Anneke Felicia (end)

14.1K 1.2K 13
                                    

Bagas mengendarai mobilnya dengan perasaan cemas. Ia beberapa kali menghubungi nomor ponsel Anne dan tidak ada jawaban sama sekali. Panggilannya selalu berakhir dengan suara operator.

"Kalau terjadi apa-apa dengan Anne, Fina harus menerima balasannya," desis Bagas menahan amarah.

Bagas tahu ia salah karena tidak berkata jujur pada Anne tentang bagaimana ia keguguran dan penyebabnya apa. Bagas hanya tidak ingin Anne membenci Fina. Bagas ingin kedua istrinya itu baik-baik saja dan dekat layaknya kakak adik.

Tapi Bagas tidak tahu kalau akan seperti ini. Anne sekarang sudah tahu semuanya dan itu dari Fina. Bagas tidak tahu harus menjelaskan bagaimana kepada Anne jika nanti wanita itu--

"Shit!"

Bagas menginjak rem mendadak karena ada kecelakaan di depan sana. Bagas keluar dengan jantung yang berdetak tak karuan. Ia takut kalau itu Anne.

"Permisi," Bagas mencoba melewati kerumunan orang yang menutupi kecelakaan sehingga ia tidak bisa melihat kendaraan yang menjadi korban.

"Kasihan ya, mana dia hamil pula. Kalau sampai keguguran gak kebayang stresnya gimana."

Bagas menajamkan telinganya mendengar beberapa orang berbicara mengenai korban kecelakaan tersebut. Langkah kaki Bagas semakin dekat dan napasnya mulai tertahan.

"Anne," gumamnya.

Bagas mendekat dengan tergesa, lalu memeluk wanita yang gemetar menatap darah yang menggenang di aspal. Raut wajahnya juga pucat. Bagas mengeram di dalam hati. Istrinya trauma melihat darah.

"Darah..."

Anne menggumam terus menerus membuat Bagas semakin mengeratkan pelukannya. Ia membawa Anne menjauh dari sana dengan wajah wanita itu ia dekap ke dadanya agar tidak melihat genangan darah itu lagi.

"Sayang, hei, saya di sini," bisik Bagas berulang kali.

Anne mendongak, lalu meremas baju Bagas di bagian pinggang. Air mata Anne tumpah begitu menatap wajah Bagas. Apalagi raut wajah khawatir yang pria itu tunjukkan padanya.

"Mas," gumamnya.

Bagas mengecup kening Anne cukup lama, kemudian kembali mendekap tubuh Anne saat isakan wanita itu terdengar nyaring. Bagas juga menoleh pada 2 orang polisi yang mendekat ke arahnya.

"Selamat malam, Pak, bisa ikut kami ke kantor? Istri Bapak--"

"Pengacara saya yang akan selesaikan semuanya. Istri saya takut darah," potong Bagas karena merasakan tubuh Anne semakin tegang dalam dekapannya.

"Baik, Pak."

Polisi itu pergi meninggalkan Bagas. Setelahnya, Bagas membawa Anne ke dalam mobilnya, lalu menurunkan sandaran kursi agar sang istri bisa berbaring.

"Tenang. Ada saya, Sayang," bisik Bagas di depan wajah Anne.

Anne memejamkan mata saat Bagas kembali mengecup keningnya. Pria itu membiarkan Anne terpejam beberapa saat. Sedangkan ia menghubungi pengacara pribadinya untuk menyelesaikan masalah malam ini.

Bagas membawa Anne ke rumah sakit. Ia harus memastikan Anne baik-baik saja. Bagaimanapun, Anne yang juga menjadi korban kecelakaan di sana meski mobilnya tidak begitu remuk seperti 3 mobil lainnya.

Mobil Bagas tiba di rumah sakit, Anne digendongnya keluar, lalu membawanya masuk ke ruang IGD. Setelah Anne diperiksa dan dokter menjelaskan kondisinya baik-baik saja, Bagas baru bisa menghela napas lega.

"Kita pulang?" tanya Anne pelan.

"Iya. Atau kamu mau nginap di apartemen? Hotel? Di mana?" tanya Bagas.

SHORT STORY NEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang