih benda pipih itu dan memperhatikan layarnya yang menampilkan pesan masuk dari bunda.

"NGINAP?!" seruku spontan terduduk dengan kedua mata yang aku rasa bisa saja keluar dari tempatnya.

"Panik?" Daffin mengejekku dengan nada suaranya yang menyebalkan.

SHORT STORY NEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang