Tiga orang wanita sedang berbincang sambil berbisik. Dua di antaranya sesekali melirik ke arah ranjang pasien di mana sahabat mereka sedang terbaring lemah. Sedangkan satu orang lagi sangat antusias membahas rencana balas dendam mereka.
Alka, ia begitu ingin menghabisi Max. Perlakuan kurang ajar pria itu patut diberi hukuman berat. Alka sudah memberi tahu seluruh keluarga besarnya dan keluarga besar Max tentang ini. Alka juga membatalkan pertunanganan mereka yang akan diadakan bulan depan.
"Al, lo serius baik-baik aja?" tanya Aleta.
Alka terdiam. Ia menatap kedua sahabatnya itu bergantian. Kemudian matanya berkaca-kaca.
"Gue nyesel sejak awal gak cari tahu dulu siapa Max. Dan gue juga nyesel karena dulu gak peduli sama restu kalian. Restu Mas Eno juga. Andai aja--"
"Lo gak perlu nyesel atas alasan apa pun sekarang. Lo dapat pelajaran, kita semua dapat pelajaran dari hubungan lo. Cuma... Ella yang bakal trauma soal ini," jelas Rania.
"Hati gue sakit, Ran. Kalau aja kamar gue gak ada cctv, gue gak tahu nasib Ella gimana. Dan gue juga gak yakin bakal nyalahin Max. Cowok sialan anjing itu harusnya gue bunuh aja," Alka mulai terisak pelan.
"Udah, gak papa. Gue yakin Mas Eno kasih dia pelajaran setimpal," balas Aleta.
"Gak. Gue minta Mas Eno kasih bajingan kayak Max balasan yang berat yang gak akan bisa dia lupain seumur hidup. Dan..."
Aleta dan Rania menunggu kalimat Alka yang menggantung. Alka tampak sulit untuk bicara. Ia menelan ludah dan berusaha untuk menenangkan dirinya. Kedua lengannya di elus oleh masing-masing tangan Aleta dan Rania.
"Gue gak jujur dari awal sama kalian. Mas Eno suka Ella dari lama. Itu juga alasan dia belum nikah sampai sekarang. Mas Eno nunggu Ella siap. Kalian tahu apa yang bakal dia lakuin sama Max?"
Aleta dan Rania terkesiap. Mereka spontan menutup mulutnya dengan mata membelalak.
"Max bisa mati," ucap Aleta dan Rania bersamaan.
Alka mengangguk. "Dan gue dukung itu," katanya.
"Ella tahu Mas Eno suka dia?" tanya Rania.
Alka menggeleng. "Dulu pernah gue ceng-cengin. Ella cuma senyum aja. Katanya dia udah anggap Mas Eno kayak kakak dia juga. Gue gak tahu harus bantu Mas Eno gimana lagi. Kalian juga tahu kan dia kakunya gimana," jelas Alka.
"Hu'um. Kaku kayak kanebo kering," sahut Aleta.
Suara Ella yang terdengar meringis membuat ketiga orang itu bangkit untuk mendekat ke arah ranjang pasien. Alka yang tampak begitu khawatir. Ia meneliti setiap ekspresi yang Ella keluarkan.
"Gue--"
"Lo di rumah sakit," potong Aleta.
"Gue haus," desis Ella.
Aleta segera meraih gelas berisi air putih, lalu membantu Ella untuk bisa meminumnya. Rania memijit kaki Ella dengan perasaan campur aduk. Ia ingin kembali menangis. Tapi Aleta memelototinya sebagai kode 'tahan air mata lo bitch!' sehingga Rania menelan kembali niatnya.
"Gue panggil dokter ya," ujar Alka.
Ella menahan lengan Alka, lalu menggeleng pelan. Ella menatap Alka yang jelas usai menangis. Mata wanita itu tidak bisa berbohong.
"Maaf," kata Ella.
Mungkin dia korban, tapi Ella tetap merasa bersalah karena keadaan ini, hubungan yang Alka idamkan jadi selesai begitu saja.
"Gila lo!" maki Alka. "Lo udah kayak gini masih aja minta maaf? Wah, sumpah. Gue gak tahu hati lo terbuat dari apa, El," kesal Alka.
"Maaf karena gue gak berani speak up sejak awal sama lo. Gue takut kalau omongan gue lo anggap bualan doang. Gue tahu se cinta apa lo sama Max. Tapi--"
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...