Vanilla melamun saat Julian menghampirinya. Pikiran gadis itu kembali pada percakapan di ruang kerja Sultan tadi siang. Jika Vanilla tidak menjawab iya, mungkin sekarang ia sedang berkemas untuk kepindahannya.
"Woi!"
Vanilla terlonjak mendengar suara Julian. Ia menoleh dan berdecak. Kembali ia alihkan pandangannya menyisir halaman luas di bawah sana.
"La," panggil Julian.
"Hm."
Julian tampak diam sebentar sebelum kembali bersuara.
"Lo kenapa dulu benci banget sama gue?"
Vanilla mengerutkan kening. Ini serius Julian mengungkit masa remaja mereka yang menyebalkan? Bahkan Vanilla saja malas untuk mengenangnya.
"Menurut lo?"
Balasan ketus dari Vanilla membuat Julian menggaruk pelipis. Seingatnya, ia tidak pernah melakukan kesalahan fatal yang membuat Vanilla cedera.
"Gue nanya karena emang gak tau kenapa. Seingat gue, kita gak pernah terlibat skandal apa pun."
"Bahasa lo kayak apaan banget, Jul."
Julian terkekeh. "Makanya lo jawab."
Vanilla tidak langsung menjawab. Ia mencoba Menyusun kalimat sederhana yang tidak akan menyinggung Julian.
"Gue cuma gak mau jadi yang kedua di sekolah. Gue harus jadi yang pertama. Dan lo selalu bikin gue belajar mati-matian untuk itu. Gue gak benci sama lo. Gue cuma gak terima aja sama keadaan waktu itu. Lo kaya, pintar, bisa sekolah di mana aja. Sedangkan gue?"
Julian diam mencerna apa yang Vanilla jelaskan. Julian tidak tahu menahu tentang keluarga gadis itu. Ia juga tidak pernah terlibat dalam satu kelompk belajar dengan Vanilla. Mereka tidak akrab.
"Bukannya lo dapet beasiswa karena pinter?"
Vanilla mengangguk. "Justru karena gue sekolah dari beasiswa makanya gak boleh jadi yang kedua."
Julian paham. Pantas saja gadis itu selalu ambius dan menghalalkan segala cara untuk meraih posisi pertama.
"Tapi semenjak kuliah, gue jadi sadar kalau selama ini gue terlalu ngejar semuanya mati-matian. Gue sampai lupa sama diri sendiri dan apa yang gue senangi."
"Lo hebat, La. Beneran."
Vanilla tertawa. "Apaan sih anjir. Tiba-tiba banget suasananya jadi melow begini."
Julian ikut tertawa. "Semoga lo dan abang gue bisa jadi pasutri paling bahagia nantinya."
"Aamiin."
Vanilla tidak punya siapa-siapa untuk diandalkan. Ia hidup berdua dengan neneknya ketika orangtuanya meninggal dalam kecelakaan mobil. Saat itu ia masih berumur 4 tahun.
Semua kebutuhan Vanilla nenek yang urus. Untuk menyekolahkannya hingga tamat SMP saja, nenek harus banting tulang dan berutang ke sana kemari. Vanilla tidak sanggup melihat neneknya akan seperti itu selamanya. Ia bejar dengan giat hingga diterima di sekolah bergengsi melalui jalur beasiswa.
Tepat saat Vanilla berada di semester kedua kelas 1 SMA, neneknya meninggal dunia. Vanilla harus hidup sebatang kara. Ia juga harus mencari uang untuk kebutuhannya sehari-hari. Vanilla juga tumbuh dan besar menjadi gadis ambisius agar bisa merasakan kehidupan yang lebih layak nantinya.
Saat awal bekerja, Vanilla memang punya niat untuk menggoda Sultan. Ia ingin pria itu jatuh cinta padanya dan menjalani hidup enak dengan instan. Tapi siapa sangka kalau niatnya itu berubah seiring waktu.
Saat menyadari Sultan adalah pria baik, Vanilla tidak tega untuk memanfaatkannya. Akhirnya ia hanya berfokus pada pekerjaan dan studinya saja. Vanilla ingin hidup nyaman dengan kerja kerasnya saja.
Tanpa Vanilla sadari juga, pertemuannya dengan Sultan setiap hari membuatnya kagum pada pria itu. Vanilla akui juga akhirnya ia jatuh cinta pada Sultan.
"Jul? Abangmu mana?"
Elsha menghampiri mereka. Ia mengelus lengan Vanilla sambil lalu dan lanjut mencari Sultan yang menghilang sejak acara makan malam usai.
"Gue bantu mami cari abang dulu. Lo mending gabung di bawah sama si kembar."
Vanilla mengangguk dan Julian berlalu dari sana. Ia menatap sekitar dan merasa angin malam berhembus cukup kencang. Sepertinya akan turun hujan malam ini.
Saat hendak berbalik, tubuh Vanilla terlonjak. Seseorang memeluknya dari belakang dengan pundaknya dijadikan tumpuan sebuah dagu.
"Gak dingin?"
Tubuh Vanilla yang semula tegang seketika menjadi lemas. Ia tahu si pemilik suara berat yang bertanya itu.
"Dingin," jawab Vanilla.
Ia tidak berniat untuk menyingkirkan kedua lengan yang saat ini memeluknya dengan posesif. Vanilla merasa nyaman sekali. Ini kali pertamanya dipeluk oleh lawan jenis. Kehangatan dari pelukan itu menembus hatinya.
'Saya gak akan biarin kamu berjuang sendirian lagi, La.'
Sultan berjanji di dalam hatinya untuk membuat Vanilla bahagia. Ia merasa ditusuk ribuan jarum saat mendengar percakapan Vanilla dan Julian tadi. Ia tidak tahu kalau gadis cantik itu sudah mengalami banyak kesulitan sejak dulu.
Sultan memang tidak salah menaruh hati pada Vanilla sejak awal. Gadis itu memang pantas untuk dicintai.
"Ayo ke bawah. Tadi ibu nyariin," ajaknya.
Sultan semakin mengeratkan pelukannya. Matanya terpejam saat hembusan angin kembali menghampiri mereka. Ia menyibak rambut panjang Vanilla, kemudian menenggelamkan wajahnya diceruk leher gadis itu.
Vanilla ikut terpejam merasakan napas hangat Sultan menerpa kulit lehernya. Tubuhnya spontan meremang ketika merasakan ujung hidung Sultan mengendus di sana.
"Mas," lirihnya.
Sultan tersenyum. Ia menikmati aroma tubuh gadis di dekapannya itu. Lembut dan menenangkan. Sepertinya Sultan sudah kecanduan untuk menyentuh Vanilla. Padahal sentuhan fisik yang intens seperti ini baru mereka lakukan hari ini. Tapi ia sudah sangat nyaman.
"Ke mana sih tuh anak? Di kamar gak ada. Ruang kerja juga gak ada. Itu Illa malah ditinggal sendiri."
Sultan menarik tubuh Vanilla menuju sudut balkon saat mendengar suara omelan Elsha. Ibunya itu tidak akan menemukan mereka di sini karena posisinya terhalangi oleh sebuah tanaman hias.
"Ke—"
Suara Vanilla tertelan kembali saat bibirnya ditekan oleh bibir Sultan. Mata Vanilla mengerjap berulang kali karena terkejut. Matanya perlahan terpejam saat bibir Sultan mulai bergerak menghisap bibirnya bergantian.
Jantung Vanilla sangat tidak bersahabat sekali degubnya. Meski ini bukan ciuman pertama mereka, tapi rasanya tetap saja mendebarkan.
Beberapa waktu berlalu sampai ciuman penuh damba itu usai. Napas Vanilla terengah-engah. Bibirnya terasa kebas dan bengkak. Ia membuka mata perlahan dan bibir si pelaku tepat di depan matanya.
"Lebih enak ini apa yang tadi?" bisik Sultan.
Vanilla mengalihkan pandangan dengan gugup. Pipinya merona karena ciuman pertama mereka sebelumnya seketika memenuhi isi kepala.
"From now on, Vanilla is my favorite scent," bisik Sultan dengan serak.
***
follow IG by.princessa_ yaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Любовные романы[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...