"Sejak kapan, Mas?"
Rion memejamkan mata, lalu menarik Rania ke dalam sebuah pelukan hangat. Rion menghela napas panjang, kemudian mengecup puncak kepala Rania.
"Maaf."
"Sejak kapan?!"
Rania mendorong Rion cukup kencang hingga pelukan pria itu terlepas dari tubuhnya. Rion ingin kembali mendekat, tapi Rania menolaknya.
"Kamu tahu sekuat apa aku menahan kebencian sama Ajeng sejak dulu. Kamu tahu gimana hancurnya aku karena perempuan itu. Tapi kamu tega giniin aku. Kamu dikasih apa sama Ajeng?!"
Suara Rania yang mulai meningkat membuat Rion segera menarik wanita itu mendekati ranjang, lalu mendorongnya hingga terbaring. Rania pasti sudah memikirkan hal yang bukan-bukan.
"Aku sama Ajeng gak kayak yang kamu pikirin, Sayang. Tenang dulu. Aku bakal jelasin semuanya. Semua yang mau kamu dengar. Tapi kamu tenang. Anak-anak di bawah nungguin kita. Mereka bisa naik kapan aja. Aku gak mau mereka lihat kamu kayak gini."
"Lepas!"
Rania mendorong dada Rion. Tapi pria itu tidak bergeming sama sekali. Rion menatap Rania dengan serius sehingga Rania memalingkan wajahnya menghindari tatapan mata suaminya.
"Ajeng mau minta maaf sama kamu. Aku cuma bantu dia buat ketemu kamu. Soal uang itu, aku anggap dia adik aku juga. Gak ada yang spesial, Sayang. Aku juga kasih Mama, kan? Karena aku anggap Mama itu Mama aku juga. Sama kayak Ajeng. Adik kamu adik aku juga."
"Tapi kamu bohong! Kamu tahu aku masih belum terima Ajeng. Kamu malah dekat sama dia. Kamu sering--"
"Aku gak pernah angkat telepon Ajeng. Kamu bisa cek sendiri berapa banyak dia menghubungi aku tapi aku abaikan. Aku hanya balas chat penting dia aja."
"Minggir dulu," Rania tidak nyaman dengan posisinya.
Rion menyingkir untuk memberikan Rania bebas. Saat Rania duduk di tepi kasur, Rion berlutut di depannya kedua kaki Rania.
Rion mengumpat karena air mata istrinya luruh begitu saja. "Aku takut, Mas. Semua orang yang dekat sama Ajeng, baik sama dia, pergi ninggalin aku. Kayak Papa aku. Suami aku sebelumnya. Lagi-lagi Ajeng sumbernya."
Rion tahu. Itu juga alasan ia menyembunyikan semuanya dari Rania. Rion tidak mau wanita itu berpikir yang bukan-bukan. Rion dan Ajeng tidak memiliki hubungan apa pun. Rion hanya membantu Ajeng.
"Suami Ajeng ketangkep kemarin malam di sebuah kelab malam. Dia nyabu. Ajeng ngadu ke aku. Gak mungkin gak aku bantu. Aku cuma bantu kasih pengacara aja."
"Terus uang itu? Sejak kapan kamu rajin menafkahi dia?"
"Sayang..."
Rion tidak suka kata yang Rania pilih. Rion tidak menafkahi Ajeng. Rania tetap prioritas utamanya.
"Sejak bulan pertama kita nikah. Maaf."
"Gila," maki Rania dengan isak tangis yang mulai pecah.
"Aku benci sama kamu! Aku benci sama dia! Kenapa dia gak bisa biarin aku hidup tenang sekali aja?! KENAPA?! DARI DULU DIA SELALU JADI BENALU DALAM HIDUP AKU! KENAPA GAK SEKALIAN AJA KAMU NIKAHIN DIA?! BIAR JELAS KAMU NAFKAHIN ISTRI KAMU!"
Rion bangkit dan mendorong Rania hingga terbaring. Rion membungkam bibir Rania. Rion kesal mendengar kalimat wanita itu. Mana mungkin Rion menikahi Ajeng. Rion pasti sudah gila.
Lama cumbuan penuh paksaan dan sedikit kasar itu terjadi. Rania terengah akibat ulah Rion. Sedangkan pria itu menatap Rania dengan lembut.
"Gak lagi. Gak akan aku ulangi lagi. Terserah aku dinilai apa sama orang lain asal istri aku tenang. Aku bakal jauhin Ajeng. Aku bakal blokir semua akses yang mungkin bisa dia gunakan buat hubungi aku. Maaf ya, Sayang."
Rion benar-benar menyesal. Ia tidak tahu kalau trauma dan kebencian Rania pada Ajeng akan seperti ini. Ajeng memang terkenal bebal sejak dulu. Tapi Rion pikir wanita itu akan berubah karena terus merengek padanya untuk memperbaiki hubungannya dengan Rania layaknya kakak dan adik pada umumnya.
"Aku maafin. Tapi kamu beneran janji, Mas. Ajeng gak akan berubah. Percaya sama aku. Mama udah buktiin semuanya. Dari dulu Ajeng selalu gitu. Bahkan sampai Papa meninggal pun, dia tetap gak berubah."
Rion mengangguk paham. Ia tidak mau Rania terbebani karena hal ini. Ia akan menjauhi Ajeng demi kebaikan hubungan mereka.
"Iya, Sayang. Aku paham. Kamu gak perlu khawatir."
Rania mendesah panjang sambil menatap wajah tampan Rion. Rania tidak mau kembali menjanda hanya karena Ajeng sialan itu. Dulu karena tidak tegasnya Rania, ia kehilangan suami. Ajeng menjadi sumber utamanya.
"Aku gak mau buka aib almarhum suamiku. Tapi satu hal yang harus kamu tahu. Mereka pernah tidur. Walaupun cuma sekali, tapi kesalahan fatal itu gak bisa aku maafin. Sampai kecelakaan itu terjadi. Harusnya mereka mati berdua."
Rania mengusap pipinya yang basah. Rion bisa merasakan sakitnya hati Rania sampai begitu sangat membenci Ajeng.
"Kalau sampai kamu juga begitu, demi Tuhan, Mas, aku akan membenci kamu sampai aku mati," lanjut Rania yang membuat Rion menggeleng.
"Gak akan. Aku waras, Sayang. Istri aku itu kamu. Aku bisa sentuh kamu kapan pun dan di mana pun yang aku mau. Aku gak butuh wanita lain."
"Aku gak butuh sekadar kata-kata. Kamu buktiin dengan kesetiaan kamu. Sekali aja aku tahu kamu masih komunikasi sama dia, kamu bakal lihat hal gila apa yang bisa aku lakuin."
"Maaf," Rion kembali mencumbu bibir Rania.
"Ih! Papa sama Mama malah mau bikin dedek! Abang sama Adek udah nungguin lamaaaaaa!"
Rania dan Rion menoleh ke ambang pintu kamar di mana kedua jagoan mereka bersedekap dada dengan wajah cemberut. Rion tertawa, sedangkan Rania mengulum senyum.
"Maaf ya jagoan, Papa. Mama habis ngambek. Jadi, tahu kan gimana susahnya bujuk Mama?" tanya Rion yang membuat keduanya mengangguk kompak.
Rania mencebikkan bibir, lalu tertawa pelan saat Rion membantunya bangkit berdiri.
"Ayo. Atau Papa gak usah kerja aja ya hari ini? Kita jalan-jalan?" tawar Rion.
"IYA, MAU!"
Keduanya berseru kompak dan semangat sambil melompat kegirangan. Rion memeluk pinggang Rania dan membawa ketiga orang itu kembali ke bawah.
"Kayaknya kita butuh liburan keluarga deh, Yang," bisik Rion.
"Honeymoon?" balas Rania.
"Ajak Mama sama Mami buat main sama anak-anak," bisik Rion lagi. "Jadi, kita bisa kejar setoran dengan tenang," lanjutnya.
Rania tertawa. Apalagi saat menoleh ke depan di mana kedua putranya tampak begitu semangat berlari menuju mobil Rion. Bahkan si bungsu membukakan pintu untuk Rania dan menunduk layaknya seorang pelayan ratu.
"Masuk, Mama," katanya.
Rania dam Rion tertawa renyah. "Papa enggak?"
"Papa perempuan?" tanyanya balik.
Rion menggeleng dan mengecup puncak kepala si bungsu dengan sayang. Meskipun anak sambung, tapi Rion menyayangi mereka dengan tulus seperti anak kandungnya. Rion ingin sekali anak perempuan. Anak lelaki sudah ada dua orang. Semoga saja liburan nanti membuahkan hasil.
"I love you," kata Rion saat mereka sudah duduk di dalam mobil.
"I love you too, Mas," balas Rania dengan senyuman lembut.
***
Nanti lengkapnya ada di PDF.
Anneke 135 halaman.
Aleta 132 halaman.
Ella 136 halaman.Rania masih 70 halaman dan bakal aku tambahin sampai 130an halaman juga ya.
Alka yang belum diedit sama sekali. Jadi gak tahu brp halaman.
Vol.8 selesai langsung aku kirim. Nanti baru fokus lagi ke vol.9
Jangan sampai ketinggalan PO Triple paket hemat 222ribu ya.
Karena setelah PO tutup, harga pasti lebih mehong💦
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
عاطفية[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...